Pendekar Naga Langit
Lian-hong-san disebut juga gunung Lian-bong-san, mempunyai ketinggian empat ratus kaki dari permukaan laut, jauh memandang ke depan terlihat samudra luas terbentang hingga ke kaki langit, memandang ke arah barat terlihat rentetan pegunungan saling menyambung. Bila memandang ke arah timur maka terlihatlah pulau Chin-huang-to berada nun jauh di sana.
Di atas pintu gerbang sebuah gedung yang sangat megah dan indah, terpampang sebuah papan nama yang bertuliskan “Hay-thian-it-si” (samudra dan langit satu pandangan), penulisnya tercatat sebagai: Ong Sam-kongcu.
Dibalik halaman gedung yang luas banyak ditumbuhi pohon siong yang lebat dan kekar, aneka bunga tumbuh mengelilingi sebuah taman dengan jembatan batu yang indah, disana tampak juga sebuah kebun menjangan serta tugu peringatan.
Dihalaman bagian belakang tampak sebuah kolam mandi yang amat lebar, kolam itu beralaskan batu hijau yang lebar, air kolam berasal dari sebuah mata air yang memancarkan airnya deras, kolam itu cukup dalam tapi terawat bersih, sebuah ukiran nama terpampang diatas sebuah batu besar: Ti-sim (pusat mandi).
Bulan tiga, udara di wilayah Kanglam amat sejuk dan nyaman, rumput tumbuh amat subur, burung beterbangan sambil menyanyikan lagu yang indah, tapi suasana dalam gedung Hay-thian-it-si milik Ong Sam-kongcu masih nampak bersih bagai sedia kala, hanya tampak asap mengepul dari arah dapur.
Pada saat itulah tampak seorang pemuda berusia dua puluh tahunan yang berperawakan tinggi tapi kekar, berwajah tampan, dengan bertelanjang dada dan mengenakan celana pendek sedang berenang didalam kolam.
Selain pemuda itu, tampak juga dua belas orang gadis muda belia yang rata-rata berwajah cantik berkumpul disitu, kawanan gadis itu terbagi dalam tiga kelompok, kelompok pertama mengenakan kutang berwarna merah, kelompok ke dua memakai kutang berwarna putih dan kelompok ke tiga mengenakan kutang berwarna kuning.
Saat itu mereka sedang bermain kejar-kejaran dengan pemuda tampan itu di dalam kolam, suara tertawa cekikikan meramaikan suasana.
Pemuda tampan itu adalah Ong sam-kongcu (tuan muda ke tiga dari keluarga Ong) Ong It-huan, seorang jago silat yang termashur dalam dunia persilatan sebagai “cepat serangannya bagai petir, kuat pukulannya bagai bukit karang, memandang uang bagai tanah dan menyayangi perempuan bagai bunga”.
Sementara ke dua belas orang gadis cantik bertubuh seksi itu tak lain adalah dua belas tusuk konde emas, pengawal pribadi Ong Sam-kongcu.
Bicara soal Ong Sam-kongcu, dia benar benar termasuk seorang manusia aneh.
Ditinjau dari ilmu silat yang dimiliki, perawakan tubuh serta tampang wajahnya yang menawan, ditambah kekayaan keluarganya yang berlimpah, boleh dibilang dia merupakan idaman setiap gadis dan pendekar wanita, tapi anehnya dia tak pernah tertarik dengan gadis mana pun, entah sudah berapa banyak gadis yang menitikkan air mata kekecewaan.
Sementara ke dua belas orang tusuk konde itu terhitung gadis gadis yang berperangai lembut, hangat dan setia kawan, bukan saja mereka sudah bergabung tanpa imbalan, bahkan mereka pun rela melayani semua keperluan Ong Sam-kongcu tanpa berkeluh kesah.
Pada mulanya, Ong Sam-kongcu pernah mengemukan perasaan hatinya kepada ke dua belas orang gadis itu, apa mau dikata ke dua belas orang gadis itu tetap bersikeras untuk melayani keperluannya, kata mereka, asal tiap hari dapat memandang wajahnya, biar mesti berkorban pun mereka rela.
Menghadapi desakan seperti ini, terpaksa Ong Sam-kongcu menerimanya sambil tertawa getir.
Karena gagal membujuk mereka untuk mengurungkan niatnya, Ong Sam-kongcu pun memberi kebebasan seluas luasnya kepada para gadis itu untuk berbuat sekehendak mereka, toh resiko ditanggung penumpang.
Ke dua orang gadis itu berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda, namun tujuan kedatangan mereka rata-rata hampir sama.
Mereka telah sepakat untuk berjuang hingga titik darah penghabisan, batu cadas yang amat keraspun akhirnya akan berlubang bila tiap hari terkena air, apalagi perasaan cinta seseorang, toh pepatah bilang: Cinta itu datang bila sering bertemu.
Mereka semua berjanji, bila tuan muda tidak mendahului melakukan reaksi, siapapun dilarang memikat atau merangsang majikannya dengan cara yang licik.
Selama dua tahun ke dua belas orang tusuk konde emas selalu memerankan posisinya sebagai seorang “dayang”, jika Ong sam-kongcu tidak memanggil, siapapun tak berani mendekat atau mengiringinya.
Perasaan manusia memang tidak sekeras baja, siapa bilang napsu dan cinta bisa dibendung? Apalagi satu-satunya perempuan yang dicintai secara diam-diam tak pernah memberi tanggapan, dia selalu bertepuk tangan sebelah, lama kelamaan jalan pikiran Ong sam-kongcu pun mulai berubah.
Ia mulai mengajak bicara ke dua belas orang tusuk kondenya, mulai bergurau dan menggoda.
Akhirnya dia putuskan untuk pergi meninggalkan kota Kiem-ling, kota penuh kesedihan itu dan mendirikan pesanggrahan megah Hay-thian-it-si diatas bukit.
Setiap pagi jam 6 dia selalu bertelanjang dada menceburkan diri ke dalam kolam yang amat dingin itu untuk membenamkan diri, dia ingin menggunakan hawa dingin yang menusuk tulang untuk mengusir rasa rindunya terhadap kekasih hati.
Orang bilang, jika kau patah hati, makanlah kulit pisang yang dibubuhi abu gosok, Tapi untuk Ong sam-kongcu dia lebih suka memakai “ilmu membeku” untuk menghadapi perasaan patah hatinya, dia ingin mendinginkan gejolak hawa panas yang membara dalam dadanya.
Untuk mengimbangi kemauan tuannya, setiap kali Ong sam-kongcu terjun ke kolam maka dua belas tusuk konde pun ikut terjun ke kolam menemani, tak heran kalau tak sampai sepuluh hari, ilmu berenang yang dikuasahi ke dua belas orang gadis itu sudah sangat hebat.
Diluar kebiasaan, semalam Ong sam-kongcu mengundang mereka berdua belas untuk berenang bersama pagi ini.
Undangan itu membuat mereka terkejut bercampur girang, saking tegangnya nyaris semalaman tak bisa tidur. Belum lagi jam menunjukkan pukul 4 fajar, Mereka sudah tiba di tepi kolam untuk melakukan pemanasan badan.
Begitu tiba ditepi kolam, Ong sam-kongcu segera mengejek sambil tertawa:
“Hahaha….. mana ada orang melakukan pemanasan dengan mengenakan pakaian setebal itu!”
Sambil berkata ia lepaskan jubah luarnya dan bertelanjang dada.
Berdebar keras hati kawanan gadis itu setelah melihat kulit tubuhnya yang putih bersih tapi kekar berotot, tersipu sipu mereka tundukkan kepala dengan wajah bersemu merah.
Menghadap datangnya sang fajar Ong Sam-kongcu tarik napas panjang sembari mengatur hawa murninya, lalu diiringi pekikan nyaring mulai mainkan ilmu pukulan Pat-kwa naga sakti Yu-liong-pat-kwa-ciang.
Terlihat bayangan manusia berkelewat ringan bagaikan asap, deruan angin pukulan menggelegar bagai guntur, begitu dahsyat ilmu pukulan itu membuat ke dua belas orang tusuk konde terbelalak kagum.
Tiba tiba Ong Sam-kongcu berpekik panjang, tubuhnya melambung setinggi tiga kaki, sambil menekuk tubuh, sepasang tangannya diluruskan ke muka, dan…….”Byruuuur….!” diiringi percikan air, ia sudah terjun ke dalam kolam.
“Ilmu gerakan tubuh yang indah!” puji dua belas tusuk konde serentak.
Buru buru mereka melucuti pakaian sendiri dan beruntun menceburkan diri ke dalam kolam.
Sesudah berenang berapa saat, Ong Sam-kongcu mengusulkan untuk bermain “perang air”, biarpun dua belas tusuk konde tak paham bagaimana mainnya, namun mereka segera menyanggupi seraya tertawa cekikikan.
“Ayoh kita mulai!” teriak Ong sam-kongcu tiba tiba, badannya segera menyelam ke dasar kolam.
Kolam Ti-sim ini mempunyai kedalaman hampir dua kaki, dengan ilmu berenang yang dimiliki Ong sam-kongcu ditambah tenaga dalamnya yang amat sempurna, biarpun berada di dalam air, dia dapat melihat pemandangan di sekelilingnya dengan jelas.
Tak selang berapa saat kemudian ia dapat melihat dengan jelas paha, pinggul serta payudara kawanan cewek muda itu.
Apalagi tiga cewek yang mengenakan kutang berwarna putih, lekukan payudaranya nampak begitu jelas dan nyata, ditambah bentuk tetek nya yang besar tapi kenyal, betul betul membuat darah ditubuhnya mendidih.
Sejak terjun ke dalam dunia persilatan, walaupun Ong sam-kongcu sudah banyak pengalaman bermain cewek, sudah berulang kali mencicipi pelbagai jenis cewek, yang kurus, yang gemuk, yang muda, yang setengah tua, namun semuanya itu hanya terbatas iseng saja, apalagi kawanan cewek itu adalah cewek penghibur dan semuanya tak pandai ilmu silat.
Sebaliknya ke dua belas orang cewek itu berani mendekati Ong sam-kongcu yang status sosialnya tinggi dan berilmu silat hebat, tentu saja karena mereka anggap status serta kemampuan sendiri mampu menandingi pemuda itu.
Oleh sebab itu mereka berdua belas bukan saja termasuk “barang yang pantas digunakan”, bahkan terhitung “barang kelas satu”.
Dalam pada itu Ong sam-kongcu sudah mulai terangsang setelah melihat paha paha mulus itu.
Karena pikirannya bercabang, dua orang gadis yang berada di belakangnya segera menyusul tiba.
Sadar akan terkejar, buru buru tangannya mendayung ke belakang sembari menjejakkan kakinya, lagi lagi tubuhnya menyelam ke bawah air.
Kebetulan, waktu itu ada seorang gadis berkutang merah sedang muncul diatas permukaan air untuk ganti napas, Ong sam-kongcu segera menghampirinya sambil menggelitik ketiak kirinya.
Tiba tiba gadis itu merasa geli bercampur kaku, badannya jadi lemas hingga tak tahan lagi minum satu tegukan air kolam.
Sambil munculkan diri berganti napas, Ong sam-kongcu membuat muka setan kepadanya lalu menyelam lagi ke dalam air.
Gadis itu malu bercampur girang, dengan badan lemas dia paksakan diri berenang ke tepi kolam, lalu sambil merendamkan kakinya ke dalam air, ia menonton Ong sam-kongcu mempermainkan gadis lain.
Dari balik air kolam yang jernih, terlihat tubuh Ong sam-kongcu bagaikan seekor naga berenang kian kemari, menggelitik setiap gadis yang dijumpai, membuat nona nona muda itu kegelian dan tertawa cekikikan.
Mereka berniat mengepung pemuda itu, sayang kepandaian mereka masih kalah setingkat, tiap kali sudah terkepung tahu tahu anak muda itu terlepas lagi.
Yang lebih parah lagi, setiap kali menerobos keluar dari kepungan, seperti tak disengaja, atau mungkin memang disengaja, Ong sam-kongcu selalu menyentuh payudara mereka yang montok, sentuhan ini membuat mereka merasa kaku, gatal dan membangkitkan hawa napsu, tubuh mereka seakan kena listrik tegangan tinggi.
Tak heran kalau gerak tubuh mereka semakin melambat, menggunakan kesempatan itu Ong sam-kongcu semakin bergairah mempermainkan mereka, kalau bukan menyentuh, menyenggol atau bahkan seakan menumbuk…… anehnya, hanya bagian tertentu dari kawanan nona itu yang disentuhnya.
Gelak tertawa, jeritan kaget bergema memenuhi angkasa dan memecahkan keheningan fajar.
Dua belas tusuk konde menganggap mereka senasib sependeritaan, oleh sebab itu diantara mereka ada tingkat urutan disesuaikan dengan usia masing masing, gadis yang saat itu sedang duduk di tepi kolam adalah tusuk konde nomor enam, Lan-hoa losat iblis wanita bunga anggrek Pek Lan-hoa.
Sebelum bergabung, dia adalah putri tunggal seorang piausu, setelah ayahnya tewas dalam suatu pengawalan barang, tak lama kemudian ibunya menyusul ke alam baka lantaran sedih ditinggal mati suaminya.
Atas perantara kakak seperguruan ayahnya, photomemek.com Pek Lan-hoa mengangkat Kiu-ci Popo menjadi gurunya, setelah berlatih hampir lima tahun lamanya, dengan ilmu silat yang cukup tangguh dia membuat perhitungan dengan musuh besar pembunuh ayahnya.
Karena telengas disaat menuntut balas, dia mendapat julukan si iblis wanita bunga anggrek.
Saat itu dia menonton dari tepi kolam hingga suasana dalam kolam terlihat sangat jelas, tiba tiba ia temukan dibagian bawah celana Ong Sam-kongcu ada sesuatu benda yang menonjol keluar, tonjolan benda itu besar sekali hingga membuat celana pendek yang ketat itu seolah hampir terobek.
Jangan dianggap dia masih seorang gadis perawan, namun pengetahuannya soal hubungan laki perempuan sangat matang dan jelas, begitu melihat bentuk “memalukan” dari celaka Ong sam-kongcu, dia segera mengerti kalau anak muda itu sudah mulai terangsang dan napsu birahinya bangkit, diam diam ia merasa kegirangan.
Setelah berputar biji matanya sambil berpikir sejenak, mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya.
Buru buru dia memeriksa sekeliling tempat itu, setelah yakin tak ada orang yang perhatikan, pelan pelan Pek Lan-hoa mengendorkan tali kutangnya, kemudian sekali lagi ia terjun ke air dan berenang mendekati Ong sam-kongcu.
Melihat Pek Lan-hoa telah terjun kembali ke dalam air, diam diam Ong sam-kongcu berenang mendekatinya.
Melihat pemuda itu mendekat, secepat kilat Pek Lan-hoa menjejakkan kakinya sementara tangan kanannya segera menyambar lengan kanan lawan.
Buru buru Ong sam-kongcu mengigos ke samping, setelah lolos dari cengkeraman nona itu, dia menyusup dari samping dan menggelitik ketiak kanan gadis tersebut.
Kaget bercampur gelisah cepat cepat Pek Lan-hoa menyembur pemuda itu dengan air.
Terkena semburan air yang datang secara tak terduga, otomatis Ong sam-kongcu menarik tali kutang disisi nona itu, akibatnya kutang yang sudah kendor talinya itu segera terbetot lepas dari tubuh Pek Lan-hoa.
Tubuh yang putih dengan payudara yang gede, kenyal dan kencang itu segera muncul di hadapan Ong sam-kongcu, membuat napas pemuda itu mulai tersengkal karena menahan diri…..
Pek Lan-hoa menjerit kaget, tubuhnya jadi lemas dan ……… “Gllukk…!” berapa tegukan air kolam masuk ke dalam mulutnya, membuat nona itu mulai tenggelam ke dalam kolam.
Jerit kaget dari kawanan gadis lainnya bergema memecahkan keheningan.
Cepat cepat Ong Sam kongcu berenang mendekat, dengan tangan kiri menjepit perut nona itu, dia berenang naik ke atas permukaan.
Tiba tiba Pek Lan-hoa merangkul punggungnya dengan ke dua belah tangannya, ia tempelkan tubuhnya rapat rapat dengan pemuda itu.
Ong Sam kongcu mengira hal itu merupakan reaksi alami dari seseorang yang tercebur ke dalam air, buru buru dia balas memeluk tubuhnya erat erat.
Kini golok sudah dicabut keluar dan sulit disarungkan kembali, Pek Lan-hoa pura pura meronta terus ke kiri kanan, padahal secara diam diam ia mulai persiapkan sarung golok dibalik celananya secara tepat agar golok lawan nantinya bisa langsung disarungkan….
Gadis itu segera merasa “benda besar” di balik celana dalam pemuda itu semakin membengkak hingga tegang besar.
Entah bagaimana ceritanya, tahu tahu “benda besar” itu sudah meloncat keluar dari balik celana, Pek Lan-hoa kegirangan, buru buru dia menggait punggung lawan dengan sepasang kakinya, lalu badannya ditekan ke bawah kuat kuat.
“Aaah….!” tiba tiba ia merasa lubang miliknya terasa sakit sekali.
Ong sam-kongcu bukan orang bodoh kemarin sore, sadar kalau dia sudah “dikerjai”, ditambah lagi dia sendiri memang mempunyai “kebutuhan” ke situ, maka ia pun berlagak pilon dengan menggerakkan badannya semakin melekat ke tubuh gadis itu.
Pek Lan-hoa merasa malu bercampur girang, ia pejamkan sepasang matanya sambil menikmati, dalam keadaan begini ia tak berani memandang ke arah rekan lainnya.
Dengan tangan kiri memeluk gadis itu, tangan kanan mendayung air, pelan pelan Ong sam-kongcu membawa nona itu berenang ke tepi kolam, setelah itu kepada dua orang gadis yang berada disisinya, ia berkata sambil tertawa:
“Tolong bantu aku membopong dia!”
Kini kawanan gadis yang lain sudah tahu tentang “siasat busuk” Pek Lan-hoa, biarpun dalam hati merasa tak puas karena dia telah melanggar “kesepakatan”, namun mereka pun berterima kasih kepadanya karena telah menjadi “pelopor” untuk yang lain.
Setelah naik ke tepi kolam, ke dua orang gadis itu segera mengambil tiga stel pakaian yang digunakan sebagai alas untuk punggung Pek Lan-hoa, kemudian dengan menarik kedua lengannya ke atas dan disejajarkan dipermukaan kolam, mereka mulai memeganginya kuat kuat.
Menggunakan kesempatan itu, Ong Sam kongcu menempelkan sepasang lututnya ditepi kolam, lalu sambil berpegangan di sisi batu, ia mulai naik turunkan badannya….. pertempuran dalam air segera dimulai.
Dengan sepasang kakinya menggait belakang punggung Ong Sam-kongcu, Pek Lan-hoa pejamkan matanya rapat rapat, wajahnya bersemu merah, biarpun mesti menahan rasa sakit karena robeknya selaput perawan, ia membiarkan majikannya berbuat sekehendak hati.
Titik noda darah mulai muncul diatas permukaan air kolam, para nona tahu Pek Lan-hoa masih perawan dan baru saja kegadisannya direnggut Ong sam kongcu, diam diam mereka kagum kepada nona itu karena rela berkorban demi kebutuhan majikannya.
Menyaksikan hubungan laki perempuan yang berlangsung secara “hidup” dihadapan mereka, para gadis mulai merasakan hatinya berdebar keras, napasnya ikut tersengkal dan wajahnya bersemu merah seperti orang mabuk, siapa pun rasanya ingin turut serta dalam pertempuran itu dan ikut mencicipi bagaimana rasanya “ditiduri” majikan mereka.
Dengan penuh bernapsu Ong sam kongcu menggerakkan tubuhnya naik turun, makin lama gerakannya makin cepat……..
Tak selang berapa saat kemudian terdengar ia mendengus tertahan, lalu gerakan tubuhnya mulai melambat sebelum akhirnya berhenti.
Akhirnya terdengar anak muda itu menghembuskan napas lega, lalu sambil memeluk kencang tubuh Pek Lan-hoa, ia tak bergerak lagi.
“Kongcu” nona nomor satu segera menghampiri sambil menegur, “apa perlu beristirahat sebentar ditepi kolam?”
“Aaah! Betul” teriak Ong sam kongcu kaget, “setelah mengeluarkan cairan mani, aku memang tak boleh berendam terus di air dingin, bisa merusak kondisi badanku!”
Maka sambil tersenyum dia manggut manggut.
Dua orang nona itu segera menariknya kuat kuat dan membawanya ke tepi kolam.
Tampak “benda” Ong sam kongcu sudah tidak setegang tadi, biarpun begitu, ukurannya ternyata sungguh mengejutkan!
Dalam pada itu gadis nomor satu telah membantu Ong sam kongcu mengenakan pakaian.
Mengawasi celana dalamnya yang sempat robek karena diterjang “barang” nya yang membesar, merah padam selembar wajah Ong sam-kongcu, kuatir digoda para nona yang lain, selesai berpakaian buru buru perintahnya:
“Cepat bawa nona nomor enam ke dalam kamarnya”
Para nona pun segera menutupi badan Pek Lan-hoa yang telanjang bulat dengan pakaian, kemudian menggotongnya balik ke dalam kamar.
Memandang bayangan tubuh kawanan gadis yang menjauh, diam diam Ong sam-kongcu tertawa getir, gumamnya:
“Habis sudah riwayatku, gara gara ulah Lan-hoa yang mendobrak tradisi, dihari hari berikut aku bakal kerepotan setiap malam!” selesai berkata, diapun segera berlalu dari situ kembali ke dalam kamarnya.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,