Cerita Dewasa – Pacarku Penari Striptease
- Home
- Cerita ngentot
- Cerita Dewasa – Pacarku Penari Striptease
Cerita Dewasa – Pacarku Penari Striptease
– Saat itu aku masih duduk di tingkat 3 kuliahku di sebuah Universitas swasta di kota Bandung.
Baru 2 minggu ini aku menjalin hubungan asmara dengan Astrid (sebut saja begitu). aku kenal dia sejak 2 bulan yang lalu saat kami sama-sama menghadiri pesta ulang tahun teman sefakultasku. aku sudah tertarik padanya sejak pertama kali berjumpa dengannya di pesta itu.
Wajahnya bulat, mungil terlihat imut dan lucu serta sedikit lugu. Tubuhnya langsing, tapi sangat sempurna di mataku. Dia juga tidak terlalu tinggi, mungkin cuma sekitar 165 cm.
Cuma sebatas telingaku kalau kami berdiri berdampingan. Sekilas dia tampak seperti orang jepang, sungguh cantik. Sejak perkenalan di pesta itu, kami jadi sering saling telepon atau saling kirim SMS.
Yang kutahu, dia kuliah di universitas lain di kota Bandung juga. Dia anak kost sama sepertiku, dia aslinya dari Pontianak, namun sejak SMP sudah bersekolah di Bandung.
Aku jarang bisa bertemu dengannya, sampai kami jadian lewat telepon pun kami masih jarang ketemu. Paling cuma malam minggu atau pas ada waktu luang yang memungkinkan kami untuk saling bertemu di mall atau di gedung bioskop.
Teman-temanku yang tahu bahwa aku jadian dengan Astrid banyak yang jadi tidak suka. Mereka mengatakan bahwa Astrid suka sama aku cuma karena aku ganteng dan lumayan berduit.
Mereka bahkan bilang kalau Astrid adalah cewek yang ‘tidak bener’, alias bispak atau bisa ‘dipakai’. Aku tentu saja tidak begitu saja percaya pada omongan mereka, namun hatiku juga sedikit bimbang, walau bagaimanapun aku tidak suka kalau ada berita miring berkaitan dengan pacar baruku ini.
Dan lebih sulitnya lagi, aku merasa tidak mungkin untuk menanyakan hal ini secara langsung kepadanya, apalagi selama menjalin hubungan dia terlihat baik-baik saja. Bahkan terkesan sedikit lugu, buktinya saat pertama kali kami berciuman dia terlihat malu-malu dan canggung sekali.
Sebenarnya untuk urusan wanita, aku bukan seorang yang bisa dikatakan lugu atau kurang gaul. Sejak SMP kelas 3 aku sudah melakukan hubungan intim dengan pacarku waktu itu. Saat SMA pun aku pernah berpacaran sebanyak 5 kali, dan semuanya pernah tidur bareng denganku.
So’ kalau kali ini aku harus menjalin hubungan dengan seorang cewek “bispak” seperti yang dikatakan teman-temanku, aku juga tidak terlalu kecewa, mungkin malah bisa dibilang senang. Karena memang aku belum berpikir untuk memiliki pacar dengan serius.
Toh masih muda ini, buat apa pusing-pusing mikirin jauh-jauh. Tidak usah munafik soal cinta, itulah mottoku dalam soal pacaran.
Hubunganku dengan Astrid masih baik-baik saja. Kami sering pergi nonton bareng, ataupun jalan-jalan bareng. Namun, sejauh ini aku belum berani minta yang “satu” itu.
Lagi pula Astrid kelihatannya sangat lugu dan terlalu imut. Ada rasa sayang juga dalam hatiku apabila ternyata ajakanku untuk yang satu itu membuat hatinya terluka atau malah kecewa dan marah padaku.
Sampai satu malam, ceritanya malam itu aku tidak janjian dengan Astrid, karena dia sudah mau ujian tengah semester. Jadi aku punya banyak waktu buat kumpul bareng teman-teman mainku. Malam itu kami berencana untuk pergi ke diskotik buat mejeng dan cuci-cuci mata.
Apalagi kabarnya ada tari striptease malam ini. So’ kami semua pun setuju untuk pergi kesana. Suasana hingar bingar di dalam diskotik sudah biasa kurasakan, sedikit bir dan musik yang berdentam sudah cukup “enjoy” buatku. tidak perlu sampai tripping atau ‘ngamar’ seperti kebanyakan persepsi orang tentang dunia malam, khususnya diskotik.
Sekitar pukul 1 malam, aku sepertinya sudah minum bir lumayan banyak juga sehingga aku cuma bisa duduk sambil menikmati lagu, sementara teman-temanku masih asyik disko dan menunggu sajian “utama” malam itu, yaitu tarian striptease yang biasanya dilakukan oleh gadis muda dan seksi.
Saat acara dimulai, aku cuma menonton dari tempat duduk yang agak jauh dari panggung. Sambil menghisap rokok aku hanya sesekali saja melihat beberapa gadis cantik yang sedang menari panas di depan sana. Namun, tiba-tiba seorang temanku datang menghampiriku.
“Jim, tuh ada si Astrid kayaknya..”
“Ha? Masa, salah lihat kali lo”. jawabku santai karena aku memang dah males bicara, mungkin karena sudah sedikit ngantuk.
“Bener Jim, coba deh elo liat yang nari striptease di depan itu siapa, itu Jim yang paling kiri”
Aku jadi mulai kaget, sepertinya temanku ini serius sekali. So’ akupun berdiri dari tempat duduk dan mencoba mendekat ke panggung. Dan ternyata benar, Itu Astrid.
Dia masih mengenakan kaos ketat putih dan celana jeand pendek yang sangat seksi sambil meliuk-liuk di atas panggung sambil memegang sebotol bir dan membasahi tubuhnya yang tidak mengenakan pakaian dalam itu.
Emosiku naik dan bergolak, entah apa yang membuatku berani langsung maju kedepan dan naik ke atas panggung untuk mendekatinya. Padahal ada banyak security muka seram yang menjaga keamanan disekitar panggung.
Kuhampiri Astrid sambil menarik tangannya untuk turun, musik masih berdentam-dentam. Para tamu yang lainpun tampak biasa saja, bahkan terlihat menepuk tangan. Pikir mereka aku mabuk dan sudah horny sekali barangkali.
Namun, tarikan tanganku ditahan oleh seorang pria tinggi besar dengan muka seram. Ingin rasanya aku meninju muka orang itu karena kesal, tapi Astrid keburu mendorong pria itu dan berbicara kepadanya, kemudian dia menarik tanganku untuk turun.
Aku tahu pasti dia ingin bicara denganku. Emosiku naik-turun, kubawa dia ke tempat parkir di depan diskotik itu. Teman-temanku hanya mengikuti dari belakang.
“Ndut’ pinjem mobilmu bentar”, kataku kepada salah seorang temanku yang tampak bengong.
Dia lalu memberikan kunci mobilnya yang kami pakai saat datang bersama tadi. langsung kubuka pintu mobil sambil memasukkan Astrid ke mobil, kujalankan mobil tanpa tujuan. Sepanjang perjalanan aku cuma bisa diam, tidak tahu harus bagaimana memulai kata-kata.
Ternyata semua tuduhan teman-temanku tentang Astrid benar, namun aku sungguh kecewa karena aku telat mengetahuinya bahkan terus membelanya di depan teman-temanku.
“Maaf Jim..”, dia mulai pembicaraan.
Aku cuma diam, kepalaku rasanya pusing sekali, tidak tahu mau berbuat apa. Sampai akhirnya dia melanjutkan kalimatnya
“aku tahu elo pasti kecewa dan marah sekali, tapi aku tidak bermaksud bohong sama kamu Jim. aku nari gituan cuma buat nambah-nambah duit jajan aku”
“Diam!”, bentakku, aku marah sekali mendengar dia masih berani bilang maaf seolah dia suci itu.
“Hmm, terserah kamu mau pikir apa Jim, yang jelas aku tidak separah seperti yang elo bayangin. aku cuma nari doang, tidak sampai jadi bookingan orang”, lanjutnya.
“Sudah.. sudah diam!”, bentakku lagi, aku masih kesal sekali waktu itu.
Kami diam beberapa saat, kemudian dia mengatakan sesuatu yang sungguh menyejukkan hatiku.
“Aku cinta kamu Jim, aku bener-bener sayang sama kamu..”
Aku tidak tahu harus bilang apa, marah, kasihan campur aduk dalam hatiku. Kuhentikan mobil di tepi jalan, dan duduk diam sambil tetap memegang stir mobil.
Mesin mobil juga masih nyala. Harus aku akui bahwa kali ini aku benar-benar mati kutu menghadapi wanita ini, sepertinya aku sudah jatuh cinta sekali sama dia sehingga aku bisa merasa begitu sakit saat tahu dia bekerja sebagai penari striptease.
Panas hatiku rasanya ingin segera kuluapkan padanya, benci, kesal dan sekaligus sayang, tapi aku nggak tahu bagaimana cara meluapkannya.
Tiba-tiba tanpa pikir lagi aku langsung menarik tubuhnya ke arahku, kucium mulutnya dengan buas seolah ingin menelannya hidup-hidup. Dia diam saja untuk beberapa saat, setelah itu dia mulai membalas ciumanku dengan penuh gairah juga.
Kami saling berpagut mulut untuk beberapa saat. Kumasukkan lidahku ke dalam mulutnya dan kuputar-putar sampai ke kerongkongannya, diapun membalas sambil mendorong-dorong lidahku ke belakang.
Kupeluk tubuhnya erat sambil terus menekan kepalanya mendekatiku. Rasanya ciuman ini benar-benar panas hingga bisa meredam kekesalan hatiku. Sambil terus berciuman kumatikan mesin mobil.
Tanganku mulai meraba payudaranya yang mungil namun padat itu. Selama pacaran dan sering berciuman dengannya, namun baru kali ini dia diam saja saat tanganku memeras payudaranya. Kuremas dan terus kuremas.
Dia tidak mengenakan BH sehingga aku dapat merasakan puting susunya di tanganku dari balik baju kausnya yang masih agak basah oleh guyuran bir tadi.
Desah nafasnya mulai tersengal-sengal, demikian pula aku. Aku merasa begitu terangsang, sehingga aku tidak bisa berpikir apa-apa lagi.
Aku menaikkan baju kaosnya dan melepaskannya sehingga sekarang payudaranya terlihat bebas bergantung di dadanya. Dia hanya diam saja dan terlihat sedikit gugup.
Langsung kubekap bibirnya, sambil menurunkan bangku duduknya sehingga kini posisinya dalam keadaan tertidur, aku duduk menyamping sambil terus menciumi mulut, hidung, mata dan telinganya.
Sementara tangan kananku bergelak meremas dan memainkan puting susunya yang sudah mengeras sekali. Nafasnya berdesah, namun dia tidak mengeluarkan kata-kata.
Kulihat matanya tampak sayu tertutup seolah menikmati semua yang kulakukan atas dirinya. Kuturun menciumi dadanya, sampai ke puting susu kanannya, kuhisap putingnya.
“Ahh.., Jim”, desahnya sambil menjambak rambutku.
Aku sudah sering memainkan puting susu gadis seperti ini (mungkin lain waktu aku bisa menceritakan darimana semua pengalamanku ini). Kuhisap, sambil menggelitik putingnya dengan lidahku, tangan kananku juga masih terus meremas dan mencubit-cubit puting kirinya.
Puting susu Astrid masih begitu murni, merah muda dan kecil mungil. Namun kerasnya bukan main, kenyal dan hangat. Dia hanya diam sambil sesekali mendesah dan menyebut namaku.
Sekarang tanganku mulai bergerak kebawah, kubuka kancing celana jeans pendeknya, resluitingnya dan kumasukkan tanganku ke dalam celananya. Terasa di tanganku bulu-bulu lebat keriting dan kasar itu. Kutempelkan jari tengahku ke lipatan empuk yang hangat itu.
Yah itu memeknya. Belum pernah aku meraba memeknya, dan baru kali ini aku menyentuhnya, bahkan aku ingin lebih dari itu. Kugerakkan ujung jariku sehingga sedikit terselip ke dalam belahan itu. Basah dan hangat.
“Jangan Jim..”, desahnya sambil menahan tanganku dengan tangannya.
Aku tahu dia masih cukup sadar untuik mempertahankan dirinya. Entah kenapa aku tidak marah ataupun kesal lagi padanya, namun perasaan itu berganti jadi rasa ingin menyetubuhinya saat itu juga di dalam mobil Ndut teman kuliahku.
Kutarik tanganku ke atas lagi, aku tidak berhenti melainkan mengubah taktik. Kini aku menarik kepalanya ke dekatku, dan menciuminya lagi. Kali ini lebih brutal, aku menggigit bibirnya dengan lembut dan menjilati lidahnya.
Dia tampaknya mulai terangsang lagi, dia membalas ciumanku dengan memburu pula. Kutindih tubuhnya, kudesak tubuhnya sampai dia tak dapat bergerak, hanya bisa menggelinjang terangsang.
Tanganku terus memainkan puting susunya, kuelus pinggangnya, kuremas dan naik lagi ke dadanya. Kini aku merasa tubuhnya sudah benar-benar lemas dan pasrah.
Kembali aku mengincar memeknya yang baru tersentuh sedikit olehku tadi. Kini aku menarik turun celananya, dia diam saja, hanya mendesah. Entah karena ciumanku atau karena terangsang karena merasa mulai ditelanjangi olehku.
Sekarang celana dalamnya pun keturunkan dan dia diam saja, sambil terus menutup matanya. Sungguh cantik sekali ekspresi wajahnya saat itu, di pelipisnya terlihat butiran keringat, rambutnya awut-awutan, bibirnya terbuka sedikit sehingga terlihat giginya yang putih dan mungil. Dadanya naik turun karena terengah-engah oleh ciumanku.
Kini ciumanku mulai turun lagi, kukecup sedikit demi sedikit ke bawah, sampai akhirnya aku sampai ke pusarnya. Perutnya tampak begitu langsing dan sedikit terkekang, seolah sedang menahan beban berat.
Kuremas payudaranya dengan tanganku, dia benar-benar sudah hilang kesadaran saat ini, pikirku. Posisiku sekarang berjongkok di bawah dashboard mobil dan berhadapan dengan selangkangannya.
Kuregangkan pahanya hingga remang-remang dapat kulihat bulunya yang benar-benar lebat namun rapi itu. Aku merasa batang penisku langsung mengeras keras saat itu juga.
Ingin rasanya aku memasukkan penisku ke dalam memeknya, tapi aku belum puas, aku ingin dia meraung dan menikmati permainan lidahku.
Dia diam saja saat aku mendekatkan mukaku ke selangkangannya, tangannya hanya memegang tangan dan rambutku, seolah berjaga-jaga. Namun dia diam saja saat hidungku mulai menyentuh dinding memeknya.
Dia juga tidak mengeluarkan suara apa-apa, yang terdengar cuma desah nafasnya yang ngos-ngosan. Tercium sedikit bau pesing di hidungku, namun aku tidak peduli, malahan makin menambah gelora nafsuku.
Kukecup permukaan memeknya, terasa tubuhnya agak terdorong ke depan seolah menahan nikmat dan geli. Kubuka lubang memeknya dengan kedua jari tanganku. Gelap, namun aku tahu kemana aku harus mengarahkan mulutku.
“Hegg.., hh.., ehh.., Jimm..”, desahnya panjang saat kukulum dan kujilat memeknya dengan lidah panjangku.
Kedua tangannya menjambak rambutku dan ditekannya kepalaku ke arah memeknya. Uffhh, aku menjadi sulit bernafas oleh ulahnya ini. photomemek.com Belum sampai 10 detik aku menggelitik memeknya, tiba-tiba dia sudah “keluar”, ser.., ser.., ser.., terasa ada cairan mengalir dari dalam memeknya, menebar bau yang begitu menggoda.
Cairan itu mengalir ke arah mulutku, begitu deras, aku sudah biasa menghadapi keadaan seperti ini, namun harus kuakui kali ini cairan yang menyemburku benar-benar deras. Kuhisap dan kusedot cairan dari memeknya itu sambil menggelitik dinding memeknya dengan lidahku.
“Aduhh.., uuhh.., uhh.., hegghh, ehh..”, desahnya panjang.
Tubuhnya terasa langsung lemas dan begitu menikmati permainan lidahku.
Aku sudah tidak sabar lagi sekarang, segera kubuka celanaku, dan penisku langsung menyembul keluar. Kontolku tidak bisa dikatakan terlalu besar, paling cuma 15-16 cm dengan diameter seukuran kepala botol bir, namun keras dan kuat. Paling tidak aku cukup bangga dengan penisku ini. Kutarik tangannya ke arah penisku.
“Pegangin As..”, perintahku kepadanya.
Dengan mata tertutup dan masih terengah-engah dia menggenggam penisku. Kutuntun tangannya untuk mengocok penisku, dia mengikutinya dengan pelan, entah karena lemas atau karena belum bisa.
Sementara tangannya mengocok penisku, aku menciumi mulutnya kembali, ingin rasanya memuntahkan sedikit cairan dari memeknya tadi ke mulutnya juga agar dia bisa menikmati sedikit betapa nikmatnya cairan itu. Aku begitu bernafsu menciuminya dan meremas payudaranya.
Namun kocokannya pada penisku begitu lemah, dan kurang terasa, hanya geli-geli saja. Tapi penisku benar-benar sudah mengeras. Kulepas genggaman tangannya. Kini kupegang kontolku dan menempelkannya di bibir memeknya.
Kugosok-gosok kepala kontolku ke permukaan bulu-bulu itu. Kedua tanganku mencoba lebarkan kangkangan pahanya, dan menahan lututnya dengan tanganku. Kutempel liang memeknya dengan kepala kontolku. Kupandangi sesaat mukanya yang terpejam pasrah itu. Dan akhirnya kuselipkan penisku ke dalam memeknya.
“Argghh.., sakit Jim.. hegg..”, dia mengerang.
Aku sedikit tersentak, aku sudah cukup berpengalaman dalam bercinta, khususnya dengan mantan-mantan pacarku.
Dapat kuketahui bahwa Astrid masih perawan, atau paling tidak masih sangat jarang dientot, pikirku. Baru kepala kontolku atau hanya sekitar 5 cm penisku masuk, tapi aku merasa sudah tidak bisa menekan lebih dalam lagi. Dia juga sudah begitu gila erangannya.
Ah masa bodoh, pikirku. Paling sakit sedikit, kupaksakan kontolku masuk lebih dalam. Aduh sakit juga kontolku, apalagi dia tampak tersentak dan kesakitan sekali. Tapi dia tidak berteriak, hanya mengerang tertahan sambil menggigit bibirnya.
Sudah 10 cm masuknya, kugoyang maju mundur kontolku. Terasa sangat nikmat, kepala kontolku seperti dipijat-pijat dan diurut-urut kuat sekali seperti dicekik.
Sekarang raut wajahnya tidak terlihat begitu sakit lagi, dia hanya mendesah “Ahh.., ahh.., ahh..”, seiring gerakanku yang maju mundur, tampaknya dia sudah mulai menikmati permainan ini.
Aku masih penasaran karena masih ada kurang lebih 6 cm lagi batang penisku yang belum masuk, kini kuhunjamkan seluruhnya ke dalam memeknya.
“Arghh.., aahh.., aahh.., aahh..”
Ahh.., dia masih perawan!, teriakku dalam hati. Dapat terdengar dari desahannya yang tampak alami dan benar-benar terhunjam oleh kontolku.
Kontolku pun dapat merasakannya, sakit sekali rasanya, begitu sempit dan mencekik, seperti dijepit sampai hanya terasa sebesar jari telunjuk saja rasanya batang penisku yang keras ini.
Untuk beberapa saat aku tak bisa menggerakkan pantatku naik turun karena pinggul Astrid masih terus mengikuti gerakanku, sehingga gesekan kontolku dan memeknya tidak terasa. Hanya berputar dan naik turun pinggul saja.
Akhirnya aku menahan pinggangnya, lalu kini kutarik kontolku sekitar 7 cm-an, dan kuhunjam masuk lagi, keluar masuk, keluar masuk, keluar masuk, aku tidak bisa bernafas menahan rasa nikmat ini.
Begitu juga Astrid, dia tidak mengeluarkan kata-kata, desahan pun tidak, tampaknya dia hanya menahan nafas dan menikmati pergerakan yang kulakukan.
Beberapa saat kemudian, kami mulai bisa saling mengimbangi gerakan dan mengatur nafas.
“Ahh.., hgg.., ahh.., hgg.., ahh..”, desah kami hampir bersamaan.
Sekujur tubuhnya lemas, puting susunya melembut saat kucoba kuraihnya, aku tahu bahwa dia sudah lemas dan berkonsentrasi dengan kenikmatan di memeknya saja.
Keringat mengucur dari tubuhku dan tubuhnya. Kugenjot terus memeknya sampai akhirnya dia meregang, menggeliat sambil mendorong tubuhku, namun kutahan dan terus kugenjot memeknya.
“Jimm.., ah.., ah.., a.., ahh..”, panjang sekali desahannya kali ini.
Kurasakan cairan hangat kembali mengucur dari memeknya. Aku memperlambat gerakanku, membiarkannya menikmati orgasmenya itu. Setelah dia tampak lunglai, aku mulai kembali menambah kecepatan, sekarang giliranku yang menikmatinya pikirku.
Dia diam saja, hanya ngos-ngosan sambil sesekali membuka matanya melihat ke arahku dengan serius, seolah menahan rasa nikmat yang teramat sangat. Terus kugoyang dan kugoyang, sampai akhirnya aku merasa batang penisku pun mulai bergetar.
Udah mau keluar, pikirku. Sesaat aku tersadar bahwa aku sedang menyetubuhi gadis cantik imut-imut dan lucu seperti cewek jepang ini di atas mobil.
Ada sedikit rasa bingung dalam benakku, entah bingung akan mengeluarkan sperma di dalam memeknya, di mulutnya sebagaimana yang biasa kulakukan dengan mantan pacarku dulu ataupun dengan wanita penghibur, atau ingin kutumpahkan saja ke lantai mobil si Ndut.
Ahh, aku tidak bisa berpikir terlalu lama lagi. Kudekap erat tubuhnya, kutindih tubuhnya dan akhirnya, kusembur maniku di dalam memeknya.
Di saat bersamaan kurasakan dorongan pinggulnya ke atas sambil tangannya mencakar lenganku, matanya terpejam dan lagi-lagi menggigiti bibirnya, sepertinya lagi-lagi dia orgasme hingga terasa denyut-denyutan di kontolku, terasa hisapan memeknya.
“Oucchh.., ahh..”, desahku.
Memek Astrid begitu peret dan seolah menghisap habis kontolku semakin dalam, aku lemas sekali, lututku terasa ngilu, perutku pun terasa sedikit sakit menahan mulas.
Kucium bibirnya, kukecup keningnya sambil menyisir keringat di keningnya. Nafasnya masih terengah-engah, baru saja kami menikmati indahnya persetubuhan. Rasanya aku sudah melupakan semua sakit hati dan kekesalan hatiku padanya beberapa saat yang lalu.
Aku sepertinya percaya bahwa Astrid adalah gadis baik, yang hanya bekerja sebagai penari striptease. Akan tetapi tidak murahan. Aku baru saja membuktikannya.
Ya, dia terbukti masih perawan, paling tidak untuk beberapa saat yang lalu. Kupeluk tubuhnya erat-erat, kulihat ada beberapa butir air mata mengalir dari matanya. Sungguh aku merasa sangat sayang kepadanya saat itu, entah apakah besok aku masih bisa sayang kepadanya seperti saat ini.
Akankah dia seperti Linda, Merry atau Irene yang sebelum-sebelumnya juga berstatus sebagai kekasihku, pacarku. Ahh, masa bodoh, besok adalah besok, begitulah pikirku setiap kali selesai menyetubuhi wanita yang kusukai.,,,,,,,,,,,,,,,,,,