Cerita Dewasa Ngentot Mbak Lusi Dikolam Renang

Cerita Dewasa Ngentot Mbak Lusi Dikolam Renang

Cerita Dewasa Ngentot Mbak Lusi Dikolam Renang

Comments Off on Cerita Dewasa Ngentot Mbak Lusi Dikolam Renang

Lusi perlahan lahan melepaskan pakaiannya dekat kolam renang, hanya memakai bikini yang warnanya putih, terlihat juga buah dadanya yang padat, dengan pemasan strecing ringan buah dada Lusi bergoyang kenan kekiri, kemudian saat dia menunduk terlihat belahan buah dadanya, selakangannya juga terlihat mulus bersih terawat.

Tubuh telanjang gadis 21 tahun tersebut kini menikmati semilir angin. Desir angin terasa membelai lembut dada bulat sempurna, tanpa lupa membelai pantat montoknya yang berisi. Setelah merapikan pakaiannya di tepi kolam, Lusi menarik napas panjang dan memasukkan kaki kirinya ke dalam kolam.

Dilanjutkan dengan kaki kanannya. Kini ia duduk di tepi kolam. Diambilnya air dengan kedua tangannya dan dipercikkan ke tubuhnya. Butiran air terlihat menuruni lehernya terus ke dadanya yang ranum dan berlanjut menuju perutnya dan berhenti di rambut-rambut halus selangkangannya. Setelah memercikkan air beberapa saat, Lusi pun turun ke dalam kolam.

Kolam tersebut ternyata tidak dalam, hanya sebatas puting susunya saja. Lalu ia menggosok tubuhnya dengan air kolam yang jernih. Buah dadanya yang tertekan lengan saat membilas terlihat semakin montok. Tanpa ia sadari sepasang mata memperhatikan kejadian tersebut. Orang misterius itu pun menelan ludah melihat tubuh sempurna yang putih mulus tersebut.

Tak heran, karena Lusi sehari-hari memang berprofesi sebagai model. Demikian asyiknya Lusi membilas tubuhnya dengan air segar tersebut, dirinya tidak menyadari bahwa orang misterius itu menukar botol air mineralnya dengan botol lain yang sama.

Lusi terus menggosok tubuhnya. Sesekali dia menyelam. Akhirnya dia menuju ke bagian yang agak dangkal di kolam itu. Dia duduk di atas batu di dalam kolam tersebut, menikmati kesegaran air kolam tersebut di sekujur tubuhnya.

Buah dadanya yang montok tersembul ke luar permukaan kolam. Pikirannya teringat kejadian beberapa hari sebelumnya. 2 orang teman kampusnya mengajaknya menginap di cottage di sebuah pulau. Pulau tersebut memang tidak berpenghuni. Hanya turis yang sesekali datang ke sana untuk snorkeling. Begitu pula Lusi dan teman-temannya yang datang ke sana untuk hal yang sama.

Sesampainya di dekat pulau, melihat laut yang begitu jernih, Lusi dan Dini, temannya, langsung membuka pakaian mereka, menampilkan tubuh indah mereka yang terbalut bikini, memasang mask dan fin dan langsung melompat ke laut.

Tinggal Andi, teman pria mereka, dan tukang perahu yang terkejut melihat pemandangan indah tersebut. Puas menikmati keindahan bawah laut, kedua gadis itu pun naik kembali ke perahu dan mengenakan kembali pakaian mereka. Perjalanan ke pulau dilanjutkan kembali.

Dari tukang perahu, mereka mengetahui bahwa pulau tersebut cukup luas dan memiliki hutan di tengah-tengahnya. Setelah menaruh semua barang-barang dan perbekalan di cottage, Lusi sengaja memisahkan diri dari teman-temannya dan berjalan ke dalam hutan di pulau tersebut hingga sampailah dia di kolam tersebut. Rasa lengket akibat berenang di laut memaksa Lusi membilas tubuhnya di kolam tersebut.

Dengan badan yang tidak lengket lagi, Lusi naik ke tepi kolam dan duduk di sana sambil menunggu tubuhnya kering. Tubuh telanjang yang indah tersebut kembali menjadi santapan mata orang misterius tersebut. Dengan mata tak berkedip, dinikmatinya buah dada Lusi yang bulat ranum tersebut, turun ke perutnya yang rata, paha Lusi yang mulus pun tak luput dari sasaran mata orang misterius tersebut.

Lusi menikmati semilir angin mengeringkan tubuhnya, sambil meminum air mineral dari botolnya. Tak lama kemudian Lusi merasakan hal yang aneh ditubuhnya. Seluruh tubuhnya terasa lemas. Pandangannya terasa berat.

Tak lama kemudian tubuhnya tergeletak lunglai tak bertenaga. Dia masih merasakan tubuh telanjangnya dibopong dan diletakkan di bahu seorang pria. Lusi berusaha memberontak, tapi tenaganya seakan hilang. Tangan nakal pria tersebut meraba-raba pantatnya yang montok sambil membopongnya ke dalam hutan. Setelah itu Lusi tak sadarkan diri.

Di cottage, Andi dan Dini masih membereskan barang-barang dan perbekalan. Setelah selesai membereskan barangnya, Andi pamit untuk mandi.

“Dini, aku mandi dulu ya, badan aku lengket nih kena angin laut.”

“Ya udah sana, aku juga masih belum beres nih barang-barangnya. Biasa cewek barangnya banyak,” sahut Dini.

Andi pun bergegas ke kamar mandi. Mungkin karena pulau tersebut tidak berpenghuni, kamar mandinya pun lumayan terbuka. Hanya terdiri dari kayu yang mengelilingi kamar mandi, dengan sebuah bak air dan WC.

Atapnya terbuka dan tidak memiliki pintu. Sambil mandi, pikiran nakal terbersit di kepala Andi. “Wah, bisa aku pakai buat ngintip cewek-cewek nanti mandi nih.” Andi pun tersenyum nakal sambil meneruskan mandinya.

Selesai mandi, Andi kembali ke cottage dan menemukan hanya Dini di sana. Lusi belum kembali. Lalu ditanyanya Dini. “Lusi ke mana ya? Katanya tadi hanya jalan-jalan sebentar di hutan, kenapa dia belum balik ya?”

“Jangan-jangan dia tersesat di hutan, Andi” kata Dini dengan nada kuatir.

“Ya udah, aku cari Lusi, elo mandi aja dulu. Nanti elo tunggu aku di sini.” Kata Andi bergegas mengambil peralatan dan masuk ke dalam hutan.

Dini pun mengangguk dan mengambil pakaian gantinya. Rasa lengket hasil berenang di laut tadi rupanya mengganggu dirinya juga. Dengan bergegas Dini menuju kamar mandi.

Sesampainya di kamar mandi, Dini pun melepaskan kaosnya yang langsung memperlihatkan dadanya yang berukuran 36B yang ditutupi bikini coklat. Rok mininya pun dilepas. Setelah menggantung kedua benda tersebut, Dini menatap tubuhnya, dia selalu mengagumi ukuran dadanya yang besar itu.

Di luar kamar mandi, sesosok tubuh misterius mengendap-endap bersembunyi di balik pohon yang berseberangan dengan pintu kamar mandi. Sambil menerka arah angin, dinikmatinya pemandangan indah di dalam kamar mandi tersebut.

Dini perlahan membuka bikini atasnya, menggantungnya, lalu memperhatikan lagi buah dadanya yang kini tidak ditutupi apa-apa. Puting pink kecoklatan menambah indah buah dada itu. Dijepitnya kedua buah dadanya dengan lengannya yang mengakibatkan semakin terlihat montoknya buah dada tersebut.

Kulit putihnya menambah kemolekan gundukan ranum tersebut. Kemudian dilepasnya bikini bawahnya yang menampilkan selangkangan yang ditutupi rambut yang cukup lebat. Dini perlahan membasuh tubuhnya. Mulai dari leher, ke dadanya, cukup lama tangannya bermain di sana. Dilanjutkan ke perut dan selangkangannya, lalu ke pahanya.

Sosok misterius tersebut mengendap-endap mendekati kamar mandi dan membakar segumpal dedaunan kering. Tidak ada api besar, tidak ada asap, hanya bau aneh yang keluar dari gumpalan daun tersebut yang terbakar menjadi sekam.

Sosok tersebut segera menjauh dari kamar mandi tersebut. Kembali ke balik pohon menikmati tubuh indah Dini yang sedang mandi. Selangkangannya terasa meronta melihat tubuh indah tersebut tidak ditutupi apa-apa. Terlebih saat Dini membungkuk membasuh kakinya yang memperlihatkan pantat indahnya dan belahan kemaluannya dari belakang.

Dini yang sedang membasuh tubuhnya mencium bau aneh tersebut. “Ah mungkin hanya bau hutan saja,” pikirnya dan kembali membasuh tubuhnya tanpa memperdulikan bau tersebut. Tak lama kemudian, tubuhnya terasa lemas, kepalanya terasa berat. Tubuh indah tersebut pun jatuh perlahan di kamar mandi.

Dini masih berusaha bangun dan masih sempat melihat sosok hitam menghampiri tubuhnya. Sosok hitam tersebut tertawa, memaksanya meminum suatu cairan, lalu membopong tubuh Dini yang telanjang di bahunya dan membawanya masuk ke dalam hutan.

Perlahan, Lusi membuka matanya, tubuhnya masih tidak bertenaga. Dicobanya untuk berbicara, tetapi hanya suara uh uh saja yang keluar dari mulutnya. Dengan makin jernihnya pikirannya, Lusi coba mengingat-ingat kejadian sebelum dia tidak sadarkan diri.

Matanya melihat disekeliling langit-langit, ah rupanya dia ada di sebuah rumah gubuk. Disadarinya dirinya berbaring di sebuah dipan kayu. Dilihatnya tubuhnya, astaga, ternyata dia telanjang. Tak ada sehelai benang pun menutupi tubuhnya.

Pikirannya teringat bahwa dia pingsan sebelum dia berpakaian kembali. Siapa pria misterius itu? Pikirannya terus melayang. Dilihatnya ke sebelah kiri. Dini! Dilihatnya Dini tergeletak di samping tubuhnya. Ya, Dini. Tubuh Dini telanjang juga, terlentang dan buah dadanya terekspos dengan jelas. Dini kelihatannya belum sadar.

Lusi menutup matanya erat-erat. Ini tidak mungkin terjadi, aku hanya mimpi. Tapi saat membuka matanya, pemandangan sama yang dihadapinya. Lusi pun menangis, menunggu apa yang terjadi. Tak lama kemudian, dilihatnya Dini mulai sadar.

Dini yang melihat Lusi pun sama kagetnya. Menyadari dirinya telanjang dan tidak berdaya, Dini hanya bisa mengeluarkan suara uh uh saja. Sama seperti Lusi. Mereka hanya berpandangan.

Andi yang berjalan di hutan, mencari-cari Lusi. Dia berjalan ke sana ke mari. Tak lama dia pun sudah merasa lelah, tenaganya sudah habis untuk perjalanan ke pulau dan mencari Lusi. Dia pun beristirahat di bawah pohon besar. Pikirannya kalut. Andi menggosok-gosok kepalanya dan tiba-tiba BUK! Bagian belakang kepalanya terasa sakit sekali. Dan dia merasakan ada cairan keluar menuruni lehernya. Darah, lalu semua gelap.

Menjelang malam, gubuk tersebut semakin gelap. Lusi dan Dini hanya saling berpandangan. Tubuh mereka masih tanpa tenaga. Mata mereka semakin terbiasa dengan kegelapan. Tak lama terlihat cahaya dari luar.

Cahaya tersebut mendekati pintu gubuk tersebut. Mereka berteriak minta tolong hanya dengan uh uh uh saja. Saat pintu dibuka, mata mereka serasa dibutakan oleh cahaya lampu petromak.

Setelah terbiasa dengan cahaya, mereka melihat orang yang membawa lampu petromak tersebut. Astaga, ternyata dia adalah bapak tua tukang perahu yang mengantarkan mereka ke pulau tersebut. Mereka pun berteriak meminta tolong kepadanya. Lalu mereka menyadari bahwa tubuh mereka telanjang. Lusi dan Dini pun segera diam. Mereka merasa malu tubuh indah mereka terekspos kepada tukang perahu tersebut.

“Sebentar ya, neng,” kata pak tua tersebut. Lalu ia keluar dari gubuk tersebut. Tak lama dia kembali membawa 2 buah petromak. Dia meletakkan satu petromak di ujung atas dipan dan dua di masing-masing ujung lain dipan.

Lalu pak tua mendekati mereka. “Maaf ya, neng-neng. Bapak sudah tua, bapak tidak bisa menahan hasrat bapak melihat neng-neng yang cantik ini. Neng-neng mau kan bantu bapak?”

Kedua gadis itu berusaha menjerit, tapi hanya uh uh saja yang keluar dari mulut mereka. Tubuh mereka tidak bisa digerakkan sama sekali. Pak tua pun mengambil tempat di antara kedua gadis itu.

Pak tua itu pun melihat tubuh Lusi, mengamati dari rambut, turun ke matanya, bibirnya, leher. Berhenti sebentar di buah dadanya, melihat bulat dan ranumnya dada Lusi yang berukuran 34B itu, pak tua menelan ludah, lalu pandangannya dilanjutkan ke perut Lusi yang rata dan berhenti lagi di selangkangan.

Pak tua menggeser paha Lusi sehingga tampaklah kemaluan Lusi. Lusi merasa malu sekali tubuhnya diperiksa oleh pak tua tersebut. Puas mengamati kemaluan Lusi yang berwarna pink itu, pak tua mengelus paha dalam Lusi dengan tangan kirinya. “Halusnya, tubuh neng paling bagus. Nanti bapak pasti bikin neng puas.”

Pandangan pak tua berganti ke Dini. Sambil masih terus mengelus paha dalam Lusi, dia mengamati Dini. Wajah cantik Dini diperhatikan dengan benar-benar. Mata Dini yang indah dan lehernya yang jenjang tidak lepas dari pengamatannya.

Dini merasa jijik dengan pandangan pak tua tersebut. Pandangan pak tua pun berlanjut ke dada Dini yang berukuran 36B. Dengan penasaran diraihnya buah dada kanan Dini dan dipijat-pijatnya dengan lembut. Sambil terkadang dimainkan putingnya. Tangan kirinya masih terus mengelus paha dalam Lusi. Terkadang kemaluan Lusi pun tersentuh tangannya.

“Wah neng susunya besar sekali ya,” kata pak tua. Puas bermain dengan buah dada Dini, pak tua kembali memperhatikan tubuh Dini, perut, selangkangan. Pak tua menghentikan elusannya di paha Lusi dan menggeser paha Dini agar dia lebih leluasa melihat kemaluan Dini.

Pak tua pun mendekatkan wajahnya ke kemaluan Dini dan menghirup baunya. “Wah wangi sekali neng,” kata pak tua seandia sambil tersenyum. Rupanya pak tua menggeser paha Dini cukup jauh sehingga vaginanya merekah dan menunjukkan isinya yang berwarna merah muda.

Pak tua mengelus paha dalam Lusi dan Dini yang menimbulkan rangsangan kepada kedua gadis itu. Terkadang disentuhnya kemaluan mereka. Ada perasaan seperti aliran listrik setiap kali tangan pak tua menyentuh kemaluan mereka. “Neng-neng gadis kota memang putih-putih, mulus. Bapak benar-benar beruntung kali ini.”

Pak tua membuka pakaiannya sehingga sekarang dia telanjang bulat di depan kedua gadis itu. Pak tua mendekati Dini dan mengulum bibirnya. Sementara tangannya bermain-main dengan buah dada Lusi dan Dini. Pak tua tak puas, dia berpindah mengulum bibir Lusi. Bergantian dikulumnya bibir Dini dan Lusi.

Lalu dia berpindah ke tubuh Lusi. Diremasnya buah dada Lusi dan dikulumnya puting susu Lusi bergantian. Kadang dijilatnya. Lusi dapat merasakan kemaluan pak tua yang sudah tegak menggesek pahanya.

Lusi pun lama kelamaan mulai menikmati apa yang dilakukan pak tua. Jilatan dan kuluman pak tua di putingnya meninggikan nafsunya. Nafasnya mulai tak teratur. Apalagi remasan pak tua yang beritme di buah dadanya semakin membuat pikirannya gelap. Pak tua mulai menjilati buah dada Lusi yang membuat Lusi semakin tinggi nafsunya.

Jilatannya kini diarahkan ke perut Lusi yang membuat Lusi kegelian dan tidak kuat menahan kenikmatan yang diterima tubuhnya. Jilatan demi jilatan membuat mata Lusi gelap. Pak tua pun turun dan mulai menjilati kemaluan Lusi. Bibir kemaluannya dibuka dengan menggunakan jari oleh pak tua dan mulailah dia menjilati vagina Lusi.

Lidahnya diputar-putar di klitorisnya. Lusi merasa kemaluannya mulai basah akibat rangsangan tersebut. Dan tiba-tiba Lusi merasa tubuhnya mau meledak dan Lusi mendapatkan orgasme.

Pak tua seakan ingin Lusi menikmati orgasme yang diberikannya, kini dia berganti ke Dini. Dini yang merasa takut melihat apa yang dilakukan pak tua kepada Lusi menutup matanya. Pak tua kembali mengulum bibir Dini, memainkan lidahnya di dalam mulut Dini, sambil meremas-remas buah dada Dini yang besar.

Dipilin-pilinnya puting susu Dini sambil tangan satunya mengelus perut Dini. Dini pun merasa seakan tubuhnya menikmati apa yang dilakukan pak tua. Tangan pak tua masih bermain dengan putingnya dan mulut pak tua masih mengulum bibirnya saat disadarinya tangan pak tua yang satu lagi bermain di daerah kewanitaannya.

Diputar dan dipijatnya klitoris Dini. Getaran demi getaran nafsu mengalir ke kepala Dini. Kenikmatan dari permainan tangan pak tua di putingnya dan di klitorisnya membuat Dini tidak bisa berpikir jernih lagi. Pak tua berhenti sebentar, merasakan kemaluan Dini sudah basah, dia pun turun dan mulai menjilati kemaluan Dini, sambil sesekali menusuk-nusuk kemaluan Dini. Dini yang sudah tidak kuat lagi, hampir mendapatkan orgasme.

Tiba-tiba pak tua menempelkan bibirnya di bibir kemaluan Dini dan menyedot kuat-kuat. Dini semakin mendekati orgasme. Pak tua terus menjilati klitoris Dini dan memainkan jarinya di dalam vagina Dini. Tak lama kemudian pun Dini mendapatkan orgasmenya.

Pak tua berhenti sebentar. Duduk di ujung dipan dengan kemaluannya yang tegak berdiri. Dipuaskan dirinya melihat 2 orang gadis cantik yang sedang bergetar karena orgasme.

“Wah neng, barang bapak masih kurang keras. Neng-neng bantu kerasin ya?” Kata pak tua seandia mendekati wajah Lusi dan Dini. Diambilnya tangan Lusi dan Dini dan digosokkan tangan mereka di atas kemaluannya. Pak tua pun melenguh menahan kenikmatan gosokan tangan Lusi dan Dini.

Pak tua pun mendekatkan kemaluannya ke wajah Dini, membuka mulut Dini dan memasukkan kemaluan ke mulut Dini. Dini merasakan kemaluan pak tua yang berlendir menggesek bagian dalam mulutnya. Dini yang tidak bisa apa-apa hanya bisa pasrah.

Setelah puas menggesekkan kemaluannya di dalam mulut Dini, pak tua mencabut kemaluannya dan membuka mulut Lusi dan memasukkan kemaluannya ke dalam mulut Lusi. Digesekkan kemaluannya di lidah Lusi. Kadang pak tua terlalu dalam memasukkan sehingga Lusi hampir saja muntah. Lusi pun juga hanya bisa pasrah. Baginya kemaluan pak tua mengeluarkan bau aneh, menjijikkan bagi Lusi.

Setelah puas, pak tua mencabut kemaluannya dari mulut Lusi dan beralih. Dia menduduki Dini dan meletakkan kemaluannya yang sudah keras dan tegak di antara buah dada Dini. Buah dada Dini ditekannya sehingga sekarang buah dada Dini yang besar menjepit kemaluannya. Digesekkannya buah dada Dini di kemaluannya, kadang kemaluannya yang digesekkan ke buah dada Dini. Dini merasa susah bernapas karena diduduki.

Tak lama kemudian, pak tua semakin mempercepat goyangannya dan crttt, kemaluan pak tua memuntahkan isinya. Sebagian terkena wajah Dini, sebagian berceceran di dada Dini. Pak tua, mengarahkan kemaluannya ke Lusi dan crttt crttt kemaluan pak tua memuntahkan sisa isinya ke tubuh Lusi. Dini dan Lusi pun merasa jijik dengan cairan pak tua yang berada di atas tubuh mereka.

Pak tua kemudian keluar dari gubuk dan tak lama kembali dan menutup pintu gubuk tersebut. “Tenang aja neng. Obat yang bapak kasih baru habis pengaruhnya sekitar 5 jam lagi. Kita masih bisa bermain selama itu.”

Pak tua kembali mendekatkan wajahnya ke vagina Lusi dan mulai menjilati di sana. Kali ini dia menghisap jarinya, membasahi dengan ludah dan mulai menusuk-nusuk vagina Lusi. Lusi yang merasa kegelian, merasa gairahnya kembali bangkit meskipun bercampur dengan rasa jijiknya.

Lalu pak tua menjilati vagina Dini sambil terus memainkan jarinya di vagina Lusi. Dini pun kembali naik gairahnya. Lama juga pak tua berganti-ganti menjilati dan memainkan jarinya di kemaluan Lusi dan Dini. Kemaluan kedua gadis itu sudah basah sekali. Pak tua berhenti dan memperlihatkan kemaluannya yg sudah tegak berdiri lagi.

“Yang mana ya yang akan bapak masukkan duluan?”

“Yang neng ini masih rapat, bapak suka sekali” seandia mengusap kemaluan Lusi.

“Kalau neng yang ini lebat sekali rambutnya, bikin bapak makin nafsu” seandia mengusap rambut kemaluan Dini.

“Kalau gitu, bapak ganti-gantian saja, bapak cobain 2-2nya sekaligus,” kata pak tua.

Diangkatnya Dini dan diletakkan di atas Lusi. Dibukanya kaki kedua gadis itu sehingga kini vagina Lusi dan Dini bertumpuk dan terbuka lebar. Lelehan air liur pak tua bercampur dengan cairan kenikmatan kedua gadis itu menetes dari pinggir vagina mereka. Di bawah pantat Lusi, pak tua menyelipkan sesuatu agar posisi vagina Lusi dan Dini lebih terangkat ke atas dan memudahkan pak tua memasukinya.

Pak tua pun mengambil posisi di depan vagina Lusi. Lusi dan Dini meskipun terangsang, tapi mereka masih menyadari apa yang pak tua ini hendak lakukan. Mereka hanya bisa berteriak uh-uh-uh. Pak tua menyeringai puas dan memegang kemaluannya, meludahinya agar licin dan siap memasuki vagina Lusi.

Tiba-tiba BRAKK! Tiba-tiba muncul sesosok tubuh di depan pintu gubuk yang langsung menyerang pak tua dengan batangan kayu besar. Pak tua yang tidak siap langsung roboh terkena pukulan batangan kayu besar di kepalanya.

Sosok itu pun tidak mengenal kasihan, kakinya langsung menginjak kemaluan pak tua yang sedang tegak-tegaknya dan terdengar suara KRAK! Dilanjutkan dengan teriakan pak tua memegang selangkangannya sambil mengeluarkan busa dari mulutnya.

Ternyata sosok tubuh itu adalah Andi. “Dasar orang tua bangsat, ga tau malu!” Lalu diludahinya pak tua yang sudah tak sadarkan diri di lantai gubuk itu. Lalu dialihkannya pandangannya ke dipan. Kaget dilihatnya kedua gadis temannya berada dalam posisi memamerkan kemaluan mereka.

Sesaat Andi merasa nafsu muncul dari dalam dirinya. Bagaimanapun yang ada di hadapannya adalah 2 orang gadis cantik yang tidak mengenakan pakaian dan memamerkan bagian kewanitaannya.

Pikiran itu dibuangnya dan dia membantu memindahkan tubuh Dini dari atas Lusi. Dia pun keluar, mencari sesuatu untuk menutupi tubuh kedua gadis itu. Tak lama di bagian belakang gubuk, Andi menemukan 2 buah kain sarung yang sudah lusuh dan tali rafia.

Diambilnya dan ditutupinya tubuh telanjang kedua gadis itu. Dia pun mengikat tubuh pak tua di pohon di dekat gubuk tanpa sehelai benang pun. Kekesalannya pada pak tua masih berkobar, saat pak tua sedikit sadar, tanpa ragu-ragu Andi memberi bogem mentah di rusuk pak tua. Mulut pak tua pun kembali berbusa dan tak sadarkan diri lagi.

Saat pengaruh obat itu sudah hilang, kedua gadis itu merasakan tenaga mereka pulih. Mereka bisa menggerakkan tubuh mereka lagi. Dengan tubuh hanya dibungkus sarung lusuh, mereka tertatih-tatih keluar dari gubuk dan menemukan Andi dan pak tua yang terikat di pohon. Pak tua sudah sadar dan masih sulit berbicara. Maklum Andi sempat menghabiskan waktu menunggu kedua gadis itu belum pulih dengan membogemi pak tua.

“Kalian lebih baik membersihkan tubuh dulu, di sana ada sungai kecil, airnya lumayan bersih. Biar aku yg di sini menjaga pak tua ini,” kata Andi sambil menunjuk ke arah timur. Sebelum kedua gadis itu pergi ke sungai, mereka sempat meludahi dulu wajah pak tua.

Kedua gadis itu membersihkan diri di sungai. Lusi berkata, “Untung ada si Andi datang di saat yang tepat. Kalau nggak bisa bahaya, kehormatan kita bisa diambil sama pak tua bangsat itu.”

“Iya, meskipun kita udah ga perawan lagi,” kata Dini sambil tertawa. Perlahan dia memegang kemaluannya, terbayang kejadian semalam.

Lusi dan Dini pun menggosok tubuh masing-masing. Membersihkan sisa-sisa pak tua di tubuh mereka. Terkadang Lusi dengan iseng memilin puting Dini dan Dini membalasnya dengan meremas buah dada Lusi.

Andaikan Andi bisa melihat kedua gadis ini mandi, pastilah nafsunya meningkat seketika. 2 tubuh putih ranum yang indah. Masing-masing dengan buah dada bulat dan lekukan tubuh yang sempurna.

Selesai mandi, mereka kembali membungkus tubuh mereka dengan sarung lusuh yang sudah tipis itu. Bersamaan dengan sampainya mereka di gubuk tersebut, matahari pun sudah mulai terbit, sehingga Andi yang berada di depan mereka dapat melihat siluet tubuh indah kedua temannya yang ditutupi sarung.

Pak tua yang sudah sadar, tertawa meringis ketika melihat kedua gadis yang hendak diperkosanya semalam. Amarah kedua gadis ini langsung naik ke ubun-ubun dan Dini tanpa permisi langsung memberikan uppercut di dagu pak tua, disambung dengan Lusi yang menghajar hidung pak tua hingga patah. Pukulan bertubi-tubi dihujamkan kepada tubuh ringkih pak tua oleh kedua gadis itu.

Setelah puas, mereka mengajak Andi kembali ke cottage tanpa melepaskan pak tua dari ikatan di pohon. “Sebentar, aku masih kesel sama orang tua ga tau diri ini,” kata Lusi yang langsung menghampiri pak tua dan menendang kemaluan pak tua.

Mungkin karena luka semalam belum sembuh benar, pak tua kembali pingsan dan mulutnya mengeluarkan busa lagi. Andi langsung menghampiri dan memeriksa pak tua. “Belum mati, untung saja,” bisiknya lega.

Di cottage, Lusi dan Dini langsung mengganti sarung lusuh itu dengan pakaian mereka. Kali ini Lusi memakai baju bali yang cukup longgar dan hotpants, sedangkan Dini memakai baju kaos ketat berwarna kuning dan hotpants. Buah dadanya semakin terlihat besar dan putingnya tercetak di kaos tersebut, karena dia memakai bra yang tipis.

“Bagaimana kita pulang, Andi? Tukang perahu sudah tidak ada lagi, sedangkan perbekalan kita hanya cukup untuk seminggu,” kata Dini.

“Tenang, setiap 4 hari sekali ada orang yang datang ke pulau ini untuk membersihkan cottage ini. Kita bisa minta pertolongannya nanti. Kalau tidak salah, orang itu akan datang 2 hari lagi. Lebih baik kalian makan dahulu, daripada kalian sakit.”

Kedua gadis itu menurut, Lusi beranjak dari meja dan mengambil bekal makanan mereka.

“Ini Andi,” kata Lusi seandia memberikan makanan sambil menunduk. Andi dengan jelas bisa melihat buah dada gadis itu terpampang jelas, karena baju bali yang longgar. Kemaluan Andi langsung mengeras. Apalagi dengan posisi menunduk, buah dada Lusi menggantung dan terlihat lebih besar. Dilihatnya Dini sedang menikmati makanan, puting susunya yang tercetak di kaosnya menambah keras kemaluan Andi.

Sorenya, saat kedua gadis itu berjalan-jalan di luar cottage, Andi melamun. Lamunannya melayang-layang dan akhirnya dia mengingat tubuh kedua gadis itu. Posisi tubuh mereka saat dia menemukan mereka di gubuk itu, siluet tubuh mereka yang terbungkus sarung, buah dada Lusi dan puting susu Dini yang tercetak jelas. Kelamaan kemaluan Andi makin keras.

“Daripada pusing, lebih baik aku salurin aja,” kata Andi menuju kamar mandi. Dilihatnya sekeliling, tidak tampak kedua gadis itu. Perlahan diturunkan celananya dan Andi mulai memuaskan diri sendiri sambil membayangkan kedua gadis itu.

“Nah ya, lagi apa lo!” Tiba-tiba terdengar kedua gadis itu berteriak. Andi yang masih memegang kemaluannya yang tegak kaget dan salah tingkah.

“Sini Andi, daripada elo sendirian, mending kita bantu. Sebagai tanda terima kasih kita juga,” kata Dini sambil langsung memegang kemaluan Andi dan memasukkan ke mulutnya. Lusi menarik tangan Andi dan meletakkannya di buah dadanya sambil mencium bibirnya. Andi langsung menikmati hal tersebut. Dikulumnya bibir Lusi dan dimainkan lidahnya di dalam mulut Lusi. Tangannya terus bergerilya di dada Lusi. Dini langsung mengulum kemaluan Andi.

PutriBokep

Create Account



Log In Your Account