Ipin Amp Upin XXX

Ipin Amp Upin XXX

Ipin Amp Upin XXX

Comments Off on Ipin Amp Upin XXX

Newbie izin berkarya. Mohon maaf, tidak janji kapan dilanjut, walau ini memang cerbung. Saya masukkan di fiksi karena genrenya memang fiksi. Kalau salah maafkan, saya pindahkan ke ke tempat yang seharusnya, asal diberitahu.

###

Kampung Durian Runtuh. Orang-orangnya ramah. Alamnya bersih. Udaranya masih segar. Benar-benar seperti tak terjamah oleh kemajuan peradaban. Seharusnya keadaan seperti itu membuat siapa saja yang tinggal di sana menjadi damai. Namun tidak untuk Ros. Perempuan cantik itu sedang resah beberapa minggu ini. Tak hanya resah, ia mulai juga gundah.

Bagaimana tidak? Neneknya yang kerap dipanggil Opah sedang sakit keras. Dua bulan lalu, dimulai dari batuk yang tak sembuh-sembuh, dibawalah Opah ke pusat kesehatan kampung. Sayangnya dokter tidak memiliki alat yang memadai, hingga akhirnya Opah dirujuk ke rumah sakit kota.

Berbekal harapan dari dokter, bahwa sakit Opah hanyalah akibat kelelahan, maka berangkatlah mereka ke kota. Tidak begitu jauh, hanya sekitar tiga jam perjalanan menggunakan mobil. Mereka diantar oleh Tok Dalang yang kebetulan memiliki mobil. Hubungan baik mereka, membuat lelaki tua itu dengan sukarela mengantarkan tetangganya. Ipin dan Upin tak keberatan ditinggal, toh mereka sedang bersekolah juga. Namun, orang tua Ehsan menawarkan diri untuk menampung dua kembar itu bila mereka belum pulang.

Hampir dua belas jam hingga mereka kembali. Wajah Ros jelas menahan tangis. Berbeda dengan Opah yang selalu menenangkannya. Tok Dalang pun tak bersuara.

Kanker paru-paru, jawab Ros pada orang tua Ehsan saat menjemput adik kembarnya.

Tak ada suara lagi, selain wajah-wajah penuh kasihan dari tetangganya itu. Tak juga kelucuan dua adiknya membuat Ros terhibur, selain sedikit saja.

Kini, hampir habis uang tabungannya untuk membiayai pengobatan Opah. Bukan apa-apa, meski masih ada jaminan kesehatan masyarakat, namun lambat laun pelayanannya memburuk. Dengan alasan penyakit Opah membutuhkan perawatan dengan peralatan canggih dan obat-obatan yang mahal, maka pihak rumah sakit mana pun yang mereka datangi selalu menolak. Mereka hanya memberikan pelayanan ala kadarnya karena khawatir sulit memproses klaim pada pihak asuransi.

Begitulah, Abang.

Ros menceritakan keluhannya pada sang editor komiknya, lelaki dari kota. Tak lupa, ia juga meminta tambahan proyek komik agar pendapatannya bertambah, juga promo bagi komik-komiknya yang telah terbit. Dengan pangsa anak-anak, sebetulnya karya Ros tergolong diminati dan cukup laku. Namun kebutuhan yang mendesak membuatnya seperti kurang puas.

Ada sih Ros, proyek lain. Tapi, Abang gak yakin kamu sedia, jawab Rifai, sang editor.

Serius Bang? Proyek macam apa?

Ros menghentikan pekerjaannya. Matanya berbinar menatap Rifai. Harapan hidup kembali di matanya saat lelaki itu menyerahkan tablet 10 inchi.

Iiih! Abang! Apa pula ini?

Ros memalingkan wajah, syukur tablet itu tak ia banting. Rifai tertawa saja.

Ini komik dewasa Ros! Namanya Hentai, atau porn comic. Biasa diunduh dari Jepang, ucap Rifa,i sambil duduk di meja kerja Ros. Ia menunjukkan gambar-gambar kartun porno di tabletnya.

Ih, Abang! Dosa tau! ucap Ros. Namun matanya tak berkedip memlihat gamba-gambar yang baru sekali ia lihat. Wajahnya memerah. Napasnya memburu.

Kamu sudah dewasa, Ros. Masa sama ginian aja kaya anak-anak aja reaksimu, ucap Rifai meledek. Ia terus menampilkan gambar-gambar itu. Namun, pandangannya kini terpaku pada dada Ros yang kembang kempis, bernapas berat. Payudara ros tercetak jelas dari balik bra dan kaos pink yang basah oleh keringat. Ya, hari itu hawa udara lebih panas dari biasanya, membuat keringat mudah mengalir. Satu kipas dinding tak cukup membuat suhu di kamar Ros bersahabat.

Perlahan celana Rifai menggembung. Isinya berontak. Celana panjang berbahan kain lembut itu tak mampu menahan gundukan yang dengan cepat terbentuk.

Mata Ros kini tak fokus lagi melihat tablet yang dipegang Rifai di depan perut lelaki itu, melainkan benda asing yang ada di bawahnya. Meski masih di dalam celana, Ros tahu apa itu. Ia sering melihat karena mengurus adik kembarnya. Napasnya makin memburu.

Rifai yang duduk di meja, melihat perubahan Ros. Tangan kirinya melepas tablet yang masih dipegang tangan kanan. Tablet itu berhenti pada gambar seorang perempuan yang sedang menjepit barang besar seorang lelaki di payudaranya. Tak ada protes dari Ros saat Rifai mengangkangkan kakinya lalu mengusap-usap kemaluannya tepat di depan mata perempuan muda itu.

Ros tercekat melihat adegan di hadapannya. Ia yang duduk di kursi, dan Rifai yang duduk di meja. Posisi kepalanya hampir sejajar dengan perut lelaki itu, dan membuat pemandangan itu akin jelas. Ia gigit bibirnya yang tipis merah. Perasaan tertekan beberapa minggumu terakhir ini seperti membuatnya mencari pelarian.

Perlahan Rifai meletakkan tabletnya, dan membuka ritsluiting celananya. Perlahan saja. Ia menikmati pandangan gadis muda itu. Belum lagi napas yang makin memburu. Mungkin itu adalah adegan membuka ritsluiting paling lama yang pernah ada. Hingga ….

Kini di mata Ros, tampak lapisan berikut, sehelai celana dalam putih yang berkedut-kedut menahan rontaan isinya. Wajahnya makin memerah saat lelaki itu meloloskan yang terhalang kain itu. Jemarinya menutup wajah, tapi matanya membeliak menyaksikan barang lelaki itu menjulang gagah. Coklat dan berurat.

Reaksi Ros membuat Rifai gemas. Ia majukan duduknya, mendekatkan barangnya ke wajah Ros yang tak bisa mundur lagi terhalang sandaran kursi. Ia raih kedua tanga Ros yang menutupi wajah, dan menariknya ke samping, lalu menempelkan lubang kencing barangnya ke bibir ranum Ros. First kiss Ros dicuri oleh kejantanan milik lekaki itu. Disodok-sodokkannya kejantanan itu beberapa menit lamanya sampai terasa Ros menekan balik dan membuka sedikit bibir. Hot kiss!

Ros seperti terhipnotis dengan bau batang yang tepat ada di bawah lubang hidung mancungnya. Belum lagi rambut keriting lebat yang ada di pangkalnya, menyembul cukup banyak, mengeluarkan aroma yang membuat pusing. Bibirnya seperti bergerak sendiri, mencumbui ujung batang itu dengan mesra, hingga ia mengeluarkan lidahnya … untuk menjilat belahan lubang kencing.

Meski keenakan, Rifai tak mengeluarkan sedikit pun suara mau pun memaksa untuk memasukkan kejantanannya lebih dalam lagi ke mulut Ros. Sepertinya ia cukup puas dan tak ingin merusak momen ini. Ia lepaskan tanga Ros sekadar untuk mengetahui apa yang akan dilakukan perempuan itu. Tak ada perlawanan. Kedua lengan itu lunglai, bertumpu pada lutut Rifai. Sementara lidahnya kini mulai berani menjelajahi setiap mili kulit kejantanan Rifai hingga pangkal batangnya, yang otomatis mengubur hidung mancung Ros ke dalam rambut kemaluan Rifai. Bibirnya mencucupi disertai sedotan kuat, membuat kulit kejantanan Rifai seperti tertarik. Untung saja warnanaya gelap, kalau tidak pasti akan merah2.

Melihat respon Ros, perlahan kedua tangan Rifai menyambar pinggiran kaos Ros bagian bawah dan menariknya perlahan ke atas, berusaha melepasnya. Berhasil. Kini kaos itu telah tersingkap hingga leher, menampilkan bra model penuh renda yang menutupi kedua payudara Ros. Tak ingin berlama-lama, kedua tangan lelaki itu langsung membelai kain itu, membuat Ros menggelinjang lemah.

Ros melenguh kecewa saat Rifai menarik batang yang belumuran liur itu. Namun, ia berseru kaget saat lelaki itu menancapkan kejantanan itu dari bawah belahan payudaranya yang besar. Ia pehatikan bagaimana Rifai meneteskan liur ke belahan atas payudaranya, yang membuat licin permukaan kulitnya. Berikutnya ia terlonjak saat lelaki itu memaju mundurkan batangnya, seperti menyetubuhi payudara besarnya. Setiap gesekannya membuat Ros merinding. Sesekali Rifai kembali meneteskan liur setiap kulitnya kembali kesat. Ia pun ikut-ikutan menyumbang liur.

Kedua tangan Rifai menggerayangi payudara dan ketiak mulus Ros, membuat gadis itu mengangkat tangan dan menyatukan jemari di belakang kepala sambil mendesah keenakan. photomemek.com Rifai menyeringai melihat usahanya berhasil. Ia angkat kaki kanannya ke kursi yang diduduki Ros, lalu mengusap-usap kemaluan Ros yang tertutup celana panjang kain. Ros makin menjadi-jadi, pantatnya berputar-putar.

Hampir sepuluh menit, hingga … Rifai mencabut kejantanannya, menepis tanga Ros yang mengocok, menjambak rambut Ros dan menggerakkan kepala perempuan itu, membuat batangnya keluar masuk mulut Ros. Tangan kirinya menyelusup masuk dan memilin puting payudara Ros dengan kasar, sementara jempol kakinya menekan vagina Ros.

Tak ada suara Rifai, selain dengus kasar. Ros pun seperti pasrah. jemari kanannya tanpa sadar mengocok kejantanan Rifai, sementara yang kiri meremasi payudaranya yang tersisa. Hingga ….

Sedot Ros!

Rifai mendesis lirih. Wajahnya memerah. Ia tekan wajah Ros hingga mengubur kejantanannya hampir masuk tenggorokan perempuan itu. Sebagian bulu kemaluannya ikut masuk. Payudaranya diremas keras, menimbulkan rasa sakit yang memabukkan di wajah Ros.

Mulut Ros bagai vacum cleaner terjejal batang, hingga membuatnya menyedot kuat hingga pipinya kempot. Ia bernapas melalui hidung yang mendapat oksigen beraroma khas laki-laki birahi, akibat keringat Rifai yang membuat bulu kemaluannya basah kuyup.

Telan!

Sekali lagi Rifai mencabut kejantanannya, mengocok sendiri, lalu menjepit pipi Ros hingga bibirnya membuka. Tak lama ….

Lima semprotan mani kental masuk ke dalam mulut Ros yang tak tahu harus apa dengan cairan itu. Ia tak tampak keberatan dengan rasanya. Setelah tak ada lagi yang keluar, lelaki itu menempelkan lubang kencingnya ke lubang hidung Ros sambil menutup mulut Ros hingga mani itu berpindah ke tenggorokan dan berakhir di perut. Ros mengendus-endus batang itu dengan nikmat, sebelum ia turuti perintah untuk membersihkan sisa-sisa mani dengan jilatan dan kulumannya. Ros tersenyum malu saat mengetahui Rifai tengah merekamnya saat ia menjilati batang itu.

Aku dapat mengenalkanmu kepada beberapa pejabat kalau kamu mau, Ros, ucap Rifai sambil menyerahkan beberapa lembar uang nominal besar. 5 lembar 100 Ringgit. Ros terperangah. Wajahnya tampak tak rela harus berpisah dengan batang itu saat pemiliknya berdiri dan membenahi celana.

Tapi, jujur saja, aku berharap kamu mau membantuku dengan proyek hentai nasional ini. Kita harus peduli dengan generasi muda yang cinta dengan produk dalam negri!

Rifai terus mengambil foto Ros yang belum membenarkan branya. Puting payudaranya masih menonjol keras, mengacung seolah menantang. Sementara Ros masih sibuk dengan uang di tangannya. Aroma mani di hidung dan mulutnya sepertri menumpulkan akal sehat perempuan muda itu.

Ia mengangguk saat Rifai menyebutkan angka royalti dan jumlah penjualan untuk satu volume hentai kelas pemula. Belum uang kontrak. Wajahnya berseri-seri. Terbayang olehnya berapa banyak yang akan ia terima.

Kalau deal, perawanmu untukku ya?

Ros terkejut mendengar itu, namun dengan wajah memerah ia mengangguk saat Rifai memeluknya dari belakang dan meremas kedua payudaranya.

Mulutmu sudah. Tinggal memek … dan pantat! bisik Rifai sambil mempreteli celana Ros dan memasukkan jari ke dalam lubang pantat Ros. Sementara jari kanannya sibuk dengan kelentit Ros.

Akan Abang ajari tentang ngentot! Tentang bagaimana menyenangkan kontol! Lalu kamu akan mencari uang dengan melacur juga. Kamu pasti kaya. Opah pasti selamat!

Pintarnya Rifai. Perlakuannya seperti hipnotis bagi jiwa polos Ros yang hanya bisa merema payudaranya sendiri sambil mengangguk-angguk dan berkata iya berkali-kali.

Abang akan jadi managermu, mencari proyek gambar … juga hidung belang untukmu. Ros si lonte!

Ucapan itu diakhiri dengan lolongan tertahan Ros. Ia kencing deras, menandai orgasmenya. Tubuhnya ambruk setelah Rifai melepasnya. Mulutnya dijejali jari telunjuk bekas lubang pantatnya sendiri. Ia jilat bersih sesuai perintah lelaki yang kemudian meninggalkannya.

Ros menatap kepergian Rifai dengan tergeletak lemas di lantai, berkubang kencingnya sendiri. Ia tersenyum puas. Tubuhnya masih bergetar, melonjak akibat sisa kenikmatan.,,,,,,,,,,,,,,,,,

PutriBokep

Create Account



Log In Your Account