Cerita Dewasa Nikmatnya Kontol Kapten Jack
- Home
- Cerita bokep
- Cerita Dewasa Nikmatnya Kontol Kapten Jack
Cerita Dewasa Nikmatnya Kontol Kapten Jack – Gara-gara aku ketinggalan tiket dan akhirnya aku terpaksa mengganti keperawananku dengan tiket agar aku dapat berangkat ke Jakarta. Sebelum itu kenalin namaku Reni basic keluargaku orang yg tdk berkecukupan, Aku sedih melihat keadaan keluargaku, Pekerjaan ayahku adalah seorang Pegawai Negeri golongan II, ibuku hanyalah seorang Ibu Rumah Tangga yg tdk mempunyai skill, kerjanya hanya mengurus putra-putrinya. Rasanya aku ingin sekali utk membantu ayah, mencari uang.
Tp apalah daya aku hanya lulusan sekolah menengah, namun begitu aku mencoba utk melamar kerja di perusahaan yg ada di kota Manado. Hasilnya nihil, tak ada satupun perusahaan yg menerima lamaranku. Aku maklum, disaat krisis sekarang ini banyak PT yg jatuh bangkrut, kalaupun ada PT yg bertahan itu karena mem-PHK sebagian karyawannya.
Lalu aku berpikir, kenapa aku tdk mengadu nasib ke Jakarta saja, orang bilang di Ibukota banyak lowongan pekerjaan, dan aku teringat dgn tetanggaku Susi namanya, dia itu katanya sukses hidup di Jakarta, terbukti kehidupan keluarganya meningkat drastis.
Dahulu kehidupan keluarga Susi tdk jauh berbeda dgn keadaan keluargaku, pas-pasan. Tp sejak Susi merantau ke Jakarta, ekonomi keluarganya makin lama makin berubah. Bangunan rumah Susi kini sdh permanen, isi perabotnya serba baru, dari kursi tamu, tempat tidur semuanya mewah, jg TV 29″ antena parabola dan VCD mereka miliki. Aku ingin seperti Susi, toh dia jg hanya tamatan SMA. Kalau dia bisa kenapa aku tdk? Aku harus optimis.
Pada suatu hari di bulan September, tahun 1998 aku pamit kepada keluargaku utk merantau ke Jakarta. Meskipun berat papa dan mama merelakan kepergianku. Dgn bekal uang Rp 75.000 dan tiket kelas Ekonomi hasil hutang papaku di kantor, aku akhirnya meninggalkan desa tercinta di Kawanua.
Dari desa aku menuju pelabuhan Bitung, aku harus sdh sampai di pelabuhan sebelum pukul 18:00 karena KM Ciremai jurusan Tanjung Priok berangkat jam 19:00 WIT, waktu 1 jam tentu cukup utk mencari tempat yg nyaman.
Karena tiketku tdk mencantumkan nomor seat, maklum kelas ekonomi, aku berharap mendapat lapak utk menggelar tikar ukuran badanku. Tp sial, angkutan yg menuju pelabuhan begitu terlambat, pada waktu itu jam sdh menunjuk pukul 18:45.
Waktuku hanya lima belas menit. Ternyata KM.Ciremai sdh berlabuh, aku melihat hiruk pikuk penumpang berebut menaiki tangga, aku tergolong calon penumpang yg terakhir, dgn sisa-sisa tenagaku, aku berusaha lari menuju KM.Ciremai, aku hanya menggendong tas punggung yg berisi pakaian 3 potong.
Aku sdh berada di dek kapal kelas ekonomi, tp hampir semua ruangan sdh penuh oleh para penumpang. Keringat membasahi seluruh tubuhku, ruangan begitu terasa pengap oleh nafas-nafas manusia yg bejibun.
Aku hanya bisa berdiri di depan sebuah kamar yg bertuliskan Crew, di sekitarku terdapat seorang Ibu tua bersama 2 orang anak laki-laki usia sekolah dasar. Mereka tiduran di emperan tp kelihatannya mereka cukup berbahagia karena dapat selonjoran.
Aku berusaha mencari celah ruang utk dapat jongkok. Aku bersyukur, Ibu Tua itu rupanya berbaik hati karena bersedia menggeserkan kakinya, kini aku dapat duduk, tp sampai kapan aku duduk kuat dgn cara duduk begini. Sedangkan perjalanan memakan waktu 2 hari 2 malam.
Tdk lama kemudian KM.Ciremai berangkat meninggalkan pelabuhan Bitung, hatiku sedikit lega, dan aku berdoa semoga perjalanku ini akan mengubah nasib.
Tak sadar aku tertidur, aku sedikit terkejut sewaktu petugas menanyakan tiket, aku ingat tiketku ada di dlm tas punggungku. Tp apa lacur, tasku raib entah dimana, aku panik, aku berusaha mencari dan bertanya kepada Ibu tua dan anak laki-lakinya, tp mereka hanya menggelengkan kepala.
“Mana tiketmu..” ujar seorang petugas sedikit menghardik.
“Tas saya hilang, tiket dan uangku ada di situ..” jawabku dgn sedih.
“Hah, bohong kamu, itu alasan kuno, bilang aja kamu tak membeli tiket, Ayo ikut kami ke atas,” bentak petugas yg bertampang sangar.
Akhirnya aku dibawa ke dek atas dan dihadapkan kepada atasan petugas tiket tadi.
“Oooooo.. ini orangnya, berani-beraninya kamu naik kapal tanpa tiket,” kata sang atasan tadi.
“Tiketku hilang bersama pakaianku yg ada di tas, saya tdk bohong Pak, tas saya benar-benar hilang..”
“Bah itu sih alasan klasik Non, sdh ratusan orang yg minta dikasihani dgn membuat alasan itu.” ucapnya lagi.
“Kalau Bapak tdk percaya ya sdh, sekarang aku dihukum apapun akan aku lakukan, yg penting aku sampai di Jakarta.”
“Bagus, itu jawaban yg aku tunggu-tunggu..” ujar lelaki berseragam putih-putih itu.
Kalau kutaksir mungkin laki-laki tersebut baru berusia 45 tahun, tp masih tegap dan atletis, hanya kumis dan rambutnya yg menonjolkan ketuaannya karena agak beruban.
“Tp ingat kamu sdh berjanji, akan melakukan apa saja..” ujar lelaki itu, seraya menunjukkan jarinya ke jidatku.
“Sekarang kamu mandi, biar tdk bau, tuh handuknya dan di sana kamar mandinya..” sambil menunjuk ke arah kiri.
Betapa senangnya hatiku, diperlakukan seperti itu, aku tdk menygka laki-laki itu ternyata baik jg. Betapa segarnya nanti setelah aku mandi.
“Makasih Pak,” ujarku seraya memberanikan diri utk menatap wajahnya, ternyata ganteng jg.
“Jangan panggil Pak, panggil aku Kapten..” tegasnya.
Aku sempat membaca namanya yg tertera di baju putihnya.
“Kapten Jack” itulah namanya.
Aku sekarang sdh berada di kamar mandi.
“Wah, betapa wanginya tuh kamar mandi,” gumamku nyaris tak terdengar.
Kunyalakan showernya maka muncratlah air segar membasahi tubuhku yg mulus ini, kugosok-gosokan badanku dgn sabun, kuraih shampo utk mencuci rambutku yg sempat lengket karena keringat.
10 menit kemudian aku keluar dari kamar mandi, aku bingung utk bersalin pakaian, aku harus bilang apa kepada Sang Kapten.
“Wah cantik jg kamu,” tiba-tiba suara itu mengejutkan diriku.
Dan yg lebih mengejutkan adalah pelukan Sang Kapten dari arah belakang. Aku hanya terdiam,
“Siapa namamu, Sayang?” bisiknya mesra.
“Reni..” jawabku lirih.
Aku tdk berusaha berontak, karena aku ingat akan janjiku tadi. Karena aku diam tak berreaksi, maka tangan Sang Kapten makin berani saja menjelajahi dadaku dan menciumi leher serta telingaku. Aku menggelinjang, entah geli atau terangsang, yg pasti sampai usiaku 19 tahun aku belum pernah merasakan sentuhan lelaki.
Bukannya tdk ada lelaki yg naksir padaku, ini karena sikapku yg tdk mau berpacaran. Banyak teman sekelas yg berusaha mendekatiku, selain lumayan cantik, aku jg tergolong pandai, makanya aku mendapat beasiswa. Maka tak heran banyak lelaki di sekolahku yg berusaha memacariku, tp aku cuek, alias tdk merespon.
“Ooohh.. jangan Kapten.” hanya kata-kata itu yg keluar dari mulutku ketika pria separuh baya itu menyentuh barang yg amat berharga bagi wanita, bulu-bulu lembut yg tumbuh di sekitar meqiku dielusnya dgn lembut, sementara handuk yg melekat di tubuhku sdh jatuh ke lantai. Dan aku pun tahu bahwa lelaki ini sdh bertelanjang bulat.
Aku merasakan benda kenyal yg mengeras menyentuh pantatku, nafas hangat dan wangi yg memburu terus menjelajahi punggungku, tangannya yg tadi mengelus meqiku sekarang meremas-remas kedua payudaraku yg ranum, ini membuat dadaku membusung dan mengeras. Aku tak percaya, tangan lelaki ini seolah mengandung magnet, karena mampu membangkitkan gairah yg tak pernah kurasakan seumur hidupku.
“Oooogghhhh.. Aaaaggghhhh..” hanya desahan panjang yg dapat kuekspresikan bahwa diriku berada dlm libido yg betul-betul mengasyikan.
“Reni kau betul-betul lugu, pegang dong penisku,” kata Kapten Jack, seraya meraih tanganku dan menempelkannya ke batang penisnya yg keras tp kenyal.
“Jangan diam saja, remaslah, biar kita sama-sama enak..” ujarnya lagi.
Akhirnya walaupun aku sebelumnya tdk pernah melakukan senggama, naluriku seolah membimbing apa yg harus kuperbuat apabila bercumbu dgn seorang laki-laki. Akhirnya aku berbalik, kuraih penisnya kuremas dan kukocok-kocok, sampai kumainkan biji pelirnya yg licin.
Sang Kapten mendesah-desah,
“Ooohh.. mmmmppphhhhh.. nikmat sekali Sayang, teruskan.. oh teruskan..” sambil matanya terpejam-pejam.
Aku jongkok, tanpa ragu kujilat dan kukulum torpedo Sang kapten, sampai terbenam ke tenggorokanku.
Aku benar-benar menikmatinya seperti menikmati es Jolly kesukaanku di waktu kecil dulu. Aku tak peduli erangannya, kusedot, kusedot dan kusedot terus, sampai akhirnya zakar Sang Kapten yg panjangnya hampir 12 centi itu memuncratkan cairan hangat ke mulutku yg mungil.
“Aaahh.. aku sdh tak kuat Reni,” gumamnya.
Betapa nikmatnya cairan spermanya, sampai tak sadar aku telah menelan habis tanpa tersisa, ini membuat seolah Sang Kapten tak mampu utk tegak berdiri. Dia bersandar di dinding kapal apalagi gerakan kapal sekarang ini sdh tak beraturan kadang bergoyang kekiri kadang kekanan.
“Kamu betul-betul hebat Reni,” puji Kapten Jack sambil mencium bibirku.
“Reni jangan kau anggap aku sdh kalah, tunggu sebentar..”
Dia bergegas menuju lemari kecil, lantas mengambil sesuatu dari botol kecil dan menelannya lantas membuka kulkas dan mengambil botol minuman sejenis Kratingdaeng.
“Sini Sayang..” ujar sang kapten memanggilku mesra.
“Istirahat dulu kita sebentar, ambillah minuman di kulkas utkmu,” lanjut Kapten Jack.
Kubuka kulkas dan kuraih botol kecil seperti yg diminum Kapten Jack. Aku meminumnya sedikit demi sedikit,
“Ooohh.. sedap sekali minuman ini.. aku tak pernah merasakan betapa enaknya.. minuman apa ini.” Ternyata label minuman ini tertulis huruf-huruf yg aku tak paham, mungkin aksara China, mungkin Jepang mungkin jg Korea. Ah persetan.. yg penting tenggorokanku segar.
“Kau berbaringlah di di situ,” pinta Kapten Jack sambil menunjuk tempat tidurnya yg ukurannnya tdk begitu besar. Kurebahkan tubuhku di atas kasur yg empuk dan membal. Kulihat jam dinding sdh menunjuk pukul 12 malam.
Aku heran mataku tak merasa ngantuk, padahal biasanya aku sdh tidur sebelum pukul 22:00. Aku sengaja tdk menggunakan selimut utk menutupi tubuhku, kubiarkan begitu saja tubuhku yg polos, barangkali ini akan membangkitkan gairah libido Sang Kapten yg tadi sdh down. Aku berharap semoga Sang Kapten akan terangsang melihat dadaku yg sengaja kuremas-remas sendiri.
Sang Kapten sdh bangkit dari kursi santainya, dia menenggak sebotol lagi minuman sejenis Kratindaeng. Dia sdh berada di tepi ranjang, sekarang dia mulai mengelus-elus kakiku dari ujung jari merambat ke atas dan berhenti lama-lama di pahaku, mengusap-usap dan menjilatinya, dansekarang lidahnya sdh berada di mulut meqiku. “Ooohhh.. geli..”
Sejurus kemudian lidahnya dijulurkan dan menyapu permukaan bibir meqiku. Pahaku sengaja kulebarkan, hal ini membuat Sang Kapten bertambah buas dan liar, diseruputnya klitorisku.
“
“Ooohh.. aaahh.. teruskan Kapten, lanjutkan Kapten.. Ooohh.. nikmat sekali Kapten..” Tangannya tdk tinggal diam, diraihnya kedua buah dadaku, diremasnya dan tak lupa memilin-milin putingku dgn mesra.
“Aaaaaaahh.. aku sdh tak tahan Kapten..” desisku.
“Tahan Sayang.. tahan sebentar.. biarkan aku menikmati meqimu yg wangi ini… aku tak pernah merasakan wanginya meqi dari wanita lain..”
“Sruuppp.. sruuuppp.. sruuupp..” Terus saja mulut Kapten Jack dgn rajinnya menjelajah bagian dlm meqiku yg sdh empot-empotan ini akibat rangsangan yg amat tinggi.
“Sdh Kapten.. cepat masukkan batang penismu, aku sdh tdk tahan..”
“Baik, rasakanlah Sayang.. betapa nikmatnya penisku ini..”
“Tp pelan-pelan Kapten, aku masih perawan..”
“Ok, aku melakukannya dgn hati-hati..” janji Kapten Jack.
“Buka lebar pahamu, Reni..” saran Kapten Jack.
Dan…
“Zllleeebbbb…”
“Oooggghh.. aaagggghh..” desisku, padahal zakar itu baru masuk tiga perempatnya.
“Zleb.. Zleebbb…”
“Zleebbb…” desahku panjang, aku tahu penis sepanjang 12 centi itu sdh merusak selaput daraku.
Ditariknya lagi rudalnya, lantas dimasukannya lagi seirama dgn goyangan KM.Ciremai oleh ombak laut.
“Zleebbb.. Zleebbb.. Zleebbb..”
“Oooggghh.. oooggghh.. oooggghh.. aaagggghh.. aaaggghh..”
“Aku mau keluar Kapten,” ujarku memberi tahu Kapten Jack.
“Tahan Sayang.. sebentar.. aku jg mau keluar, sekarang kita hitung sampai tiga. 1.. 2.. 3..”
“Creettt… creettt… creet…” sperma Kapten Jack membasahi gua gelap meqiku. Betapa hangat dan nikmatnya air manimu Jack.
Hal ini memancing cairanku ikut membanjiri kemaluanku sampai meluber ke permukaan.
Kami berdua terkulai lemas, tp Kapten Jack sempat meraba bibir kemaluanku dan jarinya seolah mencungkil sesuatu dari meqiku, ternyata dia menunjukkan cairan merah kepadaku, dan ternyata adalah darah perawanku.
Dijilatnya darah sambil berkata, “Terima kasih Reni, kamu betul-betul perawan..” Aku hanya menangis, menangisi kenikmatan yg sama sekali tak kusesalkan. Aktivitas senggama ini berlangsung kembali sampai matahari muncul. Lantas aku tidur sampai siang, makan, tidur dan malamnya kami melakukannya lagi berulang-ulang seolah tidak ada bosan nya.
Akhirnya Pelabuhan Tanjung Priok sdh berada di pelupuk mataku. Sebelum turun dari kapal aku dibelikan baju baru, dan dibekali uang yg cukup. Selamat tinggal Kapten.. selamat tinggal Ciremai..,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,