Wayang Hot: Shinta diculik Rahwana
Wayang Hot: Shinta diculik Rahwana
Yang pakem adalah Rama Shinta
Episode 9
Dari Wayang Pasca Pakem Ki Broto de el el.
Shinta Purik, Ngambeg
(Aslinya Shinta diculik Rahwana)
Di hutan Dhandhoko, sepeninggal Lesmana, keadaan tidak menjadi lebih baik. Rama sering termenung menyendiri memandang bulan merah sambil menyenandungkan lagu-lagu putus kasih. Hatinya sedih membayangkan adik kinasih sendirian bertapa di gua yang sunyi sepi. Ia menyesal telah melepaskan orang yang paling dicintainya, demi laku satrio utomo (lelakon ksatria utama), yang sebenarnya sikap lamis. Demi ambisi politiknya untuk kembali madheg narendro (naik jadi raja) dengan mengorbankan orang yang ingin menyayanginya dan menyanding orang yang tidak begitu disayangi. Melihat kenyataan seperti itu, Shinta menyadari bahwa ia sedang menghadapi kenyataan pahit. Cinta Rama hanya untuk adi kinasih/terkasih walau orangnya telah mungkur. Yang dimiliki Shinta hanyalah sosok Rama, bukan hati Rama. Yang dihadapnya hanyalah raga Rama, bukan sukmanya. Yang digenggam Shinta hanyalah secarik kertas nikah, bukan jati diri Rama.
Sukma Rama tidak disisinya, tetapi mengembara ke gua sunyi mendengarkan dengung kidung-kidung Lesmana. Demi melihat kenyataan itu, Shinta makin merana. Ia dinikahi bukan atas dasar cinta. Ia tak lebih dari sebuah vas bunga pajangan. Entahlah, untuk menunjukkan betapa sakti dan jantannya Rama dalam memenangkan sayembara, dharma sebagai satrio utomo atau hanya sebagai andalan ambisi politik Rama. Air mata Shinta sudah habis. Shinta sudah mutung putus asa, hatinya retak berkeping-keping. Ia sudah tidak bisa lagi menangis. Harga dirinya sebagai wanita tertusuk
“Aku bukan vas bunga, aku wanita yang merindukan kasih sayang dan pelukan mesra. Aku sisihan sandingan yang seharusnya disisimu, bukan hanya status.”
Disisi lain, Shinta terhimpit rasa bersalah telah mengusir Lesmana. Salah apa dia ? Selama ini, pemuda lembut ini sikapnya sangat baik kepada Shinta, nyaris sempurna. “ Mengapa aku tega kepadanya … ? “
Makin hari hati Shinta makin kalut. Ia serba salah. Sikap Rama kepadanya baik bahkan ia rela berpisah dengan yang tersayang. Shinta tidak punya alasan apapun untuk merajuk. Ia tidak bisa memaksa Rama mencintainya. Pada suatu hari ketika Rama sedang berburu mencari makanan, Shinta nekat minggat dengan meninggalkan surat singkat yang ditulisnya pada daun-daun hutan.
Kangmas Ramawijaya
Sepeninggal dhimas Lesmana akhirnya saya menyadari bahwa cinta kasih kangmas hanya untuknya seorang. Bagi kangmas, saya tak lebih sebuah pelengkap untuk memenuhi statusmu. Kita tidak perlu berpura pura lagi bahwa kita bukan garwo, bukan sigaring nyowo(belahan jiwa). Oleh karenanya saya meninggalkan kangmas. Kita bercerai. Itulah yang terbaik bagi kita beriga, Saya akan mencari dhimas Lesmana untuk minta maaf dan memintanya kembali bersatu dengan kangmas. Kemudian, saya akan mengembara mengikuti jejak kaki. Semoga bahagia selalu.
Salam hormat
Shinta
Tersaruk saruk Shinta meninggalkan hutan Dhandhoko. Ia benar-benar tidak tahu harus kemana pergi. Ia tidak tahu dimana Lesmana. Tidak mungkin ia pulang ke kerajaan Manthili karena ayahnya telah wanti-wanti kepadanya untuk tidak purik. Ia jerih kembali ke Rama, hatinya sakit melihat Rama hanya menatap bulan merah membayangkan Lesmana. Shinta sudah mutung, tung. Belum lagi becek, digigit nyamuk, makan tekèk, dll. Ia melangkah dan melangkah terus mengikuti langkah kakinya. Dalam bayang2 rasa bersalah karena mengusir Lesmana ….
Tanpa disadarinya ia telah keluar dari hutan Dhandhoko dan masuk laladan lain. Hutan Jantoko yang gelap pekat, tempat yang gawat ke-liwat-liwat. Jika ada sato kewan masuk, pasti mati. Apalagi jika itu bangsanya ayam, bebek, kambing, sapi. Pasti jadi ingkung, tong-sèng, empal atau steak. Jika ada manusia masuk kesitu, harusnya mati. Tetapi laladan ini lebih gawat. Yang masuk mesthi disiksa, dislomoti rokok, dan ditempilingi dulu. Banyak manusia hilang disini tanpa ketemu kuburannya. Wé lha dalah gawat nian …. , laladan apa ini ? DOM ! … daerah operasi militer. Wuaduh, lantas siapa komandan DOM-nya ? Dalam keremangan samar-samar muncul sosok tubuh tinggi besar. Rahang bawahnya panjang dan taring tunggalnya mencuat keatas mingis-mingis. … Kolonel Telik Sandi negara adidaya Alengka Diraja ! … Dityo Kolo Marico ! (Chakill)
Eèèèng … ing … èèèèèèèèèèèèng …..
+ Kiiiiiii… !
– Opo …. !
+ Gamelannya kok begitu ?
– Iki gamelan Londo, tau’ ?
+ Begini saja, Ki : mung, mung gung mung gung mung gung mung .., mung …
– Emoh ah, èlek BGT.
+ Kok jelek ?
– Suaramu pating gedhumbrèng koyo èmbèr di kepruk’i !
+ Wo, nggih …
########################
Episode 10
Janda di Sarang Penyamun
Begitu masuk Dewi Shinta langsung diinterogasi Dityo Kolo Marico.
“ eiiiit …. ini ada cewek nan cantik jelita, … siapa kau, dari mana asalmu, ngapain kesini ? … mana ktp, sim, paspor, visa, izin kerja, daftar riwayat hidup, ppn, pajak, … dst … dst “
“… Tumbaaaaas … Aku kesini mo beli bakpia pathook … Kamu siapa ?“
“ eiiiiit … disini tidak ada bakpia pathook, adanya minyak tanah, mau ? Saya Dityo Kolo Marico van der Alengka Diraja. Siapa kau ?”
“ Wo, kamu Kolo Wahing, to ?”
“ eiiiit …, wahing ..bersin..?”
“ Lha, Mrico itu rak bikin wahing, to ? Aku Dewi Woro Shinta binti Janoko soko Manthili “
“ eiiiit …, putri Prabu Janoko, to ? …. monggo … monggo …
“ Kamu tahu keadaan Manthili ? “
“ eiiiit … tahu. Intelejen saya melaporkan keadaan Manthili sedang krisis ekonomi !
“sik, siapa bossmu …. ?”
“ eiiiit …, Sarpokenoko menko polkam itu boss dan istri saya. Rajanya ratu gung binatoro yang menguasai hutan ini Prabu Rahwana.”
“ Apakah kita bisa berbicara dengannya ?”
“eiiiit …, kebetulan, dua-tiga hari lagi mereka akan datang. Silahkan tinggal di dalem Kolo Marican, gusti Dewi“
“Bagus, aku mau buat political deal dengan sang Prabu … “
Mengetahui keadaan Manthili sedang susah darah negarawan Shinta terusik. Ia tahu bahwa Alengka adalah negara facist adidaya yang sangat kaya raya. Beberapa hari kemudian datanglah penguasa rimba Jantoko, maharaja Prabu Rahwana dengan diiringi oleh adiknya, Dewi Sarpokenoko. Prabu Rahwana tubuhnya tinggi besar dengan badan gempal penuh otot pating pethokol mirip Ade Rai, Arnold Schwarzneger, atau the Rock. Lehernya leher beton dengan rambut gimbal terurai krembyah-krembyah. Prabu Dasamuka adalah raja pemarah – bludregan. Ia tidak bisa dibilang tampan. Rahangnya pesegi kukuh yang justru memancarkan citra jantan. Matanya mudah melotot. Jika bicara seperti mem-bentak dan selalu diikuti dengan sumpah serapah. Jika berjalan selalu menghentak hentak bumi sampai serasa ada gajah lewat. Raja gung binatoro ini sangat pd, nyaris megalomania. Sarpokenoko adalah wanita militer. Tubuhnya juga tinggi besar. Dandanannya menor dan suaminya banyak. Poliandri umum diwaktu itu. Di Mahabharata Dewi Drupadi atau Dewi Pancali bersuamikan lima orang. Kol. Marico adalah salah satu suami Sarpokenoko. Setelah dikenalkan dan basa basi, Shinta mulai bicara
“Prabu Rahwana, izinkan saya bicara”
“Mau apa kau ! “ Dengus bernada bariton keluar dari rahang kukuh Rahwana.
“Negara saya miskin, kanjeng Prabu. Saya hendak minta bantuan. Sebagai imbalan, negara kami akan menyerahkan pangkalan militer “
“Mengapa harus membantumu, hah “ Sang raja ganas bereaksi “Tak gempur negaramu jebol ! “ Rahwana menggeram menunjukkan jati dirinya sebagai makluk ganas. Shinta yang selama ini dirundung nestapa mendapat kesempatan untuk melupakan pedih hatinya. Ia tertantang menjinakkan si buas.
“Kanjeng Prabu tidak perlu menggempur negara saya yang miskin dan lemah. Mengapa tidak menggunakan modus operandi yang lain ?“
Shinta tersenyum manis. Ia menyukai peranan barunya. Kemanapun ia pergi selalu dilelo-lelo seperti golek emas. Tidak ada seorangpun mengijinkannya bekerja keras. Sekarang ia harus meyakinkan si Penyamun. Ia menyukai peranan barunya. Semangatnya ma-kantar2. Disisi lain sang maharaja ter-heran2 ada makluk lemah dan rapuh ngèyèl. Ia selalu berhadapan dengan raja2 dan satria2 perkasa dan berujung dengan lutahing ludiro (banjir darah). Sekarang berhadapan dengan wanita. Raja besar yang kuper dengan wanita jadi kikuk. “ Modus operandi apa ? “
“Nglurug tanpo bolo, menang tanpo ngasoraké, dan sakti tanpo aji “ Shinta menyembah takjim. “Opo kuwi, ndhuk ? “ Rahwana mulai tertarik. Ndhuk ! Shinta nyaris berteriak kegirangan, nada ndhuk-nya nada kekeluargaan. Si Penyamun sudah tidak lagi melihat dirinya sebagai mangsa ! Diusapnya keringat dingin di keningnya.
############################
Episode 11
Si Molek dan si Buas
Beauty & the Beast
“ Selama ini baginda selalu mengerahkan wadyo bolo pirang-piramg bergodo, menang dengan mengalahkan dan selalu ngagem aji2 “ Shinta mengerahkan kasudibyan salesmanshipnya. “ Sekarang kita coba menaklukkan tanpa wadyo bolo, tanpa aji-aji, dan tanpa menyakiti warga sana, bisa tidak “ Sikap Shinta mengusik “ Selama ini gusti Prabu selalu memakai modus operandi wutahing ludiro (tumpahnya darah), sekarang kita coba modus baru, kanjeng Prabu “ Wajah sangar Rahwana meredup, ia menyimak kata-kata Shinta dan Shinta mulai berkicau. Saat itu Shinta merasa bebas, lepas dari suami yang tidak mencintainya. Ia menjadi dirinya.
“Kanjeng Prabu sugih kendel bondho wani. Itu memang perlu tetapi tidak cukup“
“Opo manèh ?”
“Sugih pétung bondho kaweruh. Kaweruh itu digembol ora metosol, diguwak ora gemrosak”
“ Wuik, opo kuwi, ndhuk “
“ … ihik, hik, hiiii hikk … saya juga tidak tahu … cuma mbagusi kok … hik hik …“ Shinta terkikik sambil menutupi mulutnya. Wajahnya tampak naif dan manis. Seperti bocah ketahuan bohongnya. Sang Raja ter-bahak-bahak dikerjain gendhuk itu.
Kemudian pembicaraan bergeser, Shinta mulai bicara tentang dunia kecilnya dihutan kemarin. Tentang kembang Sepatu, Menur & Kenongo, burung Bekisar, bahkan tok-érok dengan matanya yang seperti kelereng. Dengan mata berbinar diceritakannya sayap-sayap bening bandhempo yang seperti kain sutra. Sampai larut malam. Pada hari yang lain Shinta bicara tentang dirinya yang juga manusia biasa. Ia juga wanita seperti layaknya wanita lainnya. Yang membedakannya hanya kedudukannya semata. Saat Rahwana datang menemuinya, sesekali sempat juga ia memperhatikan tubuh Rahwana yang tinggi besar, gempal, berotot, dan atletis. Bahkan tubuh Rahwana jauh lebih tegap dari pada Rama suaminya. Rahwana, jelas jauh lebih ‘macho’ dan tentu bisa membuat setiap wanita gandrung dan mabuk kepayang. Sebagai seorang wanita muda yang sudah sekian lama tak tersentuh laki-laki. Dewi Shinta beberapa kali juga sempat merasakan detak jantungnya tiba-tiba berdegup keras tak terkendali. Bulu kuduknya seringkali berdiri meremang, saat membayangkan tubuh Rahwana menyentuh dirinya. Bukan karena takut, tetapi karena terbuai oleh bayangan erotik yang tiba-tiba merangsek ke dalam benaknya. Keringat dinginnya mengucur begitu saja di seluruh permukaan tubuhnya. Tubuhnya, tiba-tiba berubah menjadi panas dan seketika otaknya tidak lagi bisa berpikir jernih. Ada gejolak gairah yang tiba-tiba menyeruak tanpa bisa dikendalikannya. Badannya bergetar hebat, lidahnya terasa menjadi kelu dan sukar untuk berkata-kata. Jari-jari tangannya yang lentik, tiba-tiba menjadi gemetar. Tubuhnya lemas dan seakan ia tidak mempunyai kekuatan untuk menggerakkannya. Hatinya sejenak menjadi resah dan gelisah. Saat ia menjawab pertanyaan Rahwana, kalimat yang terlontar dari mulut mungilnya begitu bergetar, sehingga saat mengucapkannya menjadi terbata-bata. Untunglah, Rahwana menganggap kalimat yang diucapkan terbata-bata itu, sebagai ucapan seorang yang sedang dilanda ketakutan hebat. Andai saja Rahwana tahu apa yang sedang dirasakannya, mungkin ceritanya akan menjadi lain. Selama ini dunia Rahwana adalah dunia satu dimensi. Selalu tentang darah, darah, dan darah. Malang melintang dari satu medan laga ke medan tempur lainnya, Dalam keriuhan ringkik kuda, deru campur debu, lolong kematian, sumpah serapah. Tentang bagaimana meretakkan rahang lawan. Tentang bagaimana menebang leher musuh. Tentang bagaimana memporakporandakan pertahanan lawan. Dunia lutahing ludiro … bau anyir mengikuti kemana Raja beringas ini pergi. Kini Sang Penyamun teretegun melihat dunia lain. Dunia yang tak pernah dijenguknya. Tentang Semprang yang ekornya njeprik, tentang anak-anak bebek yang namanya minthi. Kemudian tentang Ronggowarsitan; tentang Kolotidho, Kolobendu, dan Kolosubo. Tentang Unining Uninang Uninong. Sang Maharaja tergugah; ia melihat dimensi lain selain genangan darah merah. Ia mulai menyukai kicauan si burung Pipit kecil mungil, si gendhuk Shinta. Gendhuk mungil itu menghadirkan pelangi dalam hidupnya. Di sisi lain, rasa bombong merayap di hati Shinta. Berbulan di alas Dandoko serasa tidak punya arti. Di Jantoko ia melakukan peranannya nyaris sempurna. Negotiator par excellence ! The beast nyaris dijinakkannya, ia tidak lagi buas. Harga dirinya membubung naik. Mendung yang menyaput wajahnya tersibak sampai sumeblak. Kecantikannya kembali mencorong seperti bulan moblong2. Semua orang terpesona oleh kecantikannya tetapi si buas ini tidak. Ia sudah tuwuk dengan gadis cantik. Baginya, mencari gadis ayu semudah memijit buah Ranti. Ia lebih menyukai kicauannya dan Shinta sangat berbahagia dengan sorot mata menyanjung dari si buas. Hati Shinta ber-bunga2. Ia merasa bebas, seperti burung terbang diangkasa melayang-layang. Shinta menjadi sedikit liar. Malam itu bulan purnama. Shinta & Rahwana bercengkerama berdua dipinggir sebuah sungai. Entah apa yang sedang terjadi, mungkin Bathara Kamajaya sedang lewat disitu. Atau Shinta ikut-ikutan meminum anggur Sang Penyamun yang membuatnya sedikit pusing. Suasana begitu indah dan Shinta tergerak untuk mengeramasi rambut Sang Penyamun yang gimbal dan krembyah-krembyah. Sang maharaja manut, ia telentang
dipinggiran pasir kali yang basah. Dibiarkannya gendhuk mungil itu membasahi rambutnya. Sambil berdendang, Shinta mengeramasi rambut Sang prabu. Kemudian dibasuhnya muka Sang Raja sambil tiap kali membetulkan kemben yang lobok. Kemben pinjaman mbakyu Sarpokenoko kedodoran. Selalu mlotrak mlotrok.
############################
Episode 12
Julang Pilar Legam
Lama-lama Shinta gregeten. Kemben akhirnya ditanggalkannya dan ia bertelanjang dada. Sepasang cengkir gading yang indah bergelantungan dengan bebasnya. Shinta membasuh leher Rahwana, kemudian kebawah, mengusap badan Sang prabu yang penuh bulu. Badannya bergoyang dan terkadang sepasang cengkir gading itu berayun-ayun menyapu badan Rahwana. Ketika membasuh lengan, telapak tangan Sang Raja dilekatkannya ke dadanya. Ketika sampai ke pinggang Sang Raja, tanpa wigah wigih disingkapnya kain Rahwana. Janda muda itu terkesiap nyaris terpekik. Ada pilar menjulang tegak. Seperti batu gilang hitam legam. Besar. Untuk sesaat Shinta terpana dan terasa darahnya berdesir. Diambilnya segayung air dan disiramnya pilar hitam itu. Kemudian diusapnya pilar itu. Jari2 lentiknya tampak mungil menyusuri pilar yang menjulang seolah menuding indahnya Sang Ratri. Lalu dikecupnya mahkota pilar itu. Seolah mengecup sekuntum mawar. Bukan mawar merah atau putih, mawar hitam. Mulutnya tampak kecil, apalagi ketika pilar itu masuk kemulutnya. Beberapa saat pilar itu diantara kemungilan jari-jari lentik dan mulutnya. Lalu didekapnya pilar itu kedadanya. Pilar itu terasa hangat. Dan putik sepasang cengkir gading itu merona ke-merahan. Tiba-tiba Shinta merasa ada yang basah mbrebes mili dari dirinya, dan hangat. Sembari berdiri dibukanya kain yang menutup tubuhnya. Ia kini berdiri tanpa sehelai benangpun dan rembulan membuatnya seperti bersinar gilang gemilang. Rahwana memandangi tubuh mungil indah itu. Dan pilar legam itu terangguk-angguk, seolah memengagumi keindahan tubuh molek itu. Shinta merebahkan badannya kepaha Rahwana. Seperti cecak ia merayap ke tubuh Dasamuka yang terlentang. Pelan-pelan ke atas sambil menciumi seluruh tubuh Sang Penguasa rimba Jantoko. Cengkir gadingnya menyusuri tubuh Rahwana yang penuh bulu. Dua-duanya tergetar. Terasa bagai ada dua butir kerikil diujung cengkir gadingnya menyentuh tubuh Sang Raja. Akirnya Shinta sampai keatas, nafaspun menderu. Dikecupnya pipi Sang Penyamun dan kemudian didapatnya mulut Sang Raja. … sensor … sensor …. sensor ….
Ini yang di sensor:
Sensor OFF. . .
Bergegas mereka pergi ke bangunan utama keratin Alengka dan langsung masuk kamar tidur keprabon. Rahwana menendang pintu “blaam” hingga tertutup. Mereka bergulingan di kasur yang empuk dengan nafas terengah-engah. Desah nafas keduanya makin menderu. Tangan Shinta me-raba-raba mencari-cari pilar itu. Antara gairah dan sedikit takut karena pilar yang kelewat besar bagi tangan Shinta. Ukuran kejantanan Rahwana ini pas sekali dalam genggaman tangan mungil wanita itu, ukurannya yang besar sangat cocok dengan postur tubuh Sang Penguasa dan ini sangat mempesona bagi Shinta. Urat – urat yang mengitari batang kejantanan Rahwana berdenyut dalam genggaman tangan wanita itu; wanita cantik itu tak bisa menghindari kekagumannya pada alat vital Sang Penguasa namun seperti anggota tubuh yang telah dipasangi susuk, Shinta tidak bisa melepas pandangan dari kejantanan pria itu. Ingin sekali rasanya wanita itu merasakan kejantanan Rahwana itu di dalam garba kewanitaannya, ia tidak yakin benda besar dan panjang ini bisa masuk seluruhnya, tapi… Shinta seharusnya tidak akan mengijinkan Rahwana menyetubuhinya. Ya. Itu pasti. Tidak mungkin. Mestinya tidak boleh, namun ia telah mantab akan meninggalkan suaminya yang bisex dan hanya peduli kepada Lesmana itu.
Tangan Rahwana meraih pergelangan tangan Shinta dan membimbing mengocok kejantanannya secara perlahan. Kejantanan Rahwana yang hitam, besar dan panjang membuat wanita itu sangat terpesona. Penis Rahwana jauh lebih gemuk daripada milik suami yang ditinggalakannya, lebih panjang dan sangat keras. Panjangnya melebihi milik Rama. Hitam… besar… panjang…
Setelah beberapa saat membiarkan tangan Rahwana membimbingnya, Shinta tidak membutuhkan dorongan apapun lagi untuk terus menikmati kemantapan alat kelamin Sang Penguasa ketika Rahwana melepas tangannya, Shinta masih terus mengocok kejantanan raksasa itu. Apa yang dimiliki itu tak akan mengingkari hukum alam, bagaimana orang sebesar dan sehitam Rahwana semestinya memang memiliki penis yang seperti ini! Begitu besar dan panjang… tangan Shinta bergerak turun ke pangkal batang kejantanan pria itu, mengagumi ukuran kejantanan yang sebelumnya belum pernah ia lihat. Nafas wanita itu makin berat, nafsunya mengambil alih, birahinya makin meningkat. Wanita itu tidak akan keberatan kalau benda ini dicoba dimasukkan ke dalam liang kenikmatannya… tapi… tapi…
Saat itulah Rahwana mendorong jarinya yang panjang ke dalam bagian terlarang milik Shinta. Terpengaruh oleh rangsangan bertubi, Shinta mencoba menyikapi dengan kesadaran yang tersisa. Hanya ada satu konsekuensi yang akan ia peroleh jika mengijinkan Rahwana melakukan rangsangan lagi, dan hal itu mestinya tidak boleh terjadi. Shinta berusaha menyadarkan dirinya sendiri. Dia telah pernah menikah. Dia barangkali mencintai Rama, suaminya, tapi kini di negeri asing ini belum tentu. Dia belum mencintai Sang Penguasa ini karena baru berkenalan. Tubuhnya hanya pernah dimiliki Rama, mantan suaminya. Dia seharusnya tidak boleh membiarkan ini semua berlanjut sebelum urusannya clear dengan mantan suaminya!
“Lepaskan aku dulu kang mas, baiknya kita omong-omong saja dulu!” tuntut si seksi itu. Tapi Rahwana tidak menghiraukannya.
“Strategi militer kita bicarakan nanti saja nduk cah ayu,” tukas Rahwana. Bibir pria hitam dan tinggi besar itu masih terus memagut leher putih mulus milik wanita itu. Jari jemari Rahwana menusuk lebih ke dalam. Kaki Shinta menggeliat dan menjepit tangan Sang Penguasa ia berusaha menarik tangan Rahwana keluar dari selangkangannya.
“Ini sudah keterlaluan, kita tidak boleh melakukan ini dulu! Aku ini menawarkan kerjasama militer!” Ia coba berdiplomasi.
“Ini duluan tak papa toh?” Raksasa itu mana peduli, ia malah nyengir ketika dia diingatkan bahwa tubuh molek yang menggiurkan yang sedang menggeliat di bawah tubuhnya ini adalah milik laki – laki lain, tubuh seorang ratu bahkan! (Rahwana belum tahu bahwa Shinta telah menceraikan Suaminya secara sepihak) Dengan nekat Rahwana memutarkan jarinya di bibir kemaluan Shinta yang makin lama makin basah, lalu menusukkan jarinya itu ke dalam kewanitaan Shinta lebih dalam lagi.
Ketika jari Rahwana melesak masuk, tanpa sadar wanita itu meremas kejantanan Rahwana dengan kencang. Penis itu begitu besar dan keras, wanita itu seakan tak mampu menggenggamnya utuh karena ukuran lingkarnya yang sangat besar. Dia tak pernah menduga orang sebesar Rahwana memiliki penis yang malahan sedemikian besarnya, ia sudah memperkirakan ukurannya, tapi penis milik Rahwana ini melebihi semua imajinasi liarnya. Batang kejantanan hitam besar milik Rahwana berdenyut dalam genggaman tangan Shinta yang halus, si cantik itu bisa merasakan denyut yang bergerak di urat yang bertonjolan di batang yang terisi oleh desakan darah dan sperma yang siap diledakkan. Raksasa itu menarik jarinya dan merubah posisi. Ia mengangkat tubuhnya sehingga Shinta kini bisa melihat langsung ukuran sebenarnya batang kejantanan laki – laki yang baru saja menindihnya. Mata indah si cantik itu langsung terbelalak! Luar biasa besarnya! Jauh lebih besar daripada milik Rama atau . . . apalagi Lesmana yang setengah banci itu!
“Oh Jagad dewa bathara!” desis Shinta yang terkejut.
Raksasa itu meringis. Dia bangga dan bahagia melihat reaksi tamu agungnya yang terkejut saat melihat ukuran kejantanannya. Reaksi jujur yang ditunjukkan oleh wanita itu sungguh sedap baginya. Rasa ketakutan karena tak ingin ketahuan, perasaan bersalah, nafsu yang menggelegak yang sangat terlihat di wajah wanita itu adalah keindahan sempurna bagi pria itu. Inilah yang membuatnya terangsang hebat. Shinta memang bukan seorang perawan, tapi Rahwana memperkirakan tusukan pertama penetrasinya akan seret sekali, karena walaupun sudah pernah berkali – kali melayani nafsu suaminya, garba wanita itu masih sangat mungil. Shinta memandang penis Rahwana dengan penuh ketakutan sekaligus kekaguman. Seakan ia berhadapan langsung dengan seekor ular nogotaksoko dan takut untuk menggerakkan tubuh sedikitpun. Bagi pria itu, menyaksikan konflik batin Shinta yang jelita itu sungguh suatu kenikmatan yang tak terkira.
“Cah ayu, apakah kamu inginkan yang ini nduk? Bukankah lebih baik kita nikmati saja malam yang indah ini?”
Shinta menatap Rahwana bingung, apa maksud kata – katanya itu?
Raksasa itu tersenyum dan mengulangi lagi ucapannya, “setelah selama ini bersuamikan laki – laki hebat tapi pervert setengah homo seperti Rama … apakah begini yang kamu inginkan denok deblong? Senjata pusaka sejati dari laki-laki sejati seperti ini nduk?”
Wajah Shinta memerah karena jengah. Ia jengkel dan kesal pada sikap Rahwana yang arogan, tapi memang benar apa kata sang raja itu – wanita itu sangat tertarik mencicipi kejantanan milik Rahwana yang luar biasa besarnya. Warna merah jambu karena malu merambati pipi wanita ini. Kejantanan sejati… Senjata Pusaka sejati… laki-laki sejati .. .. kata – kata itu terus berulang di otak Shinta yang makin kalut. Tidak mungkin ada penis sebesar itu! Terlalu besar dan panjang! Batin Shinta dalam hati. Setahunya lewat visidi beli di pasar gembrong yang pernah ditontonnya, tidak mungkin ada penis yang batangnya hampir sama besarnya dengan pergelangan tangan wanita itu! Ia lupa bahwa anak-anak kecil di Mantili saja sudah sering melihat ‘barang’ milik para raksasa negro Afrika yang besar dan panjang dari warnet bahkan milik para raksasa di pelosok kampung dan kota-kota kerajaan Mantili. Ketika Rahwana berpindah posisi dan kedua tangannya kini berada di bawah kain wanita itu, Shinta yang jelita itu bisa melihat dengan jelas batang penis pria itu! Shinta terbata – bata melihat panjang penis pria itu. Tidak akan muat! Benda ini tidak akan muat masuk ke dalam bawuknya yang mungil! Benda itu akan menghancurkan rahimnya! Batin Shinta lagi.
“Terlalu panjang dan besar…” desis Shinta perlahan.
Nafasnya kembang kempis, ada desakan berat di dalam dadanya, di tenggorokan dan dalam pikirannya. Panas menghentak – hentak membuat birahi wanita itu meninggi, ada kehausan luar biasa yang ditimbulkan pemandangan indah yang diberikan Rahwana pada lubang kemaluan Shinta. Rahwana tersenyum ketika wanita cantik itu menggerakkan pinggulnya keatas tanpa sadar, mengikuti gerakan tangan Rahwana mendekap pinggang dan memepetkan bunga basah yang mungil itu ke tubuhnya.
Shinta telah menyerah kepada sang rajanya…
Shinta telah ditaklukkan…
“Ya jagad dewa! Apa yang… maaf kakanda Rama, suamiku…” pikirnya.
Raksasa itu tersenyum, lagi – lagi laki – laki besar berotot berkulit hitam itu menempelkan bibirnya ke bibir tipis wanita itu, mengatupkan mulutnya ke mulut Shinta dengan satu ciuman penuh nafsu. Apapun kata – kata yang hendak diucapkan Shinta, semua permohonan dan penolakannya, luruh oleh ciuman itu. Shinta menggeser kepalanya mencoba menghindar dari ciuman Sang Penguasa tapi gerakan itu justru membuat Rahwana mendapatkan akses ke arah telinganya yang seputih pualam. Raksasa itu tidak berhenti di bibir wanita itu, lidahnya menjilat pipi dan telinga si cantik itu, masuk ke dalam telinganya, memutar dan merasakan tiap sisi kecantikan parasnya. Dada bidang Rahwana bisa merasakan kehangatan yang dihadirkan buah dada cengkir gading Shinta yang menempel kepadanya, mendorongnya naik turun seiring emosi dan nafsu yang menggelora di badan sang Shinta. Shinta tidak bisa menghindar dari rangsangan hebat yang dilakukan Rahwana pada telinga dan pipi dan dadanya, tubuhnya bergetar dan menggelinjang. Tangan Rahwana merenggangkan kedua paha Shinta, menekuknya sampai se-pinggul. Raksasa itu memposisikan dirinya di antara kedua kaki sang kekasih. Shinta menyadari apa yang tengah ia hadapi. Godaan lidah Rahwana yang terus menjilati wajah dan telinganya tak berbelaskasihan… sekaligus menggairahkan. Rahwana yang berkulit gelap itu benar – benar tahu bagaimana caranya membuatnya bergairah! Sangat nakal, sangat… terlarang. Shinta memiringkan kepala, membuat telinganya jauh dari jangkauan lidah pria itu, ia menatap pria yang tengah menggumulinya dan hendak memintanya berhenti. Ia menatap mata pria itu… mata yang penuh dengan hasrat dan nafsu. Nafsu birahi untuk menggauli tubuh indahnya. Batin wanita itu dipenuhi perasaan yang berkecamuk dan menggelora. Dia bingung, jantungnya berdebar kencang dan nafasnya kembang kempis naik turun. Bukannya menolak laki – laki yang bukan suaminya, Shinta malah menggoyang pinggul karena tak tahan godaannya. Ia malu sekali. Ia ingin memaki – maki dirinya sendiri yang tak mampu menahan birahinya, namun ketika mulut Rahwana mencium bibirnya, wanita itu tak mampu melawan sedikitpun. Bibirnya yang indah membuka sedikit untuk menerima serangan nafsu dari sang raja yang digdaya. Ketika lidah Rahwana masuk ke dalam mulutnya, lidah wanita itu menyambut dan keduanya segera bertemu dalam pertempuran nafsu. Ujung pusaka Rahwana yang jelas tak bersunat itu menyentuh bibir mbakyu T wanita itu, batang kejantanan laki – laki perkasa itu siap dilesakkan ke dalam liang cinta sang Shinta yang jelita. (mbakyu T = miss Tempik, miss V) Tentu di India Selatan tak ada budaya sunat-menyunat, namun kulup penis yang telah diplorotkan membuat mata indah milik wanita itu menyala karena kaget. Dengan pandangan bingung, wanita cantik itu menatap mata buas penuh nafsu milik Rahwana yang sedang memeluk dan menciuminya. Raksasa itu menatap mangsanya dengan senyum penuh gairah. Dia sangat menyukai saat – saat seperti ini, saat di mana wanita yang hendak ia tiduri menatap tak percaya kepadanya. Mata wanita itu terbelalak lebar karena tahu penis hitam milik raja yang digdaya sudah siap masuk ke dalam liangnya yang mungil. Rahwana mendorong pantatnya ke depan dan melepaskan ciuman dari mulut wanita itu.
“Ja – Jangan! Jangan…!! Kamu tidak boleh…” wanita itu mencoba melawan.
Raksasa itu menusuk lagi. Akhirnya ia benar – benar menembus gerbang garba wanita itu.
“Ahhhhhhhh!!!” jerit wanita itu tertahan.
Ia lalu berhenti. Rahwana kaget sekaligus senang ketika tahu bahwa vagina wanita itu ternyata masih cukup sempit dan rapat, batang penisnya yang masuk ke dalam liang kenikmatan wanita itu seperti dihimpit oleh dinding basah yang rapat dan nyaman, memberikan kehangatan yang lain daripada yang lain. Setelah tidur dengan Rama, perji (farji, vagina) mungil itu masih tetap seperti milik seorang pengantin baru. Rahwana menggerakkan badan ke depan, menusukkan kejantanannya ke mbakyu perji Shinta lebih dalam lagi. Masuknya batang penis Rahwana yang menjajah mbakyu Tnya sedikit demi sedikit membuat wanita itu secara refleks membuka kakinya lebar – lebar. Rahwana mengangkat pinggul wanita itu yang seksi dan mengangkatnya tinggi sementara dia melanjutkan niatnya menumbuk sang bidadari. Hampir tiga perempat bagian batangnya sudah masuk ke dalam, melewati bibir vagina wanita itu yang basah dan merah. Rahwana menusuk sekali lagi, menambah kedalaman batangnya.
“Ooooooh… jangan… aku tidak kuat lagi!”
Raksasa itu tertawa penuh kemenangan dan mendorong penisnya lagi. Pinggul wanita itu mulai tersentak – sentak tak teratur di bawah pelukan raja yang digdaya, kakinya yang jenjang meronta – ronta. Wanita itu mencoba mendorong tubuh pria itu, ia mencoba memberontak meskipun semuanya sia – sia, Rahwana masih tetap bertahan. Justru karena wanita itu memberontak, batang penis laki – laki raksasa itu makin membenam di dalam liang cintanya. Akhirnya si cantik itu menyerah, batang kejantanan raja yang digdaya itu sudah terlalu dalam terbenam dan kewanitaannya sudah menangkupnya dengan erat, tak akan ada gunanya melawan apalagi mencoba mendorong pria itu. Dia memang harus rela disetubuhi pria itu seperti yang telah dimulai Shinta terlebih dulu. Kalimat itu membuat gemetar seluruh tubuh wanita itu. Dia berlagak tak mampu berbuat apa – apa lagi! Dia hanya bisa pasrah! Dia akan segera mendapat kenikmatan luar biasa disetubuhi sang raja! Nafsu birahi yang bercampur dalam benak sang Shinta membuatnya sangat bergairah. Ada perasaan aneh yang menyapu tubuh wanita itu, gairah sensasi birahi yang menyelimuti dari ujung kaki hingga ke ujung rambut. Ia mulai terbiasa dengan ukuran kejantanan pria itu. Kewanitaannya yang terus disiksa oleh kenikmatan mulai lengket pada batang penis raja yang digdaya, dinding garba wanita itu mulai merenggang dan menyesuaikan dengan ukuran penis yang menginvasi. Namun… ketika wanita itu sudah bersiap, tiba – tiba saja Rahwana berhenti. Setelah beberapa detik tanpa ada gerakan, wanita itu akhirnya sadar Rahwana sudah berhenti menusuk. Ketika mata indah Shinta yang cantik itu melihat ke tubuh yang menguasainya, Rahwana rupanya tengah terdiam dan menikmati saat – saat yang sangat diimpikannya, yaitu saat penisnya masuk ke dalam vagina wanita itu. Otot vagina wanita itu berkedut meremas penis yang ditusukkan ke dalam, menyebarkan sentakan birahi ke seluruh tubuh wanita itu. Wanita cantik itu puas sekaligus malu karena bagian dalam tubuhnya seakan membelai batang kejantanan pria itu dengan kedutan-kedutan halus. Bagaimanapun caranya wanita itu masih mencoba untuk mengendalikan tubuhnya sendiri. Ketika wanita itu melihat ke atas, ia melihat Rahwana menatapnya tajam, merekapun saling bertatapan. Wajah wanita itu memerah karena malu.
“Su… sudah semua? A… apa sudah masuk semua?” tanya wanita itu.
Raksasa itu menyeringai. “Belum cah ayu.”
Raksasa berkulit gelap itu mengeluskan tangannya di lekuk pinggang wanita itu, menikmati kehalusan kulit sang bidadari, naik ke atas, lalu menggenggam erat lengan mungil Shinta.
“Belum, ini belum masuk semua cah ayu, apa wis merasa enak?” tambah pria itu. Ia tersenyum, jelek wajahnya namun punya pesona tersendiri, dan menusuk lagi.
Betapa nikmatnya melihat wajah wanita itu yang terkejut oleh jangkauan tusukannya. Kali ini Rahwana memeluk erat wanita itu supaya posisi mereka tidak berubah dan ia bisa menusuk lebih dalam. Rahwana sangat menyukai cengkraman vagina wanita itu yang seperti tangan yang erat menangkup batang kejantanannya. Tusukan penis panjang itu bagai melawan dinding rahim wanita itu dan menembus terus ke dalam rintangan yang sebelumnya belum pernah ditembus oleh penis lain.
“Ooooooh… Ya jagad dewa bathara… oooooh.” Desah wanita itu.
Raksasa itu melepas satu tangan dan meraih rambut panjang wanita itu, ia menjambak rambut si cantik itu dan membuat kepalanya tertarik ke belakang. Wanita itu berteriak kesakitan, tapi rasa sakit itu seiring dengan gelombang nikmat sodokan di selangkangannya. Vagina wanita itu meremas penis Rahwana dengan otot lingkarnya tiap kali benda panjang yang keras itu masuk dan mencoba menjelajah ke dalam.
Beberapa saat kemudian, wanita itu bisa merasakan tamparan kantung pelir Rahwana yang mengenai pantatnya. Saat itulah wanita itu sadar, kalau kantung kontal-kantil Rahwana telah menempel di pantatnya, itu artinya batang kejantanan raja yang digdaya itu telah masuk seluruhnya ke dalam vaginanya! Secara insting, wanita itu mulai menggoyang pantatnya.
Raksasa itu menatap ke bawah, dia menikmati kecantikan alami wanita itu, dia menikmati halusnya leher jenjang wanita itu, dia menikmati matanya yang lebar, hidung mancungnya dan nafasnya yang kembang kempis. Mata si cantik itu kabur, Rahwana memberi kesempatan pada wanita itu untuk mengembalikan kesadaran, ketika akhirnya mata indah itu menatapnya tajam, Rahwana tersenyum penuh kegembiraan pada wanita itu. Wanita cantik itu membalasnya dengan senyuman lemah.
“Sekarang cah ayu,” kata pria itu, “saatnya kita berdua menikmatinya, Shinta yang denok.”
Mata wanita itu terbelalak melebar, dia terkejut oleh situasi dan kata – kata yang dikeluarkan raja yang digdaya ini. Tapi Rahwana lebih terkejut lagi ketika dia merasakan kaki jenjang wanita itu melingkar di pinggangnya. Raksasa itu tersenyum lagi, kali ini wanita itu membalasnya dengan gugup. Lalu Rahwana mulai menyetubuhinya. Wanita itu melenguh dan mengerang penuh nafsu ketika Rahwana menarik diri dan kemudian menusuk dengan kekuatan penuh. Berulang kali Rahwana mengangkat pinggulnya dan menjatuhkan diri ke dalam selangkangan wanita itu yang terbuka lebar. Rahwana menikmati kelembutan paha dalam wanita itu yang bagaikan sutra ketika tamunya ini mengikat pinggulnya dan menariknya ke bawah. Tamunya yang seksi takluk akan kenikmatan birahi di bawah pelukannya! Apakah ada yang lebih nikmat daripada ini?
Tentu saja ada, bagi Sang Penguasa kenikmatan puncaknya adalah ketika dia menyemburkan spermanya dan berharap ia bisa menghamili wanita sesempurna wanita itu. Itu akan jadi hal yang terindah baginya. Raksasa itu merenggut pundak wanita itu dan menikmati tiap jengkal kedalaman tempiknya, ia terus mendorong penisnya dan mengacak-acak vagina yang hanya pernah menjadi milik kesatria Rama suami wanita cantik yang kini meringkuk dalam pelukannya. Bagi Sang Penguasa sesaknya lorong vagina perempuan itu adalah surga yang menjadi nyata.
Kenikmatan yang terlalu berlebih membuat wanita itu tak kuat lagi, ia melolong ketika cairan cintanya mengalir. Ratapan yang keluar dari mulut wanita itu bertolak belakang dengan orgasme yang keluar dalam liang kenikmatannya. Rahwana merasakan getaran pada tubuh indah yang kini berada di bawahnya, ia berhenti sebentar, lalu melanjutkan lagi genjotannya.
“Jangan Kakang… sudah… sudah cukup… aku sudah keluar… sudah…”
Raksasa itu hanya tertawa dan meneruskan gerakan maju mundurnya.
“Oh Jagad Dewa! Sudahlah, Kakang! Sudah cukup… aku tidak kuat lagi… kamu dengar tidak? Aku sudah keluar… aku tidak kuat…”
Raksasa itu hanya mempedulikan sedikit rengekan wanita itu dan meneruskan gerakannya. Wanita itu menggeliat dan meronta, mencoba mendorong tubuh pria itu. Tapi raksasa itu lebih kencang memegang tubuhnya, ia juga lebih kuat dan lebih bernafsu. Tiba – tiba saja tubuh wanita itu mengejang, dengan satu lolongan bernafsu, wanita itu sampai di puncak kenikmatannya yang kedua. Wanita cantik itu tersentak – sentak dan bergetar akibat sensasi luar biasa yang berasal dari tubuh bagian bawahnya. Si cantik itu tidak percaya, kaget dan terkejut… belum pernah ia mengalami puncak kenikmatan birahi seperti ini sebelumnya…
Sekian lama ia bersuami seorang kesatria, Shinta tidak pernah merasakan dirinya begitu nikmat. Suksmanya serasa terbang melayang ke awan. Selama ini ia merasakan suami yang setengah hati, yang stereo. Dengan tonjolan yang juga setengah hidup karena membayangkan Lesmana saja, seperti plembungan kurang angin. Kini ia merasakan tenaga sebatang tonggak legam. Tubuh Shinta meregang, bergetar dan denyut-denyut itu terasa nikmat. Ahhhhh …. , Wanita itu ambruk dalam pelukan Sang Penguasa puas dan pasrah. Tidak ada gunanya melawan. Rahwana meneruskan aksinya menggoyang dan menusuk garba wanita itu sekuat tenaga, memberikan serangan bergelombang di antara selangkangan sang wanita idaman yang mengikat pinggulnya dengan kaki yang jenjang. Gelombang orgasme membuat Shinta lemas, ia tidak lagi melawan dan membiarkan Rahwana melakukan apa saja dengan tubuhnya. Rahwana adalah seorang pria kuat yang telah mengambil apa yang ia inginkan dan dari apa yang baru saja Shinta alami, ia gembira sekali Rahwana menginginkannya. Kehangatan yang lembek terasa di sekitar selangkangan dan pinggang wanita itu, si cantik itu segera sadar kalau Rahwana akhirnya mencapai puncak orgasme. Semprotan pejuh Rahwana melesat jauh ke rahim wanita itu, tubuh wanita cantik itu bergetar seakan menunggu – nunggu bibit unggul yang ditanam oleh raksasa berkulit hitam yang bukan suami ini. Raksasa itu menarik kejantanannya dengan pelan, batangnya yang tebal dan panjang penuh dengan lumuran cairan cinta yang tercampur dari keduanya.
“Saya mencintaimu Shinta.” kata Rahwana dengan bersungguh – sungguh.
“Be… benarkah?”
Rahwana mengangguk, sudah kepalang basah, ia tidak akan mundur lagi. Ia benar – benar telah mencintai Shinta. Tidak masalah kalau ia ditolak dan harus mengundurkan diri menjadi raja penyamun lagi karena toh Shinta istri kesatria yang terkenal, yang penting, ia telah melindungi wanita yang ia cintai dan membuktikan cintanya. Shinta masih terus menatap mata Rahwana dengan pandangan berlinang. Lalu… dengan kekuatan yang entah datang dari mana, Shinta menyorongkan kepala ke atas, menarik kepala Rahwana ke bawah, dan mencium bibirnya dengan lembut. Rahwana kaget sekali melihat reaksi Shinta ini, ia tidak mengira tamunya itu akan menciumnya. Namun Shinta adalah wanita yang sangat diidam – idamkannya. Mendapat ciuman dari Shinta bagaikan mendapat anugerah yang tak ternilai harganya. Rahwana membalas ciuman Shinta dengan sapuan lembut di bibir. Mereka saling melumat dan memberikan nafas, menyapu bibir dan lidah dengan kelembutan. Setelah lama tak merasakannya, baru kali inilah Rahwana sadar, ia telah memperoleh apa yang telah ia damba selepas kehidupan kelamnya, ia telah memperoleh cinta. Setelah cukup lama mereka berciuman lembut, Shinta akhirnya melepas bibir Rahwana. Rahwana terdiam tak mampu bicara, bibirnya bergetar karena merasakan keindahan yang telah lama ia idam – idamkan.
“Mas…”
“I… Iya, manis?”
“Maukah kamu selalu tidur hanya denganku?” Pandangan mata Rahwana terbelalak kaget.
Secara jujur Dewi Sinta juga mengakui di dalam hati (hal ini secara diam-diam juga sering diutarakan kepada Dewi Trijatha), bahwa Rahwana dipandang dari satu segi, memang telah melakukan banyak kejahatan. Namun, dari segi lainnya, selama ini, ia selalu mendapat perlakuan yang sangat baik dan sopan oleh Rahwana. Dari berita dan cerita yang diterimanya dari berbagai pihak secara sembunyi-sembunyi, Dewi Sinta juga mendengar berbagai kabar tentang Rahwana. Sebagian besar kabar yang diterimanya itu, menceritakan bahwa Rahwana telah berubah menjadi orang yang gembira, penuh senyum, dan bahkan suasana istana sudah sangat berubah. Semua berita tentang Rahwana, ternyata merupakan berita yang sangat positif. Dewi Sinta sebenarnya juga berpikir, bahwa jika Rahwana benar-benar orang jahat, maka pada hari pertama saat ia datang, bisa saja ia langsung diperkosa dan ditinggalkan begitu saja oleh Rahwana. Tetapi kenyataannya, Dewi Sinta tidak pernah mengalami hal itu.
#####################
Kamar Rahwana.
Shinta baru sadar kalau ternyata kamar raja penyamun nya itu sangat bersih dan rapi. Ia tidak sempat memperhatikan ketika masuk ke tempat ini tempo hari. Barang – barangnya disusun di pojok, tempat tidurnya juga sangat bersih, sepreinya harum seperti baru dicuci. Kamar yang sebelumnya dijadikan gudang itu juga sangat wangi. Shinta jadi semakin kagum dengan pria yang telah menyelamatkannya dari cengkraman kegundahan karena Lesmana ini. Walaupun punya masa lalu yang bisa dibilang tidak menyenangkan, Rahwana adalah pria yang mengagumkan. Rahwana memang telah menceritakan masa lalunya, ia menjadi seorang raja daerah Selatan dengan ambisinya yang besar. Kini Rahwana ingin memperbaiki kesalahannya itu. Bagaikan pengantin yang baru saja menikah, tanpa diminta Rahwana mengangkat tubuh Shinta dan meletakkan tubuh indahnya dengan lembut di atas ranjang. Walaupun awalnya kaget, namun Shinta menuruti saja kemauan lelaki perkasa itu. Kain seprei yang bersih dan harum membuat Shinta tidak merasa jijik, ia bahkan sangat kagum dengan kerajinan dan kebersihan dayang-dayang Rahwana, sungguh sangat jarang laki – laki seperti ini. Rahwana duduk di samping Shinta yang terbaring. Dengan berani mantan istri Rama itu menyentuh pundak laki – laki raksasa digdaya yang rebah disampingnya. Ia menyentuh pundak Rahwana tanpa melepaskan pandangan dari mata pria raja penyamun itu. Tangan lembut Shinta meraih bagian belakang kepala Rahwana dan menariknya ke bawah, lalu bibir seksi si cantik itu mengecup bibir sang raja diraja. Ciuman lembut Shinta yang tulus mengoles bibirnya bagaikan obat untuk semua lelah, gelisah dan keluh kesah yang pernah Rahwana keluarkan seumur hidupnya. Olesan lembut bibir mungil tamunya itu juga membuat tubuh Rahwana bagaikan disentak aliran listrik berjuta volt, seandainya dia adalah sebuah baterai hidup, Rahwana sudah langsung tercharge dengan energi hingga penuh. Bibir mereka berdua saling mengelus, saling menimang, beruntai, berjalin, menikmati sentuhan pelan dan nikmat yang tak bisa diungkap dengan kata.
“Mmmhh…” desah Shinta manja.
Ia memejamkan mata dan membiarkan bibir Rahwana menari di atas bibirnya yang lembut, membiarkan bibir tebal dan keras sang raksasa menyelimuti bibirnya yang ranum. Olesan bibir Rahwana tidak seperti bibir Rama yang lembut atau bibir Lesmana yang kewanita-wanitaan. Lama pagutan bibir mereka tak saling lepas, Rahwana mulai mengeluarkan lidahnya yang bagai ular. Lidah Rahwana membuat Shinta makin tak berkutik dan tenggelam sepenuhnya dalam pelukan sang raja buruk rupa.
“Kang Mas?” tanya Shinta ketika bibir mereka lepas sejenak.
“Hmm?”
Shinta tak buru – buru menjawab karena kembali menikmati lidah dan bibir Rahwana.
“Aku… mhh… mmhh… mau… tanya…”
“Hmm?”
Kembali bibir Rahwana menggelayut di bibir sang kekasih namun kali ini Shinta menolaknya.
“Iiihhh… kakang nakal! Aku kan mau tanya sesuatu yang penting, jangan diganggu dulu!”
“Habis bibir kamu menggemaskan, mungil dan mengundang, aku jadi tidak tahan.” Kata Rahwana sambil tersenyum. “Baiklah, kamu mau tanya apa, sayang?”
“Bagian mana dari tubuhku yang paling kakang Rahwana suka? Akan langsung aku berikan sekarang juga.” Kata Shinta sambil menggigit bibir bawahnya dengan genit.
“Aku suka semuanya.”
“Ah, jawaban gombal.”
“Kalau begitu… aku suka dari ujung kaki sampai ujung rambut.”
“Hi hi hi, aku nggak percaya. Mana ada yang suka ujung kaki aku.”
“Aku suka.”
“Bohong.”
“Eh, gak percaya? Baik aku buktiin!”
Rahwana membalik badannya dengan cepat tanpa mempedulikan protes Shinta yang tertawa.
“Aku kan cuma becanda, kakang!”
Rahwana membuktikan kesungguhannya dengan menciumi jempol dan jemari kaki Shinta. Si cantik itu adalah wanita yang amat memperhatikan kebersihan, sehingga Rahwana tidak sedikitpun merasa jijik karena kaki Shinta sangat mulus dan bersih. Mirip kaki seorang bayi yang lembut dan suci. Rahwana mencium dan menjilat – jilat kaki sang kekasih dengan sepenuh hati. Shinta bergetar karena rangsangan Rahwana ini.
“A… aku percaya, kakang… aku percaya…”
Sambil tersenyum puas Rahwana mengelus lembut betis sang bidadari. Tentu saja pria perkasa itu tidak berhenti sampai di situ saja. Ia mengeluskan tangannya dari bawah ke atas, naik ke arah paha mulus Shinta. Kaki Shinta yang jenjang membuat Rahwana terkagum – kagum, begitu mulus, indah dan putih, bsangat sedap dipandang. Shinta memiliki karunia yang sangat lengkap dari ujung rambut sampai ke ujung kaki, semua indah dan sempurna. Tapi bidadari itu kini tengah dilanda nafsu birahi yang meledak – ledak, ia tidak mau tangan Rahwana hanya mengelus – elus betis dan pahanya saja, ia ingin lebih. Sambil berbaring di ranjang, Shinta memberanikan diri mengelus batang kejantanan Rahwana yang masih tersembunyi di balik celana. Tangannya yang lembut bergerak naik turun dengan perlahan, membuat sekujur tubuh Rahwana merinding keenakan. Siapa yang tidak mau penisnya dikocok wanita semolek Shinta? Hanya dengan melihat pandangan mata Shinta yang berbinar, Rahwana tahu kalau Shinta merindukan permainan cinta yang sebenarnya, bukan perkosaan brutal, atau hubungan dingin tanpa perasaan seperti yang ditunjukkan Rama. Rahwana akan membuat si cantik ini menikmati persebadanan yang indah bersamanya.
Perlahan Rahwana menurunkan celana berikut celana dalamnya. Batang kangmas K(ontol)nya menegak kencang di hadapan wajah cantik Shinta.
“Mas… aku ingin… mmm… boleh aku…?” tanya Shinta malu – malu. “Mmm… bolehkah?”
Shinta tidak melanjutkan kata – katanya saat ia melihat Rahwana mengernyit keenakan. Elusan lembut jemari Shinta pada batang kejantanan Rahwana membuat raksasa itu bergetar dan menggelinjang tak kuasa menahan nafsu. Hal itu membuat Shinta tersenyum tertahan, seperkasa apapun Rahwana, ia ternyata tidak tahan dengan jari – jarinya yang lembut. Sembari menikmati elusan lembut jemari Shinta pada penisnya, Rahwana melucuti pakaian yang ia kenakan. Ia ingin bersentuhan langsung dengan kulit mulus Shinta, tanpa terhalang baju mereka. Seakan mengerti kemauan Rahwana, Shinta mengikuti dengan melucuti pakaiannya sendiri. Ia berhenti sebentar mengelus penis Rahwana untuk membuka baju. Pria perkasa itu mengerang kecewa ketika Shinta berhenti menyentuh kejantanannya, namun karena ia mendapati Shinta sudah tak berbusana ketika ia membuka mata, Rahwana tak mengeluh sedikitpun. Rahwana berdecak kagum ketika kembali bisa menikmati keutuhan tubuh molek Shinta. Benar – benar seorang bidadari yang turun dari langit, sempurna tiada duanya. Bila dibandingkan dengan bintang sinetron, mungkin Shinta lebih cantik dan seksi, kini bayangkan jika tubuh sesempurna itu dipersembahkan sepenuhnya untuk pria seperti Rahwana! Pandangan matanya tak ingin lepas dari kesempurnaan Shinta, wajah cantik lembut dengan rambut yang terurai indah, kulit mulus seputih susu yang memancarkan keharuman mewangi, payudara sempurna yang sintal dan menggairahkan, pinggang ramping, pantat bulat, semua – untuk Rahwana. Shinta diam saja tanpa mempedulikan kekaguman Rahwana kepadanya dan meneruskan ‘pekerjaannya’ memainkan kejantanan Rahwana. Rahwana buru – buru sadar dari rasa kagum yang membuatnya terbengong – bengong dan segera kembali ke posisi semula, ia berbaring dan membiarkan wajah Shinta tepat berada di depan penisnya sementara ia sendiri berhadapan langsung dengan kaki sang bidadari. Saat itulah pria raksasa yang perkasa itu menurunkan wajahnya hingga ke kaki sang bidadari. Shinta meringis keenakan saat Rahwana beraksi, tanpa malu – malu pria raksasa raja diraja penyamun itu menjilati dan menciumi ujung – ujung jemari kaki Shinta. Rahwana melakukan aksinya dengan sangat pintar dan membuat Shinta menggelinjang, Janda muda yang statusnya mungkin adalah istri orang itupun tak kuasa menahan desahan demi desahan yang terus menerus keluar dari bibir mungilnya.
“Auhhhhhmmm, kakanggg… geli kakang… jangan… aaaaahhhh…” tangan Shinta tak beranjak dari batang kejantanan Rahwana, terus meremas dan mengocok penisnya yang besar dan hitam sementara sang raja penyamun mencumbu dan mengulum jari – jari kaki dan betisnya. Melihat Shinta keenakan, Rahwana menarik kaki wanita cantik yang mulus dan jenjang itu ke bawah.
Jengkal demi jengkal sisi-sisi kaki Shinta dicumbui dengan buas oleh Rahwana, si cantik itu makin tak tahan dibuatnya, kakinya bergerak tak menentu arah, menyepak kesana kemari. Rahwana tersenyum, dengan tangannya yang berotot dipegangnya kaki Shinta erat – erat, lalu dijilatinya seluruh bagian kaki Shinta yang sangat putih dan indah itu.
“Aaaahh, kakangsss… ouuuhhh, jahaaaat… geli ahhhh!!”
Rahwana melanjutkan ciuman dan jilatannya tanpa memperdulikan desahan manja sang janda muda. Shinta memejamkan mata menahan nafsunya yang menggelegak hebat karena permainan yang dilakukan oleh Rahwana. Semua perasaan jijik yang selama ini dipelihara telah ia lepaskan dengan bebas bersama Rahwana. Shinta melenguh dan mengerang tanpa malu, membiarkan suaranya lepas menyebar ke seluruh penjuru kamar istana. Seluruh penat dan stress karena masalah Lesmana dan Rama membuat Shinta menyerahkan seluruh tubuhnya pada Rahwana. Rahwana kini tak hanya menggunakan lidah dan mulutnya saja, tangannya bergerak menyentuh paha Shinta dan mengelus – elusnya lembut. Tak pernah ia membayangkan sebelumnya kalau ia mampu melakukan hal ini, yaitu mengelus – elus paha mulus seorang wanita cantik dan terhormat seperti Shinta. Mantan istri Rama itu masih memejamkan mata, ia membiarkan saja tangan Rahwana bergerak nakal menyusuri pahanya yang putih mulus sampai ke pangkal paha. Setelah bagian bawah kaki Shinta yang jenjang basah oleh ciuman dan jilatan bibir dan lidah Rahwana, kini giliran paha mulus Shinta yang diserang. Janda muda itu membuka pahanya lebar – lebar memperlihatkan keindahan bibir bawuknya yang merekah merah muda, kuncupnya yang mungil mempesona Rahwana. Ia kagum Shinta masih memiliki bentuk vagina yang indah padahal sudah bertahun ia memberikan segalanya pada Rama. Jari jemari Rahwana bergerak lincah menyusuri daerah sekitar bawuk Shinta tanpa sekalipun menyentuh bibir mbakyu Tnya. Tubuh Shinta menggelinjang karena menahan nafsu yang kian lama kian tak tertahankan. Sekali – sekali Rahwana menyentuhkan jarinya ke bibir bawuk Shinta seakan tak disengaja.
“Ahhhh!! Ahhh!!” desah Shinta manja, tubuhnya bergetar hebat tiap kali Rahwana memancingnya.
Tak tahan oleh perlakuan sang raja penyamun , Shinta melenguh panjang, kepalanya bergerak makin tak terkendali ke kanan kiri sementara matanya masih terus terpejam. Melihat gerakan erotis dan lenguhan manja sang tamu, Rahwana makin berani. Dengan nekat pria kurus berkulit gelap itu mendorong kepalanya masuk ke pangkal paha Shinta.
“Aaaaaaaaaaahhhh!!!” Shinta kembali mengeluarkan desahan panjang.
Rahwana terus melaksanakan niatnya menguasai daerah bawuk Shinta dengan bibir dan lidahnya. Hisapan, ciuman dan jilatan silih berganti menyerang sang janda muda. Belum sampai kejantanan Rahwana masuk, liang cinta Shinta sudah mulai basah. Bahkan Rahwana bisa melihat tetesan air cinta mengalir tipis dari bibir mungil bawuk sang kekasih. Shinta mengangkat pantatnya, meminta bibir Rahwana terus mengelus bibir vaginanya. Dengan lembut Rahwana menyusuri rambut bawuk Shinta yang lembut. Rahwana paling suka dengan wanita seperti Shinta, dia merawat rambut bawuknya dengan mencukurnya rajin, baunya juga sangat wangi dengan aroma khas. Rahwana sengaja menggoda Shinta dengan menghembuskan nafas ke liang kewanitaannya tanpa menyentuh. Shinta tak tahan lagi, dia sodorkan bibir kewanitaannya ke mulut Rahwana. Dengan kedua jarinya, Rahwana membuka sedikit mulut bawuk Shinta. Iapun segera mencari titik kelemahan sang janda muda – klitorisnya. Ketika tonjolan cukup panjang yang mematikan itu berhasil ditemukan, Rahwana memperlancar aksinya menaklukkan Shinta. Bentuk klitorisnya memang agak panjang menyerupai penis kecil tepat di atas lubang kewanitaannya dan ukurannya jauh lebih besar dibandingkan milik wanita lain. Jilatan, hisapan dan sedotannya membuat tubuh Shinta melonjak – lonjak bagai kuda liar yang sangat binal. Rahwana bahkan harus memegang erat tubuh Shinta agar tak terlonjak jatuh dari ranjang. Rahwana melumat lembut kelentit sang wanita cantik yang ada dalam pelukannya, ciumannya lalu beralih ke sisi luar bibir vagina dan akhirnya ke bawah, masuk ke dalam liang cintanya. Sekali lagi Shinta melonjak ke atas dan mendesis dengan keras, wajahnya yang cantik terlihat histeris namun ia berusaha keras menahan teriakannya.
“kakang! Sudah, kakang! Aku tidak kuat lagi! Masukkan! Ayo! Masukkan…”
Rahwana tidak begitu saja menuruti permintaan Shinta. Ia mainkan dulu lidahnya di bibir kewanitaan Shinta. Gerakan kaki sang bidadari makin tak tertahan, ia menendang kesana kemari tanpa sasaran. Kepalanya berpaling ke kanan dan kiri dengan mata terpejam dan keringat yang terus bercucuran. Shinta mengambil bantal dan menggigit ujungnya untuk menahan kenikmatan yang terus ia rasakan. Ketika Rahwana menyedot cairan cinta yang menetes keluar dari kewanitaan Shinta, rasa gelinya ia alirkan dengan menggigit ujung bantal. Lidah Rahwana makin berkuasa. Ia mendorong lidahnya masuk ke kewanitaan Shinta, menjilat dinding yang ada di dalam, menari dan bergoyang tanpa ampun. Jari jemari Rahwana membuka sedikit bibir kewanitaan Shinta agar lidahnya bisa lebih leluasa.
“Sudah, kakang! Sudah cukup! Aku tidak tahan lagi!” desis Shinta untuk yang kesekiankali.
Rahwana mengangkat kepala dan tubuhnya, kini ia membenamkan bibirnya ke telinga sang bidadari. Orang yang pernah menyerang Maespati itu terus membisikkan kata – kata mesra ke telinga Shinta, sementara tangannya asyik memainkan pentil susu yang sudah sangat menjorok keluar. Mantan Istri Rama itu sudah sangat bernafsu, wajahnya memerah karena sangat menginginkan kejantanan Rahwana. Ia mengelus dada Rahwana dan meminta dengan pandangan memelas. Rahwana tahu apa yang diinginkan oleh tamunya yang jelita itu, ia segera mengambil posisi. Rahwana kembali mengincar klitoris panjang milik Shinta. Benda mungil yang menjorok tepat di atas area bawuk sang bidadari itu dijilatnya ke kanan dan kiri, digerakkan naik turun. Bagi seorang wanita, titik kelemahan inilah yang membuatnya tak tahan menerima godaan laki – laki. Begitu pula bagi Shinta, tubuhnya melejit dan pantatnya diangkat tinggi – tinggi, cairan cintapun meleleh membasahi bibir bawuk si cantik itu. Ketika Rahwana nekat menyeruput cairan cinta Shinta, istri Rama itupun menggelinjang keenakan dan meronta.
“Kakaangg… ahhhhh… ooooohhhhmmm… aja nggo dolanannn …” Shinta merem melek keenakan, dia sudah tidak tahan lagi. “Ayo masukkan, kakang! Cepeeeet!! Aku tidak tahaaaan!!” rengeknya manja.
Dengan hati – hati Rahwana menaiki tubuh sempurna milik Shinta, putihnya kulit mulus Shinta yang bagai pualam membuat pria raksasa itu terkagum – kagum. Kontras sekali kulit bidadari ini dengan kulitnya yang hitam legam. Apalagi melihat payudara sempurna yang tak puas – puas remas dengan gemas. Betapa kagetnya Rahwana ketika Shinta nekat menarik batang kemaluannya yang sudah mengeras.
“Ouuuughhhh, besar sekali… ehmmmm… masukan, kakang!! Cepeeettt!!”
Tentu saja Rahwana tidak ingin begitu saja menyodokkan penisnya ke kewanitaan Shinta walaupun dia sangat ingin. Dengan gerakan ringan, digoyangkan ujung gundul penisnya ke bibir bawuk Shinta tapi selalu ditariknya batang kemaluan itu ketika Shinta ingin membimbingnya masuk ke dalam.
“Aaaahhh! Gimana sih!! Ayoooo, aku sudah tidak tahaaaann!!!” rengek si cantik.
Dengan hati – hati batang kejantanan Rahwana ditarik oleh Shinta masuk ke dalam liang bawuknya. Bagi Rahwana, ini yang namanya mimpi menjadi kenyataan. Sang tamu yang cantik jelita dan seksi sangat bernafsu menikmati kemaluan raja Alengka yang buruk rupa, raksasa dan hitam legam. Shinta sudah tidak ingat lagi statusnya sebagai istri Rama ataupun putri raja, ia hanya ingin disetubuhi saat ini – disetubuhi oleh penis raksasa Rahwana! Penis Rahwana melesak masuk dengan tidak mudah karena meskipun kewanitaan Shinta sudah sangat basah dan cairan pelumas yang keluar di dalam liang kenikmatan Shinta membanjir dengan deras, batang kejantanan Rahwana terlalu besar untuk langsung melesak masuk ke dalam. Shinta mengerang dan menggoyangkan kepalanya ke kiri dan kanan, ia menderita dalam kenikmatan. Ketika melihat Shinta sedikit kesakitan, Rahwana menunda menyodokkan penisnya, tapi Shinta justru mengangkat pantatnya, ingin segera digenjot.
Rahwana memaju mundurkan pinggulnya dengan perlahan, ia takut menyakiti ‘mbakyu T’ milik Shinta. Tapi wanita cantik itu sudah terlalu tenggelam dalam kenikmatan birahi yang tanpa ujung. Rahwana tak puas – puasnya memandang kecantikan dan kemolekan wajah dan tubuh Shinta. Lekuk tubuhnya yang sempurna, buah dadanya yang kenyal, pinggang ramping dan kulit putih mulus sang dewi. Ia bagaikan berada di awang – awang, tak percaya ia ternyata berhasil menikmati keindahan tubuh istri Rama yang sangat seksi ini.
“Kanda… aku nggak tahan… terussss… aaaahhhh…” Shinta merengek manja.
Rahwana tidak mampu menjawab karena merem melek keenakan. Kewanitaan Shinta meremas – remas penisnya, memilin dan menggilingnya dalam liang kenikmatan yang sempit dan lembab. Ia tidak menyangka kewanitaan nyonya satu ini masih begitu sempit dan nikmat, penisnya seakan disedot ke dalam tubuh Shinta. Kewanitaan si cantik itu lama kelamaan makin basah oleh cairan kenikmatan yang keluar dari dalam, membuat goyangan penis Rahwana seakan menumbuk liang yang basah. Desahan manja dan kecantikan Shinta membuat Rahwana makin tak kuat menahan nafsunya. Dengan penuh tenaga raksasa berkulit gelap itu mempercepat gerakan menumbuknya. Shinta makin kebingungan, sakit sekaligus enak sekali rasanya, ia tidak tahu harus berbuat apa. Shinta hanya bisa mengimbangi gerakan memilin Rahwana dengan menggerakkan pinggulnya maju mundur. Kejantanan Rahwana yang ukurannya sangat besar memenuhi liang kenikmatannya dengan penuh, hanya dengan menggerakkan pinggulnya sedikit, penis itu sudah sampai di ujung terdalam dinding kewanitaan Shinta, si cantik itupun belingsatan dan merem melek keenakan. Tempat tidur Rahwana makin tak berbentuk, sepreinya acak – acakan, bantal dan gulingnya terjatuh entah kemana. Makin lama, kedua insan yang sedang bercinta itu semakin dekat ke puncak kenikmatan. Rahwana berusaha keras menahan orgasme, ia tak ingin terlalu cepat mengeluarkan air maninya, ia masih ingin menikmati kewanitaan Shinta yang nikmatnya bagaikan surgawi. Tapi ia tak bisa mengingkari kekuatannya sendiri, dengan sekuat tenaga, Rahwana menyodokkan penisnya berkali – kali ke dalam kewanitaan Shinta yang menjerit – jerit penuh kenikmatan. Akhirnya Rahwana mengeluarkan satu lolongan panjang, ia meremas bahu Shinta kuat – kuat. Ia hampir sampai di puncak kenikmatan. Shinta yang tahu Rahwana sudah hampir orgasme juga tak mau kalah, ia menggerakkan tubuhnya dengan gerakan menggila dan mendaki jalan nikmat menuju puncak. Shinta sudah tidak peduli lagi dengan posisinya sebagai tamu Rahwana ataupun statusnya sebagai istri Rama dan putri raja Manthili. Ia hanya ingin memuaskan birahinya secara alami, tanpa paksaan, tanpa tuntutan. Shinta mengangkat kakinya dan mengapit pinggul Rahwana, ia sodokkan pantatnya ke atas untuk melesakkan penis Rahwana lebih dalam lagi. Akhirnya si cantik itu sampailah ke ujung perjalanan permainan cinta ini, ia mengerang tanpa terkendali.
“kakang Kakaangg! Aku mau keluaaaaaar!!” jerit Shinta panik, ia tak kuat lagi menahan orgasme. “Ahhhhhh! Aaahhhh!!!”
“Ahhhhmmm!! Ayo sayang! Kita sama – sama keluar! Aaahhh!!! Shintaku sayaaaang!!”
Semprotan demi semprotan air mani mengalir deras di dalam kewanitaan Shinta, bercampur dengan cairan cinta yang memancar dari dalam. Cairan kental meleleh dari ujung bibir bawuk sang janda muda, membuktikan penyatuan kedua tubuh insan berlainan jenis ini.
Desah nafas kelelahan berpacu dari mulut Shinta dan Rahwana yang masih berpelukan dalam ketelanjangan, keringat deras membanjir di seluruh tubuh mereka, kejantanan Rahwana masih bertahan di dalam liang lembut Shinta. Untuk beberapa saat lamanya, mereka berdua hanya terdiam, membiarkan waktu berlalu dan mencoba memperoleh kembali nafas mereka yang kembang kempis. Tangan Rahwana menggenggam erat tangan Shinta, untuk sesaat sekalipun, ia tidak mau melepaskannya. Ia ingin terus bisa melakukan ini, ia ingin terus bisa menikmati keindahan tubuh sang tamu… ah bukan… ia ingin terus bisa menikmati tubuh indah sang kekasih pujaan. Ya, walaupun di mata orang luar mereka adalah tamu, tapi Rahwana dan Shinta kini resmi menjadi sepasang kekasih. Mata mereka saling berpandangan, mencoba menyelami perasaan masing – masing. Rahwana tahu, walaupun ada kepuasan dalam diri Shinta, namun matanya yang indah itu tak bisa berbohong. Ia menyimpan kesedihan yang teramat dalam. Rahwana tahu apa yang mereka lakukan ini salah, Shinta adalah mantan istri sah raja Pancawati Rama dan mungkin belum dicerai secara resmi. Ia mungkin telah menggoda wanita cantik itu untuk berselingkuh. Mungkin apa yang mereka berdua rasakan bukan cinta, mungkin hanya nafsu… tapi… seandainya diijinkan, ia ingin selalu bersama… selamanya. Shinta menatap mata Rahwana tajam, entah kenapa ia terlihat ragu hendak mengungkapkan sesuatu.
“Kang Mas, aku… bolehkah aku menanyakan sesuatu? Sebenarnya aku malu… tapi…”
“Boleh saja, sayang. Mau tanya apa?”
“Mas… emmm, sudah capek belum?… emm… mau… lagi?” Shinta mengedip genit dan tersenyum manja.
Rahwana tersenyum geli. Ia memeluk bidadarinya erat – erat tanpa sedikitpun keinginan melepas tubuh indahnya. “Apapun yang kamu minta, sayang. Apapun yang kamu minta.”
Dengan manja Shinta mengangkat tangan Rahwana dan membiarkan jemarinya mengelus pantatnya yang bulat, Shinta kemudian menggoyangnya tanpa merasa malu.
“Mau coba dari belakang?” tanya si cantik itu dengan senyum nakal.
Rahwana menarik tangan Shinta dan mengarahkan ke selangkangannya.
“Auw,” wanita itu menjerit kaget saat merasakan penis Rahwana yang kembali menegang dahsyat dalam genggamannya. “Sudah bangun lagi? Padahal baru juga 5 menit.” Shinta berseru, kagum bercampur senang.
Shinta mengambil posisi berbaring menyamping sehingga tubuh Rahwana menghadap ke punggungnya. Shinta ingin Rahwana memeluknya dari belakang sambil melakukan penetrasi. Sulit bagi seseorang pria melakukan posisi percintaan seperti ini disebabkan pantat sang wanita akan mengganjal tubuhnya sehingga penisnya tak dapat masuk secara maksimal ke dalam liang kewanitaannya. Apalagi bagi pria yang memiliki panjang kemaluan standar-standar saja, bisa-bisa penisnya selalu terlepas saat melakukan gerakan persetubuhan. Namun tidak bagi Rahwana. Meski ujung penisnya tak sampai menggapai mulut rahim Shinta namun benda itu mampu menancap dengan sempurna dalam posisi itu.
“Oughhhhhhh…huadhuh sayanggggg” desah Shinta ketika kejantanan Rahwana telah menyatu dengan kewanitaannya. Jemari Rahwana meraih kedua payudara Shinta dan meremasnya lembut sambil mengayunkan pinggulnya mundur maju.
Rahwana dapat bertahan lama dalam posisi itu karena ia tak terlalu merasa gesekan yang maksimal. Penisnya tertekuk terlalu ekstrim. Kemungkinan penisnya bakalan jadi melengkung bila terlalu sering bersetubuh dengan gaya ini. Tapi Shinta begitu menyukainya karena penis Rahwana membentur G-spot secara tepat. Bagi Shinta ini adalah posisi favoritnya selain posisi doggy.
Shinta rasanya seperti seluruh tubuhnya digedor-gedor! Tak hanya itu, sekujur punggung dan pinggang mulus Shinta diraba-rabanya dan tak lupa payudaranya diremas-remasnya. Perlahan tapi pasti dan semakin lama semakin cepat kocokan-kocokan yang dilakukan mereka berdua. Shinta dengan gerakan mundur tekan dan Rahwana gerakan tarik dorong kedepan sekencang-kencangnya dan itu semua menimbulkan bunyi. Shinta mulai terpancing lagi dan..
“Zzhh.. woouwww.. zzhh.. woouwww.. zzhh.. woouwww..”
“Terruuss.. yyaa.. teerruuss.. hmemmhh.. yaa..”
Gerakan mereka berdua semakin berpacu.. kencang.. dan keraass seolah mereka mau mengakhiri semuanya dan.. “Cah ayu.. itunya semakin licin dan kenyuutt-kennyuutt ”
“enakk.. gandulku terasa dipijit-pijit.. sayaang..” erang Rahwana.
“Aku mau keluar lagi Kang mas sayaangg.. teerruuss.. teerruuss..”
Mendadak Shinta memeluk erat bantal, gerakan sama sekali berhenti dan kembali lagi bongkahan pantat Shinta berdenyut-denyut menekan-nekan tanda kenikmatan yang tiada tara.
“Tahan dulu kang mas” tiba-tiba Shinta melepaskan diri.
Sesaat mereka rebah berdiam diri bersebelahan, Rahwana kemudian merebahkan kepalanya dipundak kirinya sambil terengah-engah kelelahan dan mencoba mengatur nafasnya setelah “hampir saja” mereka orgasme.
Kini giliran Shinta yang ‘berhula-hula’. Ia duduk di atas Rahwana . Shinta terlihat tak tahan melihat kejantanan raksasa Rahwana yang tegak menantang, dan segera dituntun untuk dimasukkan kedalam kewanitaannya. Kedua tangan Rahwana meremas-remas bongkahan bokong Shinta yang semakin lama bergerak berputar-putar tak karuan. Diputar-putar kepala kejantanannya di bibir kewanitaannya yang sedikit berlendir dengan tangan kanannya dan sesaat kemudian, blless.., Shinta sedikit menjerit histeris.
“Woouuwww.. heehh.. heehh..”
Badan Shinta sedikit bergetar dan diam sejenak sambil kedua tangannya bertumpu pada dada Rahwana, sebaliknya kedua tangan Rahwana meremas-remas buah dada Shinta. Mulanya dengan gerakan sedikit memutar dan kemuadian Shinta menaik turunkan pantatnya.
“Teruuss Nyona.. terruuss Nyona.. teerruuss..”
“Kocok Nyona sayang.. kocokk.. putaarr.. dan.. teerruuss..”
“Woouwww.. woouwww.. enakk kang mas .. woouwww..”
Sambil sedikit membungkuk, Shinta melakukan gerakan tarik tekan berulang-ulang, semakin lama semakin cepat dan beberapa saat kemudian..
“Woouuwww.. woouuwww.. akuu mau keluar Kang mas.. woouwww..”
Gerakan tarik tekan Shinta semakin kencang dan mendadak terdiam sambil pantatnya berdenyut-denyut menekan-nekan..
“Woouuwww.. woouwww.. aakkuu keluar Kang mas saayyaanngg..”
“Wwoouuwww..”
Pinggul Shinta itu berayun turun membuat liang senggamanya menelan habis batang kejantanan Rahwana tanpa sisa. Semua otot-otot kewanitaannya berkontraksi berirama dengan sangat cepat dan kuat diikuti di bagian panggul dan rahim. Lalu diakhiri dengan cengkraman kuat pada penis Rahwana. Kocokan Rahwana mendadak macet total, penisnya bagai tercekik dan terkunci. Bahkan gumpalan sperma kental yang terdorong dari testis nya sulit memancar hingga menyesaki saluran dalam kejantanannya. Kejadian yang berlangsung hanya beberapa detik itu membuat Rahwana ia bagai melayang ke surga. Rasa geli plus nikmatnya sungguh menyentak tak tertahankan. Kontan saja Rahwana terpekik keras sementara kedua matanya mendelik dan hanya terlihat bagian putihnya saja.
“Aaaoo…..enaakkk!!!!!!!!”
Setelah vagina Shinta kembali berkedut-kedut barulah kejantanan Rahwana agak lega memuncratkan sperma. Cairan itu melesat bagai peluru begitu terlepas sumbatannya. Mereka saling berpelukann erat dan pantat Shinta masih berdenyuutt kenyuutt menekan-nekan seolah-olah Kejantanan Rahwana akan dilahap dimasukkan kedalam kewanitaannya sedalam-dalamnya tanpa sisa.. Crrrttt…crrrtttt…crrrtttt…Begitu banyak jumlah cairan yang ia muntahkan sehingga mbakyu T-nya dan rahim Shinta bagai tak mampu menampung semuanya. Dan gerakan Rahwana mendadak berhenti sambil memeluk kedua kaki Shinta, pantatnya semakin ditekankan kedepan dan berkedut-kedut.
“Oochh.. ouch.. creett.. crutt.. cruutt..”
Sebagian tumpah dan mengotori seprey kasur. Penantian mereka selama ini akhirnya telah tertuntaskan. Napas Shinta terlihat tersengal-sengal dan berangsur-angsur menjadi diam tanpa gerakan sedikitpun karena lunglai kenikmatan yang habis diraupnya. Bibir Rahwana dikecupnya berulang-ulang. Rahwana rebah dipelukan Shinta. Akhirnya Shinta terkulai meringkuk didada Rahwana dan akirnya tertidur pulas. Shinta bermimpi seolah berjalan diantara awan diiringi ribuan tok-érok kesayangannya. Baru kali ini Rahwana merasakan seorang perempuan begitu bergairah kepadanya. Selama ini yang dihadapinya adalah perempuan2 yang ketakutan. Yang terpaksa melayaninya. Ah, Pipit kecil, sukakah kamu denganku, Raja penyamun ? Ia membatin. Dilihatnya Shinta yang meringkuk tertidur dengan senyum tersungging. Pipit kecil yang malang, mengapa kau blusukan dibelantara ini ? Rahwana mengusap tubuh mungil itu dan berkata dalam hati. Apa yang kau inginkan, ndhuk ? Katakan, ndhuk. Kubuatkan Taman Asoka dari taman kadewatan untukmu. Yg ada tok-éroknya, ya ndhuk. Pelan-pelan dibopongnya burung Pipit mungil itu pulang. Sebuah pemandangan yang kontras. Si molek dan Sang Penyamun. Yang satu meninggalkan jejak-jejak berdarah, satunya tak pernah bersua dengan kekerasan. Yang satu belia, baru belasan tahun. Satunya sudah bangkotan, bahkan lebih tua dari ayahnya. Yang satu menebar aurora sangar, satunya membiaskan keindahan. Dan …., putik cintapun bersemi diantara kedua insan itu.
“Saya mencintaimu Shinta.” kata Rahwana dengan bersungguh – sungguh.
Malam pun terasa panjang untuk mereka berdua. Ini bukan kali pertama baginya, dan jelas bukan yang terakhir.
Ini di luar pakem pedhalangan, terpaksa ditempel kembali sensorannya:
Sensor ON lagi. . . .
Bumi gonjang ganjing, langit kelap-kelip, … blah , … blah, …. blah, … Ong … ing … oooooooooong …
Shinta mendhem jero, wewadi penyimpangan sex Rama & Lesmana tidak dibuka kepada Rahwana. Ia hanya mengatakan tidak berbahagia dengan Rama dan minta pegat. Shinta minta bantuan Rahwana untuk menyampaikan talak-tiga. Permintaan2 Shinta dipenuhi. Yang pertama Kolo Marico diutus untuk menyampaikan kehendak Shinta untuk bercerai. Menyampaikan talak tiga. Kedua Shinta minta bantuan mbakyu Sarpokenoko untuk menemukan Lesmana dan mengembalikannya kepada kakaknya. Shinta dan Prabu Rahwana akan ke Manthili melaksanakan usulan Shinta tentang pangkalan militer dan bantuan keuangan. . . . . .
+ sik, sik, sik, ki Dhalang
– opo Jo ?
+ Sesudah ketemu, rujuk, lantas cerai, Rama tetap tidak menikah lagi. Artinya homosexualitasnya tidak sembuh, Ki
– Terus ?
+ Artinya, Mereka memang dari sononya begitu. Rama Lesmono itu kisah cinta abadi, Ki.
– Kok pinter kowe, Jo
+ Masa Shinta bersama Rama pendek sekali. Katakan 3 tahun sebelum ditundung. Sesudah itu pisah 15 tahun lamanya. Rujuk hanya sebentar, mungkin 5 tahun. Jadi total hanya 8 tahun. Pertanyaan, dimana keagungan kisah cinta Rama-Shinta?
– Embuh,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,