Riri Pengalaman Eksib Pertama Cerita Keempat
- Home
- Cerita Sex
- Riri Pengalaman Eksib Pertama Cerita Keempat
Riri, eksib pertama
Kembali lagi denganku Riri. Kali ini aku akan menceritakan pengalamanku yang lain, tepatnya pengalaman pertamaku ber-exsib ria tapi penuh kemesuman. Agak cukup lama sih, tepatnya saat aku masih kelas 2 SMA waktu masih umur 16 tahun, lagi imut-imutnya deh pokoknya Waktu itu aku tahu sih apa itu exsibisionis, tapi aku tidak berminat melakukannya, karena jijik dan seperti murahan sekali rasanya menunjukkan aurat terang-terangan ke orang-orang, apalagi yang gak dikenal.
Sebagai gadis cantik dan riang, tentu saja aku tidak susah dalam bergaul dan mencari teman, jadi gak heran aku punya banyak teman baik cewek atau cowok. Apalagi kata teman-teman aku termasuk salah satu cewek tercantik di sekolah hehe.. Tidak heran banyak cowok yang mengejarku termasuk para senior. Baik yang tampangnya cakep anak gedongan sampai yang mukanya gak lolos uji ITB IPB juga ikut-ikutan mengejarku.
“Ri, lo mau gak jadi cewek gue..” sebuah tembakan cinta dari Dedet saat jam istirahat, murid kelas sebelah yang selalu mengejar-ngejarku. Kalau tampangnya cakep Mungkin aku pertimbangkan, tapi ini..
“Ngg.. sorry deh Det, gue gak bisa, temenan aja yah..” Kataku menolak sehalus mungkin agar dia tidak tersinggung. Ku lihat tampangnya makin lusuh karena kecewa, kasihan juga tapi mana mungkin ku terima.
“Hmm.. yaa udah deh, gak apa-apa..” katanya beranjak pergi dari hadapanku. Itu mungkin kesekian kalinya aku ditembak sejak masuk SMA, yang lumayan cakep aja aku tolak apalagi yang kaya dia.
“Kenapa gak lo terima aja sih Ri? Kan cakep” Goda Vani teman karibku.
“Cakep kalo liat pake kacamatanya si Beny yang tebal” selorohku mengejek Beny,cowok gendut yang kacamatanya paling tebal di kelas, kamipun tertawa terbahak berdua. Untung si Beny gak ada disini (side scene: Beny tesedak baso super di kantin)
“Terus lo mau cari cowok yang gimana sih? Ini itu lo tolak semua”
“Gak tahu ah.. biar aja mereka ngantri..hehe”
“Huh, jangan-jangan lo lesbongan.. iya kan? ayo ngaku..” goda Vani mencolek pinggangku.
“Ri, lo mau gak jadi cewek gue” kata Vany menggodaku meniru-nirukan gaya nembak si Dedet barusan.
“Hah? Apaan sih.. ya nggak lah, gue normal.. rese lo” kataku tertawa sambil beranjak dari sana ingin ke kantin. Sambil masih tertawa-tawa si Vani pun mengikutiku.
—
“Ting tong”
Bel berbunyi, Jam sekolah sudah usai, akhirnya aku dapat lepas dari pelajaran matematika ini. Tapi entah kenapa perutku jadi mulas, apa karena pelajaran ini atau soto di kantin tadi.
“Van, pulang bareng yaa.. tapi tungguin gue, mau ke wc dulu nih” kataku pada Vani.
“Hahaha.. lo sih.. pake cukanya kebanyakan..” balas Vani tertawa. Aku segera menuju ke toilet sekolah. Dengan menahan rasa mules di perut ku coba berjalan secepat mungkin menuju toilet siswa yang berada di bagian belakang. Sangat sepi di sini, suasananya menjurus horor. Langsung saja ku tuju toilet wanita, namun tiba-tiba..
“Byuuuurr” guyuran air membasahi tubuhku, membuat seluruh seragamku dari atas sampai bawah basah kuyup.
“Aaaaaa…” aku teriak tertahan.
“So-sorry.. Ri, gak apa-apa kan?” tanya cowok itu. Dengan masih gelagapan diguyur air secara tiba-tiba, ku lihat siapa cowok tersebut, Dedet?? Sialan.
“Det, lo apa-apaan sih? Jadi basah gini gue..” kataku bete sambil mengibas-ngibaskan tanganku.
“Sorry deh Ri, gak sengaja sumpah.. gak liat gue. Gue di hukum sama walas nih, disuruh bersihin toilet gara-gara cabut kemaren..”
“Itu sih urusan lo, terus gue gimana nih? Lo sih buang air kotornya sembarangan..” kataku bete. Sialan banget nih anak, dia malah melongo melihat tubuhku yang basah-basahan karena ulahnya.
“Ui.. ngelamun apaan sih? ” kataku menyadarkannya.
“Eh.. ng-nggak.. basah semua yah ri?” tanyanya lagi salah tingkah.
“Iya, liat nih..” kataku sambil memutar tubuhku di hadapannya, entah kenapa aku malah melakukan itu. Memperlihatkan tubuhku yang basah karena ulahnya tersebut, seragamku terlihat mencetak di tubuhku. Memberinya sebuah pemandangan yang tentunya sangat beruntung bisa dia saksikan.
“Tunggu bentar Ri, gue cariin sesuatu dulu..” katanya sambil beranjak pergi entah kemana. Aku hanya berdiri di sana, berharap dia membawakan sesuatu yang berguna. Tidak lama dia pun kembali sambil menenteng sesuatu.
“Nih, keringin badan lo pakai ini, sorry cuma ada ini..” katanya sambil menyerahkan sweater lusuhnya. Dengan agak bete ku sambar saja sweaternya itu, ku pakai untuk mengeringkan badanku sebisanya. photomemek.com Agak bau matahari sweaternya tapi ku biarkan saja karena gak ada yang lain yang bisa digunakan. Ku lihat dia masih saja memperhatikan tubuhku yang masih basah ini. Entah kenapa aku malah merasakan sensasi yang lain diperhatikan gini. Aku bahkan sampai lupa tujuanku ke toilet karena entah mengapa rasa mules itu menghilang.
“Lo lihatin apaan sih? Dari tadi gue perhatiin lo mandang-mandang ke gue terus..” kataku sambil masih mengelap seragamku.
“Lo suka liat gue basah gini? Mesum lo.. dasar, nih..” kataku sambil melemparkan sweater itu padanya.
“Sorry Ri, abis lo cantik sih, sexy lagi..” katanya.
“Eh, tapi lo mau pergi gitu aja? Masih basah kan seragam lo?” sambungnya lagi. Aku pikir ada benarnya juga omongannya, malas juga basah-basah gini. Entah kenapa tiba-tiba datang ide nakal dariku.
“Ya udah, gue pinjam sweater lo lagi deh..” kataku padanya. Dia menyerahkan kembali sweaternya padaku.
“Tunggu sini ya..” kataku sambil tersenyum manis padanya, dia cuma angguk-angguk saja. Aku pun masuk ke salah satu kamar toilet, namun aku iseng malah masuk ke toilet cowok. Beda banget disini, kotor dan banyak coretan-coretan porno di dindingnya. Aroma disini juga parah, bau pesing banget. Jorok amat anak-anak cowok di sekolah gue.
Aku gantung tasku di salah satu kamar mandi lalu melepas kemeja seragamku, termasuk branya karena sudah basah. Aku kenakan sweaternya yang bau matahari tersebut. Cukup longgar bagiku, bahkan hanya ujung jariku saja yang keluar dari lengan sweater tersebut. Bawahnya pun juga dalam menutupi hingga paha atasku. Sempat terpikir untuk juga melepaskan rok dan cdku tapi ku batalkan, bisa kacau entar. Tapi sedikit ku turunkan resleting sweater tersebut hingga belahan dadaku.
Akupun segera keluar sambil menenteng seragamku yang masih basah tersebut. Ku lihat dia sempat terkejut melihat penampilanku. Sungguh aku merasakan sensasi luar biasa melakukan ini, inikah nikmatnya sensasi eksib?
“Hihi.. napa lo? Ngelamun apaan?” kataku menyadarkannya dari lamunan joroknya.
“Eh.. nggak, lo makin seksi aja pakai gituan” katanya menggombal. Dia pasti tahu kalau dibalik sweater itu aku tidak mengenakan apa-apa lagi. Entah kenapa aku kepingin menggoda ni anak lebih jauh lagi, aku benar-benar lupa tujuanku ke toilet, mungkin Vani sudah menunggu cukup lama di sana.
“Nih.. lo bilas seragam gue, tanggung jawab” kataku sambil menyerahkan seragamku padanya.
“Eh, i-iya.. tunggu bentar yah..” Dia pun masuk ke dalam kamar mandi. Akupun juga ikut masuk ke sana untuk melihat pekerjaannya. Dia cukup canggung karena ada braku yang mesti dia bilas juga, dengan agak hati-hati dia coba membilasnya, aku hanya tertawa dalam hati melihat tingkahnya tersebut.
“Gede juga yah Ri punya lo, hehe..” katanya mesum melirik padaku sambil mengangkat bra itu. Aku hanya membalasnya dengan senyumanku, tidak tahu harus berterima kasih atau apa karena ucapannya tersebut, tapi aku anggap itu sebuah pujian.
“Itu roknya juga kena air kotor tadi kan? mau di bilas juga nggak? Hehe..” tawarnya padaku.
“Nggak usah deh, gue bisa sendiri..” tolakku.
“Udah.. biar gue aja sini..” tawarnya lagi.
“Ih.. lo kok maksa sih..”
“Bukan gitu, gak enak aja gue, biar gue aja deh yang bersihin” katanya mencari alasan. Padahal ku tahu niat mesum di baliknya, tapi akhirnya ku setujui penawarannya itu.
“Hmm.. ya udah, bentar”
“Lepasin sini aja Ri, hehe..”
“Gelo lo..” kataku sambil menuju kamar mandi sebelah. Akhirnya aku lepaskan juga rok abu-abuku beserta celana dalam putihku. Kini di balik sweater itu aku benar-benar tidak memakai apa-apa lagi. Paha putih mulusku terpampang bebas, yang pastinya bakal membuatnya makin panas dingin. Aku juga melepaskan sepatuku. Setelah itu akupun segera kembali ke sebelah.
“Nih.. puas lo, dasar mesum” kataku menyerahkan rok dan celana dalamku.
“Duh.. lo makin seksi aja kaya gitu, gak tahan gue..” komentarnya.
“Gak tahan ngapain?? dasar piktor, cepetan deh bersihin..” segera dia membersihkan seragamku. Sambil membilas, ku dapati matanya melirik-lirik ke arahku.
“Nih, udah selesai, tapi masih basah, lo masih mau pakai??” tanyanya.
“Biar deh, dari pada tadi basah karena air kotor..” jawabku.
“Tunggu bentar dulu aja, biar keringan dikit, gue jemur sebentar yah..” katanya membawa keluar seragamku untuk dijemur. Meninggalkanku yang hanya mengenakan sweater ini sendiri di dalam. Tidak mungkin aku keluar dari toilet ini menggunakan pakaian seperti ini, kalau kelihatan orang bisa kacau.
“Det, gak usah.. biar ajah..” kataku berteriak berbisik padanya di depan pintu masuk toilet tersebut.
“Udah.. jemur bentar aja, biar enakan makainya.. hehe” katanya sambil terus pergi membawa seragamku. Entah dia mau menjemur dimana, dia pun menghilang dari pandanganku. Aku sungguh risih hanya mengenakan sweater ini tanpa menggunakan apa-apa lagi. Terlebih ini toilet cowok, kalau ada orang datang gimana? Duh.
Ku lihat diriku di cermin, ternyata memang sungguh seksi dan menggoda dengan pakaian ini. Iseng ku turunkan lagi resleting sweater tersebut hingga perutku. Duh, berdebar banget rasanya, aku bahkan berpikir kalau tiba-tiba ada segerombolan cowok yang masuk dan melihatku seperti ini, terlebih kalau segerombolan cowok yang bergaya preman, pasti di perkosa aku, hihi.. Entah kenapa berpikir macam itu membuat aku jadi horni, vaginaku pun ikut berdenyut karenanya.
Tidak lama si Dedet kembali, tapi aku tidak melihat seragamku, sepertinya dia jemur di suatu tempat.
“Mana seragam gue? Lo jemur dimana sih? Udah gue bilang gak usah..” kataku dengan wajah bete.
“Hehe.. gak papa lah.. masa basah-basah gitu lo pake” katanya mencari alasan.
“Eh, resletingnya makin turun tuh, makin seksi aja.. duh..” katanya memandang tubuhku dari ujung kaki hingga kepala.
“Rese lo.. mesum” kataku bete.
Tiba-tiba samar-samar terdengar suara langkah kaki dan obrolan menuju kemari. Yang aku takutkan terjadi, sepertinya ada beberapa cowok yang menuju kemari. Aku panik bukan main.
“Duh, Det, gimana nih?” kataku panik pada Dedet.
“Udah lo tenang aja.. sini” kata Dedet menyeretku masuk ke dalam kamar mandi dan menutup pintunya. Tapi sialnya kuncinya rusak, aku hanya berharap mereka tidak masuk dan membuka pintu ini. Kini kami berdua berada di dalam kamar mandi yang sempit. Tubuhku dan Dedet berdempetan karena ruangan yang cukup sempit membuat tangannya sempat menggesek pahaku yang mulus. Dia juga pasti dapat mencium aroma parfumku yang pastinya juga makin membangkitkan nafsunya saja.
“Geser dikit lo ah.. ” kataku berbisik sambil mendorong dadanya.
“Duh.. sempit gini, mau digeser kemana lagi..” katanya yang tetap tidak beranjak dari sisiku.
Rombongan cowok itu akhirnya masuk ke toilet. Aku mendengar obrolan mereka, yang sepertinya membahas tentang pertandingan bola. Dari suara-suara itu ku pikir ada tiga orang yang sedang kencing di sana. Aku sungguh berharap agar mereka tidak masuk kesini. Aku berusaha menahan suara dan nafasku sebisa mungkin sambil mendorong pintunya agar tetap menutup. Sungguh sensasi yang luar biasa dengan dada berdebar karena takut ketahuan plus horni gini.
Posisi Dedet berada di belakangku, hampir benar-benar menempelkan bagian depan tubuhnya dengan bagian belakang tubuhku. Aku merasakan tonjolan penis dari balik celananya menyenggol-nyenggol pantatku yang hanya ditutupi sweaternya. Lama-lama dia seperti menaik-turunkan pinggulnya menggesek-gesekkan tonjolan penisnya di pantatku. Aku menoleh ke arahnya sambil melirik tajam, tapi dia hanya cengengesan saja tanpa menghentikan aktifitasnya.
“Hehe.. lo seksi amat deh Ri, gak tahan gue nih..” katanya berbisik pelan ke telingaku. Ku balas omongannya dengan cubitan pelan ke perutnya. Tapi tunggu, ada yang merayap di betisku. Kecoa!!
“Aaah..” pekikku tertahan sambil menendang nendang kakiku agar kecoa itu terbang, akhirnya kecoa itu mau juga beranjak dari kakiku yang putih mulus, enak betul tuh kecoa, pasti si Dedet iri sama tuh kecoa.
“Siapa tuh dalam? Gak apa-apa lo bro?” tanya cowok dari luar sana karena mendengar suara barusan.
“Eh, iya gak apa-apa..” teriak Dedet dari dalam.
“Tapi sepertinya itu tadi suara cewek deh..” kata cowok yang satu lagi. Aku dan Dedet saling pandang, aku tentunya yang paling ketakutan. Jantungku berdebar dengan kencangnya. Aku menatap Dedet yang sepertinya juga bingung mau berbuat apa. Kalau sampai mereka menemukanku dengan keadaan seperti ini entah apa yang akan terjadi padaku. Paling parah aku bisa diperkosa ramai-ramai.
“Masa sih cewek? Gak mungkin..”
“Tok tok tok..” cowok itu mulai mengetuk pintu kamar mandi tempat kami berada. Aku ketakutan bukan main, aku akhirnya pasrah apa yang akan terjadi. Aku siapkan saja mentalku bila akhirnya mereka mendapatiku dalam kondisi seperti ini, di dalam kamar mandi cowok bersama seorang cowok di dalamnya. Ganggang pintu mulai bergerak turun..
“Woi bro.. lama amat kalian.. pertandingan udah mau mulai tuh” tiba-tiba terdengar suara teriakan cowok dari arah depan pintu masuk toilet. Aku pikir itu teman mereka yang satu lagi yang menjemput mereka kemari.
“Eh, oke bro..” ganggang pintu kamar mandipun akhirnya terlepas. Mereka akhirnya keluar dari toilet. Aku dan Dedet sama-sama menghela nafas lega. Fiiuuuhhh…
“Gila lo, hampir ketahuan tadi, pakai teriak segala..” kata Dedet.
” Habis ada kecoa nempel sih.. geli tau..” kataku membela diri. Tadi itu benar-benar membuat jantungku hampir copot, tapi aku tidak menyangkal nikmatnya sensasi hampir-hampir ketahuan seperti tadi.
“Hehe.. udah pergi mereka tuh, lanjutin dong Ri..”
“Lanjutin apa maksud lo?” tanyaku pura-pura gak ngerti.
“Iya yang tadi, gue benar-benar gak tahan nih.. masa lo tega sih..” katanya mengiba.
“ih, nggak ah, emang lo siapa gue?” tolakku.
“Pliiss, gue cuman pingin coli sambil melihat lo aja kok, gak lebih..” pintanya lagi. Aku berpikir sejenak, aku penasaran juga gimana rasanya dijadiin objek coli cowok, secara langsung lagi.
“Hmm.. iya deh, tapi janji ya cuma liat doang.. jangan macam-macam, oke?” setujuku akhirnya. Wajahnya sembringah senang bukan main, tapi tetap saja tidak memudarkan tampang hancurnya. Dia segera membuka ikat pinggangnya terburu-buru. Lucu saja melihat tingkahnya itu.
“Hihi.. buru-buru amat sih lo.. dasar mesum..” kataku tertawa kecil.
“Gak tahan sih.. lo seksi amat, hehe..” katanya.
“Sini deh, biar gue aja yang lanjutin bukainnya..” tawarku sambil tersenyum manis padanya. Dia hanya mematung mendengar penawaranku. Segera aku bersimpuh di hadapannya dan membuka kaitan celananya, lalu dengan perlahan ku tarik celananya hingga pahanya. Memperlihatkan celana dalamnya yang depannya sudah menonjol.
“Mau dilepasin semua celananya atau nggak nih?” tanyaku padanya.
“Lepasin semua aja deh, biar tambah enak, hehe..” jawabnya. Aku pun menarik celananya hingga ujung kakinya.
“Angkat kakinya..” suruhku. Akupun meloloskan celana panjangnya itu melewati kakinya yang masih menggunakan sepatu, lalu menggantung celananya di gantungan baju disana.
“Kolornya mau dibukain juga?” tanyaku sambil tersenyum nakal ke arahnya.
“Eh.. bo-boleh” tentu saja dia gak nolak hihi..
“Udah gak tahan yah?? Hu.. dasar mesum lo nya..” kataku mengedipkan mata kiriku menggodanya, pastinya membuatnya dia makin blengsetan. Aku lalu mengaitkan jariku disela celana dalamnya yang berwarna hitam itu. Dengan perlahan sambil menatap matanya ku turunkan celana dalamnya, sedikit demi sedikit. Mencoba memainkan tempo selambat mungkin agar dia makin naik nafsunya.
“Plop” Penisnya mencuat terbebas dari jepitan celana dalam. Tegak menegang sejadi-jadinya di hadapanku. Aku cukup terpana melihat ukuran penisnya yang cukup besar. Baru kali ini aku melihat penis secara langsung.
“Ish.. udah tegang poll gini..” kataku.
“Hehe.. gara-gara melihat body lo sih Ri..” aku hanya membalasnya dengan senyuman, senang saja dipuji seperti itu. Aku kembali turunkan celana dalamnya hingga lepas dari kakinya.
“Nih.. celana dalam lo, bau gini.. gak pernah lo cuci apa?” kataku sambil melambai-lambaikan celana dalamnya di hadapanku sambil tersenyum meliriknya. Dia mungkin merasa gak karuan melihat celana dalamnya di genggam cewek cantik dan seksi sepertiku, sambil tersenyum manis lagi. Aku masukkan celana dalamnya ke kantong celana panjangnya yang digantung tadi.
“Udah, katanya mau coli.. cepetan..” kataku.
“Iya.. duh, beruntung banget gue..” katanya yang Kemudian mulai mengocok penisnya sendiri. Posisiku sendiri masih bersimpuh di hadapan penisnya. Aku merasa aneh melihat cowok onani gini, terlebih ada aku disana menemaninya sebagai objek onaninya.
“Lo baru pertama melihat kontol Ri?” tanya Dedet.
“Kontol? Apaan tuh?” tanyaku heran.
“Ini, penis, burung, kontol.. sama aja.. hehe..” jawabnya menjelaskan sambil tetap mengocok penisnya di depanku.
“Hmm.. iya baru pertama kalau yang asli, sebelumnya cuma di bokep doang..” Sambil kami mengobrol, mataku menatap bergantian ke arah matanya dan penisnya.
“Gimana? Gede gak? Mau pegang? Hehe..” tanyanya melepaskan kocokannya dan mendekatkan penisnya ke arahku.
“Gak ah, jijik..” tolakku sambil menatap penisnya yang sudah mulai mengeluarkan cairan bening.
“Lo sendiri sering coli gini?” kataku balik nanya.
“Gak juga sih, kalu gue lagi gak nahan doang” jawabnya.
“Tau gak, kadang gue coli sambil ngebayangin lo tuh.. hehe” sambungnya lagi.
“Hah.. rese lo, seenaknya jadiin gue objek coli..” kataku mencubit perutnya, dia hanya tertawa saja, membuatku juga jadi ikut tertawa. Beberapa detik kemudian kami hanya terdiam tanpa ada yang diobrolkan, namun dia masih tetap mengocok penisnya sendiri.
“Ri… Riri..” terdengar suara teriakan Vani memanggil namaku. Arahnya dari toilet cewek. Duh, aku sampai kelupaan vani yang udah nunggu dari tadi. Tapi keadaan ku yang seperti ini tidak mungkin menyahut panggilannya.
“Ri, teman lo manggil tuh..” kata Dedet.
“Ssst.. pelanin suara lo napa. Ntar dia tau lagi gue disini sambil coliin lo, bisa malu gue” kataku bangkit lalu menempelkan telunjukku ke bibirnya. Dia memang jadi diam, tapi dengan nakalnya bibirnya berusaha mengulum jari telunjukku, mengemut-ngemutnya seperti permen sambil tangannya tetap mengocok penisnya sendiri. Aku biarkan saja perbuatannya ini yang penting dia diam.
Terdengar suara getaran hp dari dalam tasku, tapi ku biarkan karena tidak mungkin ku jawab. Akhirnya tidak terdengar lagi suara Vani, mungkin dia mengira aku sudah pulang meninggalkannya. Terpaksa aku harus mencari alasan besok padanya.
“Udah? Enak permennya?” kataku melepaskan jariku dari mulutnya, dia hanya cengengesan saja. Aku kemudian menggodanya dengan memasukkan jariku yang baru saja lepas dari mulutnya dan masih ada liurnya itu ke dalam mulutku, mengulum jariku sendiri dengan wajah menggoda padanya. Dia pasti makin horni nih, hihi..
“Ri, turunin dikit lagi dong resletingnya..”
“Lagi? Udah sampai perut gini..” kataku, namun kuturuti kemauannya menurunkan lagi resleting, melewati pusarku hingga hampir menunjukkan permukaan vaginaku.
“Udah?” tanyaku.
“Duh.. mantap benar.. lagi dong..” pintanya. Dasar cowok, gak pernah puas.
“Dasar.. bilang aja pengen liat gue bugil” kataku. Dia hanya tertawa cengengesan. Aku balikkan tubuhku membelakanginya. Lalu aku turunkan resleting sweater itu sampai habis semua, memperlihatkan bagian depan tubuhku termasuk vaginaku yang mulus. Aku tutupi dengan tangan daerah vaginaku sebelum membalik ke arahnya lagi. Kini aku berdiri dengan bagian depan tubuhku telanjang di hadapannya. Namun vaginaku masih tertutupi kedua tanganku serta kedua puting payudaraku masih tertutup sisi sweater yang masih menggantung di tubuhku.
“Duh.. gila.. seksi abis.. oughh..” katanya meracau sambil mempercepat kocokan penisnya. Siapa juga yang gak tahan liat gadis cantik putih mulus berpose seperti ini, hihi..
“Kamu suka yang?” kataku menggodanya dengan menggunakan embel-embel ‘yang’ padanya, biarin aja dia ge-er.
“Iya.. suka banget.. uhhh..” erangnya. Aku balas dengan tersenyum manis.
“Sayang udah horni banget yah? Sampai keringatan gitu? Panas yah?” godaku lagi. Ku ambil tisu dari dalam tasku lalu ku seka keringat di keningnya dengan salah satu tanganku. Lalu aku mendekatkan bibirku ke telinganya.
“Kalau udah gak tahan, keluarin aja yang, hihi..” kataku berbisik mendesah. Ku lihat wajahnya makin gak karuan, makin buruk saja dengan tampang horninya itu. Tapi sepertinya dia masih berusaha untuk menahan spermanya.
Aku kemudian kembali berdiri di hadapannya. Lalu dengan tangan kanan, ku lepaskan sweater itu dari tubuhku hingga akhirnya sweater itu jatuh ke lantai kamar mandi yang lembab, sedangkan tangan kiriku masih menutupi vaginaku. Kini aku benar-benar telanjang dihadapannya, dengan buah dadaku yang tidak tertutup apa-apa lagi, namun aku masih menutupi bagian vaginaku dengan tanganku.
“Kalau gini masih sanggup nahan?? hihi..” godaku memperlihatkan tubuhku yang sudah polos di depannya. Kocokannya makin cepat.
“Oughh.. gak tahaaaan.. mau keluar Ri.. nghhhhh..” erangnya sambil melihat dadaku yang terpampang dihadapannya.
“Keluarin say, yang banyak..” melihat ku yang kini berdiri telanjang polos di hadapannya membuatnya benar-benar sudah tidak tahan lagi.
“Agghhhh…”
“Croot…croot..” spermanya akhirnya menyemprot berkali-kali ke arahku, hampir mengenaiku yang berdiri di depannya. Aku yang baru kali ini melihat cowok ejakulasi cukup terpana karenanya, terlebih dia ejakulasi karena habis onani dengan aku sebagai objeknya.
“Oughh… ngghhh….” Erangnya menikmati proses ejakulasinya itu. Lantai kamar mandi jadi belepotan spermanya yang kental.
“Enak ya? Hihi.. udah puas kan?” tanyaku padanya yang masih terlihat ngos-ngosan, mungkin merupakan onaninya yang paling nikmat selama ini.
“Enak banget.. makasih ya Ri, biasanya gue cuma bisa coli sambil ngebayangin lo. Tapi kali ini malah sambil ditemani lo langsung.. duh, beruntung banget gue..” ujarnya.
“Iya-iya.. udah kan? lo ambilin seragam gue lagi dong.. masa gue telanjang terus..”
“Hehe.. gak papa kali, lebih menggoda” katanya.
“Ih, enak aja.. entar lo nafsu lagi, bisa repot lagi ntar..” kataku menyilangkan tanganku ke tubuhku.
“Lah, kok gak manggil sayang lagi sih Ri?” katanya mengambil sweaternya yang terjatuh di lantai.
“Ye.. lo ke ge er-an amat. Tadi kan biar lo cepat keluar aja.. hihi” kataku sambil tertawa.
“Hehe.. gak papa deh, makasih ya. Eh, boleh dong gue liat memek lo..” pintanya.
“Untuk apa lagi sih? Kan lo udah ngecrot barusan..” kataku heran.
“Cuma pengen liat aja, penasaran..” katanya lagi berharap.
“Hmm.. gimana yah.. lo ambilin dulu gih seragam gue” kataku padanya.
“Ya udah, gue ambilin seragam lo dulu, mudah-udahan udah lumayan kering” dia kemudian mengenakan kembali celananya beserta sweaternya. Meninggalkanku dengan keadaan bugil tanpa ada apa-apa lagi yang bisa menutupi tubuhku. Sialnya dia malah membiarkan saja ceceran spermanya di lantai, terpaksa aku yang harus membersihkannya. Dengan tubuh telanjang bulat ku ambil air dengan gayung dan ku siram ceceran spermanya hingga bersih.
Cukup lama juga aku disini menunggunya. Aku cukup takut kalau dia meninggalkanku disini membawa kabur pakaianku. Mana hari makin sore aja, bisa-bisa pagar sekolah keburu dikunci. Akhirnya dia datang juga sambil membawa seragamku.
“Kemana sih lo? Lama amat..” kataku berusaha mengambil seragamku dari tangannya.
“Eitt.. tepati dulu janji lo, hehe..” ujarnya mesum.
“Ng… iya-iya..” aku pun membuka tanganku dan memperlihatkannya vaginaku yang mulus tanpa bulu. Mungkin dia adalah cowok yang paling beruntung karena jadi yang pertama melihat vaginaku.
“Puas? Udahkan?” kataku sambil menutupinya lagi dengan tanganku lima detik kemudian.
“Yah.. bentar amat sih.. lagi dong..” pintanya.
“Gak.. udahan, ntar lo makin ngelunjak..” tolakku padanya. Tapi dasar bandel, dianya gak mau buang kesempatan.
“Buka dong Ri..” katanya menggenggam tanganku berusaha menariknya agar tidak menutupi vaginaku.
“Ah.. rese lo, iyaaa… kali ini aja gue kasih” akhirnya aku membiarkan saja tangannya menarik lenganku sehingga kini vaginaku kembali terpampang bebas.
“Jangan lama-lama.. malu tahu” kataku yang walaupun malu tapi merasa sensasi nikmat juga diperhatikan gini.
“Duh.. cakep benar.. merah muda, pasti enak tuh” komentarnya.
“Enak ngapain? Dasar porno..” kataku menutup kembali vaginaku dengan tangan. Namun dia kembali menarik tanganku.
“Udahan..” kataku manja sambil masih tertawa sambil menutup lagi vaginaku.
“Belum..” katanya juga tertawa menarik lagi tanganku. Kami tertawa karena ulah kami ini. Kami lakukan beberapa kali hingga akhirnya aku kecapekan sendiri.
“Duh, kayanya gue tegang lagi nih.. coliin lagi dong..” pintanya.
“Hah? Enak banget lo.. tapi udah sore nih.. besok-besok lagi yah.. gak papa kan?” entah kenapa aku malah memberinya harapan melakukan hal ini lagi.
“Yah.. nanggung nih.. pliss boleh yah..” katanya memelas.
“Hmm.. besok-besok aja deh ya.. hari ini cukup, ntar gue kasih lebih deh dari yang tadi.. okey?” kataku memberi angan. Kalau diterusin bisa sampai jam berapa pula ini.
“Huuh.. iya deh.. tanggung padahal. Gue tunggu besok jam yang sama ya?”
“Iya-iya..” kataku kembali mengenakan seragamku lengkap. Masih agak lembab terasa, namun ku biarkan saja.
“Makasih yah Ri.. muach..” katanya lalu mencium pipiku kemudian kabur duluan.
“Rese lo” kataku pura-pura kesal.
Akhirnya aku pulang tidak lama kemudian, untung saja pagar belum dikunci. Sempat satpam sekolah menanyaiku kenapa baru keluar. Terpaksa aku berbohong dengan alasan yang dibuat-buat.
—
—
“Lo kemana sih kemarin? gue tungguin tapi malah ngilang” gerutu Vani.
“Sorry Van, tiba-tiba ortu nelpon.. terpaksa gue cabut langsung, sampai lupa ngabarin lo.. sorry banget yah..” kataku berbohong, untung Vani tidak marah lagi.
Saat jam istirahat, aku beberapa kali berpapasan dengan Dedet. Untung saja dia mampu bersikap sewajarnya dan hanya melemparkan senyum mesumnya padaku, yang mau tak mau juga ku balas dengan senyuman manisku. Seperti yang dijanjikan, saat bubaran sekolah ternyata Dedet sudah menunggu di depan toilet dengan tampang mesumnya. Sebelumnya aku sudah menyuruh Vani untuk pulang duluan.
“Lama amat sih..” kata Dedet.
“Lo aja yang gak sabaran.. eh, emang disini lagi? Gak ada tempat yang bagusan dikit napa?” tanyaku.
“terus dimana lagi dong??”
“Kan udah gue bilang gue bakal kasih lebih hari ini” ujarku.
“iya.. terus?” tanyanya dengan penuh harapan mesum.
“Hmm.. lo mau nggak ke rumah gue aja, nginap aja di rumah gue.. keluarga gue lagi pergi acara nikahan sepupu ke luar kota, pembantu juga lagi pulang kampung, mau nggak?” ajakku sambil melirik padanya. “Bruuk” ku yakin ada suara durian runtuh di dalam kepalanya mendengar ajakanku barusan. Pasti dia langsung memikirkan hal-hal mesum yang akan bisa dia dapatkan, tampak ada tonjolan di balik celananya. Tentu saja dia menyetujuinya walau merasa tidak percaya.
Singkat cerita kami pun sampai di rumahku. Ku persilahkan dia masuk dan menyuruhnya duduk di ruang keluarga biar lebih santai.
“Anggap aja rumah sendiri Det..”kataku.
“Kalau anggap rumah pacar sendiri boleh nggak?? Hehe..” katanya.
“Huu.. terserah lo deh..”aku pun membuatkannya minuman dingin layaknya seorang pacar. Sungguh beruntung bila dia memang mendapatkan pacar sepertiku, tapi sungguh bencana kalau aku mendapatkan pacar sepertinya. Tapi entah kenapa aku mau saja mengajaknya ke rumahku, saat orang tuaku tidak ada. Sengaja aku ganti pakaianku dengan baju yang lebih santai, baju kaos lengan pendek dengan celana jeans biru sebatas paha. Saat turun ke bawah ku lihat Dedet terpana melihat sosokku. Baru pertama kali dia melihatku dengan pakaian santai seperti ini. Lekuk tubuhku tidak dapat ditutupi dengan sempurna dengan pakaian ini, pastinya membuat birahinya kembali bangkit.
“Benar nih gue dibolehin nginap disini?” tanyanya lagi karena masih tidak percaya.
“Iya.. mau kan temanin gue? Atau lo emang mau pulang nih.. silahkan..”
“Eh.. ma-mau dong.. duh.. hoki banget gue, hehe..”
“Iya-iya.. lo beruntung hihihi..” kataku.
“Jadi gue boleh dong ngapain aja di rumah ni?”
“Hmm.. boleh deh”
“Termasuk mesumin anak gadis yang punya rumah??” tanyanya mesum memandangku.
“Tergantung..”
“Tergantung apa?” tanyanya heran.
“Tergantung lo bisa nangkap gue atau nggak, weeekk” kataku memeletkan lidah dan tertawa berlari darinya.
“Dasar, awas lo” katanya kemudian mengejarku. Entah kenapa tiba-tiba rumahku berasa seperti syuting film India, saling kejar kejaran di dalam rumah. Bedanya di film India itu penuh hal romantis, tapi disini penuh kemesuman. Aku berlari hingga akhirnya terpojok di salah satu sudut ruangan, nafasku terasa sesak karenanya.
“Ayo.. mau lari kemana? Sini.. sini main sama om” katanya menirukan gaya om hidung belang. Aku tersenyum sambil mencari jalan untuk kabur. Tapi terlambat, Dia langsung menyergapku dan memelukku erat-erat.
“Duh.. aw.. hahaha.. pelan-pelan dong.. geliiiii” kataku berteriak manja di peluk erat-erat olehnya.
“Ayo.. mau lari kemana??” sambil memelukku dia menyeretku ke sofa terdekat dan “bruuk” tubuhku dan tubuhnya jatuh bersamaan di atas sofa empuk itu. Dia masih saja memelukku erat-erat sambil hidungnya mengendus-ngendus leherku menghirup aroma tubuhku.
“Det, udah ah, geli” kataku menepuk tubuhnya. Akhirnya diapun melepaskan pelukannya.
“Ye.. katanya gue boleh ngapain aja di sini.. curang ah..” katanya.
“Hmm.. iya, tapi makan dulu yuk, lo belum makan kan? mau gue masakin nasi goreng nggak? Enak lo buatan gue..”
“Wah, boleh tuh.. pasti enak tuh, yang buatnya lo sih.. hehe”
“Ya udah, tunggu bentar, lo nonton tv aja deh.. eh, kalau lo mau, lo boleh manggil gue sayang selama nginep di sini” kataku mengedipkan satu mataku dan beranjak ke dapur. Pasti girang banget tuh si Dedet. Ku biarkan dia menonton tv sedangkan aku membuat makan malam kami. Kami pun makan malam bersama sesudah itu.
“Hehe.. emang benar-benar enak masakan kamu sayang..” katanya memujiku. Agak aneh memang dipanggil sayang olehnya, tapi biar deh, itung-itung cari sensasi lain.
“Hihi.. siapa dulu dong.. Riri gitu loh..” kataku sok hebat.
“Iya, pacarnya siapa?” goda Dedet.
“Pacarnya kamu yang..” kataku menggoda padanya. Gila aja aku bilang dia pacarku, untung cuma ke dia aja. Gak mungkin aku mengenalkan ke orang-orang kalau dia pacarku.
“Habisin yah.. jangan di buang-buang..” kataku lagi.
“Sip.. pasti ludes semua.. haha”
Setelah makam malam, kami duduk berdua di depan tv. Tapi ku lihat perhatiannya lebih kepada tubuhku dari pada ke layar tv.
“Napa lihat-lihat? Ntar juling loh matanya..” godaku.
“Hehe.. nggak.”
“Eh, gue mau mandi dulu yah..” kataku beranjak dari sana.
“Ikut dong yang.. hehe..” pintanya.
“Ngapain ikut-ikut, gue mandinya lama..”
“Nggak papa, gue juga bakal lama kok..” aku bisa menebak apa yang akan dia lakukan padaku bila kami mandi bareng. Tapi rasanya gak ada masalah, toh dia juga udah pernah liat tubuh bugilku dan aku juga udah pernah onaniin dia.
“Hmm.. ya udah yukk, pakai kamar mandi di atas aja..” Dia mengikutiku menuju kamarku diatas.
“Yuk sini masuk.. ngelamun apa sih lo? Udah mulai mikir jorok ya? Dasar..” godaku dari pintu kamar mandi karena dianya masih saja berdiri di depan ranjang melihat-lihat isi kamarku.
Biasanya hanya aku sendiri yang menggunakan kamar mandi ini, namun kini, ada pria lain yang akan ikut mandi denganku. Kalau pacarku sih mungkin gak masalah, tapi ini bukan siapa-siapa. Cuma pacar bohongan.
“Duh.. gak tahan gue..”
“Ah, lo gak tahan mulu dari tadi.. mesum” Aku dekati dirinya dan melepaskan kancing seragam yang dia kenakan, lalu celananya hingga akhirnya dia kini telanjang bulat di depanku.
“Ish.. udah gak tahan nih ye..hihihi..” godaku.
“Iya, ayo dong, cepetan buka juga baju lo Ri” pintanya gak sabaran.
“Iya-iya sabar napa, masih panjang kok malam, besok juga masih bisa.. dasar” aku buka celana pendek jeansku terlebih dahulu, kemudian baju kaos ku lalu dengan perlahan dan menggoda ku turunkan celana dalamku sedikit.
“Mau kamu yang narik nggak yang?” usulku padanya.
“Wew.. mau dong..” katanya girang. Dia kemudian mengambil posisi bersimpuh di depanku, lalu dengan perlahan menyelipkan jarinya di sela-sela celana dalamku. Padahal dia pernah melihat ku bugil kemarin, tapi ku lihat sekarang dia agak gemetaran. Mungkin karena sensasi menarik celana dalam cewek kaya gini, hihi..
Dengan tangan gemetar dia tarik celana dalamku perlahan, sungguh sensasi aneh yang luar biasa. Ku lihat di cermin, begitu menggelikannya situasi ini, membiarkan cowok sepertinya menarik celana dalamku. Sedikit demi sedikit hingga memperlihatkan permukaan vaginaku yang mulus. Lalu terus kebawah hingga ke pergelangan kakiku. Ku angkat kakiku bergantian membantunya meloloskan celana dalam itu. Kini kami sama-sama telanjang. Di dalam kamar mandiku. Dan tidak ada siapa-siapa lagi di rumah ini selain kami!! Sebuah situasi penuh kemesuman pun tercipta.
Ku isi bathtub dan menyalakan shower lalu mulai membasahi tubuhku. Ku lihat dia asik memperhatikan tubuhku yang basah karena siraman air shower.
“Nih, dari pada bengong mending lo yang mandiin gue..” kataku menyerahkan selang shower padanya.
“Eh, i-iya..” katanya gelagapan. Mungkin ini pertama kalinya dia memandikan cewek. Apalagi kalau ceweknya cantik putih mulus sepertiku. Dia basahi seluruh tubuhku, mulai dari depan ke belakang, dan dari atas sampai ke bawah. Tapi sepertinya dia paling suka membasuh wajahku saat aku duduk bersimpuh di hadapan penisnya. Penisnya menegang sejadi-jadinya selama memandikanku. Sambil terus membasuh tubuhku matanya tidak pernah lepas dari dada dan vaginaku.
“Suka ya liat gue basah-basah gini?” tanyaku, dia hanya tersenyum mesum saja.
Setelah itu gantian aku yang menyiram tubuhnya, saat membasuh tubuhnya penisnya beberapa kali menyentuh pahaku. Setelah itu kami saling menyabuni tubuh kami, membilas tubuh dan berendam dalam bathtub. Dia yang sudah bernafsu ku lihat mulai mengocok-ngocok penisnya dari dalam bathtub. Tapi aku masih membiarkan saja dia bermain sendiri sambil memandangiku. Kadang kakiku dia sengajakan mengenai penisnya.
Setelah acara mandi yang penuh kemesuman itu, kami mengeringkan tubuh di dalam kamarku.
“Eh, gue harus pakai baju apa nih?? Lo ada baju untuk cowok nggak??” tanya Dedet padaku.
“Hmm.. baju bokap sih, bentar deh gue ambilkan” kataku sambil beranjak dari kamarku.
“Eh, tunggu dulu, gue punya ide lain..” katanya menghentikan langkahku. Aku bersiap mendengar ide darinya, yang sepertinya bakal mesum.
“Gimana kalau kita berbugil ria aja yang..hehe” benar dugaanku. Otaknya benar-benar penuh kemesuman. Sepertinya tidak ingin membuang kesempatan melakukan hal mesum denganku selagi bisa.
“Dasar, emang enak gitu ngapa-ngapain bugil? Tapi ya udah deh.. gue turutin” ku lihat wajahnya tersenyum puas penuh kemesuman. Ntah hal apa lagi yang akan dia lakukan terhadapku. Akupun akhirnya keluyuran dan melakukan aktifitas di dalam rumah tanpa pakaian, begitupun Dedet. Awalnya aku merasa risih, tapi lama-lama ternyata asik juga, gimana gitu rasanya, hihi..
Kami sama-sama duduk di sofa menonton tv saat itu,
“Yang, sini deh..” ajakku ke Dedet untuk mendekat ke diriku. Aku kemudian mengambil foto kami berdua yang sedang bugil ini, agak terkejut juga dirinya.
“Hihi.. buat kenang-kenangan aja.. lo kalau mau ambil foto gue juga silahkan, tapi ingat jangan lo sebar yah..” kataku padanya.
“Eh.. y-yang benar Ri, gak papa?” tanyanya, aku hanya mengangguk sambil tersenyum manis.
“Lo pengen pose gue kayak mana? Gue turutin deh..” kataku berbisik menggoda padanya. Saat aku mengatakan itu aku melihat penis tegangnya melenting. Kalau penisnya bisa ngomong mungkin penisnya bakal teriak senang. Dia mulai men-jepret-jepret diriku dengan kamera handphonenya. Menyuruhku telentang, nungging, ngangkang yang lebar dan segala macam pose yang dia minta aku lakukan. Aku sebenarnya merasa malu di foto seperti ini, tapi ada sensasi yang luar biasa saat mememerkan tubuhku.
“Hehe.. kayaknya lo ada bakat jadi model bugil deh” godanya.
“enak aja lo..” kamipun tertawa bersama.
“Lagi say, terakhir..” pintanya. Aku disuruh bersimpuh di depan penisnya.
“Lebih dekat yang..” aku majukan lagi wajahku.
“Kurang tuh, dekatin lagi dong..” aku majukan lagi lebih dekat wajahku ke penisnya, hanya beberapa senti dari wajahku.
“Nah.. mantap, liat kesini” dia lalu mengambil satu gambar.
“Mulutnya dibuka yang..” aku turuti permintaanya membuka mulutku di depan penisnya seperti akan ingin menjejalkan penisnya ke mulutku. Dia kemudian mengambil lagi gambarku.
“Udah? Masih ada lagi?” tanyaku.
“Udahan deh.. gue jadi kagak tahan kalau lama-lama.. ke kamar yukk.. gak tahan nih..” ajaknya.
“Ihh.. lo mau apain gue emangnya? Ngentotin gue?”
“Kalau boleh sih.. hehe..”
“Nggak, jangan ngarap deh..” tolakku.
“Yah.. gue pengen padahal, tapi ya udah kalau lo gak mau, gue juga gak bakal maksa, tapi bantu coliin gue lagi yah.. udah gak tahan nih.. hehe” pintanya mesum.
“Dasar porno” Kamipun beranjak ke kamarku sekaligus bersiap untuk tidur.
“Yang.. ac-nya matiin aja deh.. biar tambah hot..” pintanya.
“Hmm.. panas tau, ya udah kalau itu mau lo” aku kemudian mematikan ac di kamarku dan duduk di tepi ranjang. Dia tampaknya sudah tidak tahan lagi mulai mengocok penisnya di depanku. Lagi-lagi aku merasakan sensasi yang aneh dijadikan objek onaninya seperti ini.
“Dasar, udah tegang gitu.. mesum lo ah..” kataku. Penisnya berada sekitar tiga puluh senti dari badanku. Aku penasaran juga bagaimana rasanya memegang penis lelaki, tapi aku terlalu malu untuk memintanya.
“Kalau mau pegang, pegang aja yang.. hehe” katanya yang seperti tahu apa yang ku pikirkan. Aku pun mencoba memegang penisnya. Kemarin aku sempat jijik, tapi kini aku merasa penasaran. Tanganku kini menggenggam mantap di penisnya.
“Oughh.. Nah gitu.. coba maju mundurkan deh..” pintanya. Ku maju-mundurkan tanganku mengocok penisnya. Ku lihat wajahnya yang merem menikmati nikmatnya penisnya dikocok olehku.
“Enak??” tanyaku memandang wajahnya.
“Iya.. kocokin lebih cepat yang..” aku turuti permintaannya mengocok penisnya lebih cepat, makin lama kocokanku makin mantap dan tanpa ragu-ragu lagi. Tangannya yang nganggur kini malah meraba-raba tubuhku tanpa seizinku. Mulai dari bahu, leher, hingga ke buah dadaku. Ku biarkan saja aksi mesum tangannya tersebut.
“Duh.. pelan-pelan dong remasnya..” kataku merintih karena remasan tangannya yang makin kencang saja di buah dadaku. Bahasa tubuhnya makin porno saja. Sambil ku mengocok penisnya dia menggerakkan pinggulnya seperti sedang bersetubuh. Aku hanya tersenyum melihat tingkahnya.
“Bentar yang..” kataku melepaskan penisnya lalu beranjak ke lemari bajuku. Ku ambil salah satu celana dalamku yang paling seksi dan menunjukkan padanya. Dia tentunya heran dengan apa yang akan ku lakukan. Aku kemudian kembali duduk di hadapannya. Ku gunakan celana dalam yang ku ambil tadi menyelimuti penisnya, menggesek-gesekkan celana dalamku pada penisnya serta mengocok penisnya dengan tanganku beserta celana dalam tersebut, membarinya sensasi yang berbeda yang pastinya makin membuat penisnya makin ingin cepat muncrat.
“Ngghhhhh.. enak yang.. ougghh..” racaunya.
“Keluarin aja.. gak papa kok basah kena peju.. hihi..” kataku menyemangatinya. Tidak lama kemudian penisnya berdenyut dan remasan tangannya pada payudaraku makin kencang membuat aku kesakitan.
“Crooot.. croot” spermanya menyemprot dengan kencangnya membasahi celana dalamku itu, beberapa tetes juga mengenai perut dan buah dadaku. Dia lepaskan segala nafsunya yang sedari tadi tertahan.
“Hosh.. hosh.. enak benar..” katanya ngos-ngosan.
“Puas belum?” tanyaku, dia hanya mengangguk saja lalu tiduran di ranjangku.
“Main tidur aja, bersihin dulu tuh burungnya, eh kontolnya..” kataku menuju kamar mandi untuk membersihkan tanganku beserta celana dalamku yang berlumuran spermanya. Saat ku kembali dia masih saja terbaring di ranjangku.
“Jadi lo gak mau ngebersihin sendiri nih? Apa mesti gue juga yang bersihkan?” tanyaku. Dia hanya mengangguk sambil cengengesan. Enak bener dia.
“Dasar lo..” Aku lalu mengambil beberapa helai tisu dan ku gunakan untuk mengelap penisnya.
“Hehe.. makasih yah.. enak benar yang..” katanya. Ku biarkan dia istirahat sedangkan aku pergi mengambil minum dan cemilan ke dapur. Setelah itu kami menonton tv sambil mengobrol santai, saling bercanda dan menggoda. Membuat aku menjadi merasa nyaman saja bersamanya. Apa aku jadi menyukainya? Aaah.. jangan sampai.
“Ri, lo udah pernah pacaran belum?”
“Belum.. Lo sendiri pasti gak pernah juga kan?”
“Ye.. pernah dong..”
“Ha? emang ada tuh yang mau sama lo? Hihihi..” ejekku.
“Enak aja, banyak tahu yang ngejar-ngejar gue..”
“Gelo lo.. haha” kamipun tertawa bersama, aku tidak peduli omongannya itu benar apa tidak.
“Hmm.. berarti lo belum pernah gituan dong Ri?” tanyanya.
“Ngapain nanya-nanya? Kepo banget.. gak pernah lah, gue masih perawan” kataku.
“Ohh.. gue juga belum pernah, sama dong.. hehe..” katanya yang sepertinya punya harapan mesum padaku.
“Terus, gue peduli gitu.. week..” kataku memeletkan lidah.
“Pokoknya lo jangan macam-macam.. coba aja lo kalau berani ngentotin gue.. gue laporin ntar” kataku lagi.
“Iya-iya..”
“Kalau cuma peluk dan cium boleh kan?” tanyanya.
“Dasar.. iya deh.. boleh ciumin dan peluk gue sesuka lo sampai peju lo muncrat-muncrat.. puas? mesum lo” dia tersenyum mesum mendengar persetujuanku. Dia kemudian mulai membelai-belai badanku. Tubuhku kemudian ditariknya untuk bersandar ke badannya. Lalu dia melumat bibir tipisku tanpa izin. Duh, ciuman pertama gue diambilnya, sial. Tapi sudah terlanjur, ku nikmati saja permainan lidahnya di dalam mulutku, akupun mencoba mengimbangi dan membalas permainan lidahnya. Tubuhku kini berada tepat diatasnya, menindih tubuhnya dengan tubuhku. Membiarkan tangannya membelai punggung dan pinggulku ketika kami berciuman. Lama-lama ku rasakan penisnya kembali menegang, tepat didepan vaginaku.
“Tegang lagi tuh..” ujarku sambil tersenyum.
“Mau di keluarin lagi?” dia hanya mengangguk sambil tersenyum. Kami kemudian saling bercumbu, berpelukan dan berciuman. Udara dalam kamarku menjadi semakin panas saja karena hawa mesum ini. Membuat tubuh kami mulai bermandikan keringat. Kulitku dan kulitnya terasa menempel karena lengketnya keringat kami. Kami berguling-guling diatas ranjangku, saling menjamah tanpa bersetubuh. Membiarkannya menciumi tubuh dan wajahku sesukanya.
Kemudian aku duduk di atas selangkangannya seperti posisi WOT. Kemudian ku gerakkan pinggulku, menggesekkan vaginaku pada penisnya yang menegang. Ku tetap berhati-hati agar penisnya tidak menyeruak masuk ke vaginaku. Sambil menikmati goyangan pinggulku yang menghimpit penisnya dengan vaginaku, tangannya tidak henti-hentinya membelai tubuhku, baik membelai pinggul, paha sampai meremas payudaraku. Betapa seksinya keadaan kami saat ini, tubuh kami masih mengucurkan keringat saking panasnya hawa ini. Ku lihat di cermin rambutku sudah acak-acakan dengan wajah memerah dan tubuh mengkilap karena keringat.
“Enak? Kalau mau keluar.. keluarin aja..” kataku.
“Oughh.. iya.. enak banget yang..ngghhhh” erangnya.
Tangan kami kemudian saling menggenggam, ku lihat dari wajahnya sepertinya dia akan segera sampai. Ku percepat goyangan pinggulku, membuat gesekan kelamin kami makin menjadi-jadi, kepala penisnya bahkan hampir masuk ke vaginaku. Dia makin meracau kenikmatan hingga akhirnya ia tumpahkan lagi spermanya dengan posisi batang penisnya yang terhimpit vaginaku. Membuat spermanya menyebar kemana-mana disekitar selangkangan kami, membasahi permukaan vagina, paha sampai perutku.
“Duh, jadi belepotan gini, tapi biar deh.. untung gak di dalam vagina gue belepotannya.. hihi”
“Puas? Tidur lagi yukk.. ” ajakku. Akhirnya setelah itu kami berdua tertidur dengan tubuh kami yang berhimpitan dan berkeringat.
Esok paginya aku bangun lebih cepat darinya. Ku biarkan saja dia masih tertidur sedangkan aku menuju ke dapur untuk menyiapkan sarapan kami, tentunya dengan bertelanjang bulat. Untung sekarang hari minggu, jadi kami tidak perlu memikirkan masalah sekolah.
“Yang.. bangun..” kataku sambil mengguncang-guncang tubuhnya.
“Hoaammmmm..ngghh.. enak banget tidur gue, jam berapa nih??” tanyanya.
“Jam sembilan, udah cepat bangun. Tuh udah gue siapin sarapan”
“Wah asik… mantap banget servicenya.. mau deh nginap di rumah lo terus-terusan..hehe”
“Ye.. enakan lo dong, gue malah repot. Hmm, tapi kalau ada kesempatan boleh aja kok..” kataku memberi harapan. Kamipun sarapan bersama. Lalu dengan bertelanjang kami melakukan aktifitas di rumah seperti biasanya. Siangnya dia kembali minta dipuaskan, kembali aku melayaninya hingga dia tumpahkan lagi spermanya, waktu itu kami lakukan di halaman belakang rumahku, di alam terbuka. Saling berpelukan dan berguling-guling di atas rumput jepang. Sebuah sensasi yang luar biasa.
Dia juga melakukan eksperimen memilih pakaian-pakaian untukku yang menurutnya seksi. Aku ikuti saja kemauannya itu. Bahkan dia mengambil foto-fotoku yang sedang mengenakan pakaian-pakaian yang dia pilihkan yang menurutnya seksi dan menggoda.
“Hehe.. kayaknya lo lebih menggoda kalau pakai pakaian yang seksi deh” komentarnya melihat penampilanku yang menggunakan celana dalam melorot dengan tangtop longgar gini, semua serba putih.
“Mesum..” kataku seperti meninjunya, tapi tidak benar-benar meninjunya.
“Udah tegang lagi nih, hehe..” cengengesnya mesum.
“Terus?” ditanya, dianya malah cengengesan saja. Tapi aku tahu apa maksudnya itu.
“Huh.. dasar lo..” akhirnya dia aku bantu onani lagi. Kali ini kami lakukan di kamar orang tuaku atas inisiatifku sendiri. Dia tumpahkan lagi spermanya, ku biarkan dia menumpahkan spermanya ke permukaan vaginaku. Posisi ku waktu itu terlentang di bawahnya dan membuka kaki lebar-lebar.
Akhirnya sore hari dia harus pulang karena orang tuaku akan segera kembali. Tapi dia berharap kapan-kapan dapat menginap kembali di rumahku. Dia membawa beberapa pakaian dalamku, untuk bahan coli katanya, aku bolehkan saja.
“Tapi ingat, foto-foto gue jangan lo sebar. Trus cd gue juga jangan lo jual yahh..” kataku saat mengantarnya ke depan rumah dengan bertelanjang bulat.
“Hahaha.. ya gak mungkin lah. Tenang aja yang..” katanya.
“Trus kalau di sekolah lo sikapnya biasa-siasa aja, jangan sampai orang tau. Ntar gak gue bolehin lagi lo main kesini.. oce?”
“Oke bos, tenang aja.. pulang dulu yah…” katanya kemudian pergi dari rumahku dengan motornya.
“Hati-hati di jalan, jangan ngebut..” kataku sok perhatian sambil melambaikan tangan padanya.
Setelah kejadian itu, kami berusaha bersikap biasa saja kalau di sekolah. Namun bila dia ternyata benar-benar tidak tahan barulah aku membantu menuntaskan hasratnya, baik di toilet sekolah, dirumahku bahkan dia juga pernah mengajakku ke rumahnya. Aktifitas itu tetap kami lakukan meskipun aku sudah punya pacar resmi setelah itu. Semenjak itu pula aku mulai tertarik melakukan perbuatan eksib. Kadang aku ke sekolah tanpa menggunakan dalaman, membuat jantungku berdebar kencang takut bila sampai ketahuan. Awalnya aku melakukan itu atas permintaan si Dedet, namun akhirnya aku melakukannya atas keinginanku sendiri. Di rumah, bila tidak ada siapa-siapa aku juga lebih sering bertelanjang ria, baik di dalam rumah maupun di halaman rumah. Pokoknya kejadian bersama Dedet itu menjadi titik awal kenakalanku. Namun setelah lulus SMA, aku benar-benar tidak mengetahui keberadaannya. Mungkin ada baiknya juga bagiku ataupun baginya. Tapi ada satu hal yang pasti, sifat nakalku masih belum hilang.
—
—
Extra
Suatu hari.. (tepatnya beberapa hari setelah kejadian di kolam renang dengan Vani pada cerita ketiga)
“Ting tong” bunyi bel rumahku.
“Iya bentar..”teriakku sambil berlari menuju depan rumah lalu membuka pintu rumah, saat itu aku masih memakai pakaian karena baru pulang kuliah.
“Dedet?”
“Ri.. apa kabar? Gue kangen nih..”
“Iya, gue juga.. lo kemana aja?” dia tidak menjawab dan hanya tersenyum.
“Di rumah ada orang gak nih?” tanyanya dengan senyum mesum.
“Dasar lo, gak ada.. yuk masuk..” ajakku.
“Hmm.. kalau lo pengen ngerasain itu boleh kok, gue udah gak perawan,” kataku berbisik mesra padanya.
“Tapi ssstt.. jangan bilang siapa-siapa” kataku berbisik sambil meletakkan telunjuk di depan bibirku, lalu tersenyum nakal padanya. Pintu rumahpun ku tutup. Sepertinya hari ini bakal panjang. (tau sendiri kan apa yang bakal terjadi?? gak perlu dijelaskan, silahkan bayangin sendiri.. hehe)
Riri, eksib pertama – Selesai
Nantikan seri Riri yang lainnya (kalau ada ide)
Seri Riri sebelumnya :
Riri, eksib di Villa
Riri, eksib dengan ponakan pembantu
Riri, kegilaan dengan sahabatku.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,