Ria, my first sex maker
Perkenalanku dengan Ria diawali saat kami sama-sama mencari buku di Gramedia. Ria, mahasiswi 24 tahun dengan tinggi 160 cm, 50 kg. Waktu itu kulihat Ria memegang buku ‘Jakarta Undercover”, sambil membaca sekilas isinya. Aku yang berdiri di dekatnya spontan mengomentari buku yang dibawanya.
“Buku yang berani..” kataku waktu itu. Ria memandangku dan tersenyum. Gadis ini pembawaannya tenang sekali, pikirku.
“Sudah pernah baca ya?” tanyanya.
“Ya.. Menarik sekali” komentarku. Kemudian kuulurkan tanganku.
“Boy..” kupakai nama panggilan Lucy padaku.
“Ria” Balasnya ramah. Tak lama kemudian kami mulai bercakap-cakap mengomentari buku yang pernah kami baca dan saling merekomendasikan buku kesukaan kami masing-masing.
Setelah pertemuan itu, kami mulai saling mengirim SMS dan menelepon. Ria bertolak belakang dengan Lucy. Dia tenang, sabar dan tertutup. Tidak banyak yang dia ceritakan kecuali pengalaman-pengalaman biasa mengenai kuliahnya. Walaupun Ria tertutup, tetapi aku yakin di balik ketenangannya, ada suatu bara yang membara. Beberapa buku bertema sex yang kutanyakan dia sudah pernah membacanya. Bagiku ini adalah suatu informasi bahwa setidaknya Ria tertarik dengan sex. Perlahan-lahan SMS yang kukirim mulai mengarah ke sana. Dan ternyata Ria cukup antusias membalas SMS-ku.
“Ria.. Malam ini aku agak kedinginan.. Seandainya kau ada di sampingku, maukah kau memelukku?” isi SMS-ku pada suatu malam.
“Ya.. Ria mau peluk Boy. Supaya Boy tidak kedinginan”
Di lain kesempatan, di telepon aku mulai menceritakan kenakalanku waktu kecil seperti mengintip orang mandi. Dan Ria tampak tertarik..
“Wah.. Masih kecil Boy sudah tertarik mengintip.. Gimana sekarang?”
“Kalau sekarang Boy lebih baik tidak usah mengintip. Lihat langsung saja kan boleh..”
“Ih, wanita mana yang mau dilihat Boy?”
“Ria mau kan? Kan Ria teman baik Boy..”
“Yee.. Enak saja!”
Tak terasa kami telah saling mengenal selama 1 bulan. Sampai suatu malam, tiba-tiba aku horny sekali dan aku nekat mengirim SMS ke Ria.
“Ria.. Aku ingin menciummu..”
“Hayo.. Lagi horny ya!” balas Ria di SMS.
“Iya nih.. Besok siang aku rumahmu ya..”
“Hm.. Ya, jam 11 aja ya.”
Besok paginya aku pergi ke apotek dan membeli kondom. Aku tidak mau kejadian dengan Lucy terulang. Toh kalau pun tidak ada kesempatan bercinta, tidak masalah buatku. Aku sangat beruntung karena Ria sendirian di rumahnya. Pembantunya sedang cuti dan keluarganya sedang bekerja semua. Kami mulai bercakap-cakap di sofa sambil memutar lagu-lagu dari MTV. Karena sudah cukup akrab, aku berani saja memeluk Ria dari belakang dan Ria tidak menolak. Dia malah tertawa kegelian dan memintaku menggendongnya ke atas sofa. Kami duduk berdampingan. Perlahan tanganku mulai merangkul pinggangnya. Aku sangat percaya diri kali ini.
“Eit.. Tangannya ngapain lama-lama di pinggangku?” Tanya Ria.
Aku cuma tersenyum. Toh dia cuma basa-basi. Tubuhnya tidak menunjukkan reaksi penolakan. Perlahan tanganku mulai mengusap lembut pinggangnya dan sesekali meremas lembut. Ria memandangku. Kami saling bertatap muka. Seakan-akan dunia berhenti berputar selama beberapa detik. Aku kehilangan senyumku. Kehilangan kata-kataku. Tanganku juga berhenti meremas pinggangnya. Astaga.. Tiba-tiba aku seperti tidak punya kekuatan untuk memandangnya. Bahkan kulihat tatapan mata Ria makin berani. Oh tidak.. Aku harus lebih kuat darinya! Batinku.
Sedetik kemudian, kepalaku mendekatinya. Mataku terus menatap matanya. Tanganku bergerak ke wajahnya. Meraih lembut dagunya, dan ini saatnya..! Aku mencumbu Ria. Bibir kami saling memagut. Tak kusangka Ria pandai bercumbu. Lidahku mulai bermain-main di mulutnya. Sementara tanganku mulai meremas pinggangnya lagi. Kami bercumbu dengan lembut. Tangan Ria menarik kepalaku lebih merapat. Kurasakan bibir kami saling menekan lebih keras. Lebih merangsang.
Aku betul-betul menikmati bibirnya. Kusapu penuh bibirnya dengan lidahku yang kegirangan menemukan kelembutan bibir Ria. Sesekali Ria menggigit kecil bibirku. Tanganku mulai merambat naik dan memberi sensasi ringan di payudaranya. Kurasakan Ria sedikit bergetar. Pada tahap ini aku harus mencari tahu titik rangsang Ria. Sebagian wanita mudah terangsang di payudara, sebagian lagi kelemahannya di telinga. Ada juga yang di punggung dan pinggang. Aku mulai meraba telinga Ria. Reaksinya biasa saja. Berarti Ria tidak terlalu peka di telinganya.
Lalu tanganku menyelusup masuk ke balik kaosnya. Aku menemukan branya dan aku mencoba menerobos bra-nya untuk meremas lembut payudaranya. Tiba-tiba Ria berhenti dan melepaskan ciumannya. Aku sedikit terkejut karena khawatir remasan di payudaranya telah menyakitinya. Sesaat kemudian aku tersenyum. Ternyata Ria melepas kaosnya dan membuka bra-nya! Bra Ria berukuran 36B. Payudaranya berwarna coklat dengan puting yang coklat tua agak hitam. Aku menelan ludah melihat payudara yang membusung menantangku.
“Remas agak kuat Boy..” bisik Ria.
“As you wish..” bisikku parau.
Dengan senang hati aku menuruti permintaannya. Komunikasi sangat penting dalam bercinta. Aku lebih memilih memposisikan diriku melayaninya karena aku ingin dia benar-benar menikmati percintaan kami. Aku meremas payudara Ria agak kuat. Dalam beberapa remasan aku sudah mencapai putingnya dan memainkan putingnya dengan jari jempol dan telunjukku.
“Agh.. Enak.. Terus Boy” erang Ria.
Tangannya mulai bergerak meraba celanaku. Benar dugaanku. Ria tidak sepolos itu. Di balik sikap tenangnya, dia berani sekali. Tetapi aku tak tahu apakah dia pernah bercinta sebelumnya. Jemari Ria lincah melepas risluiting celanaku. Dia dengan cepat pula menemukan penisku dan meremasnya. Giliran aku yang mengerang. Tidak ada bagian dari pria yang lebih sensitive dari penis.
Sekitar 30 menit kami bercumbu, saling meremas dan meraba. Sampai saat itu, aku tetap belum menyentuh vaginanya. Aku ingin membuatnya betul-betul menginginkan disentuh di pusat tubuhnya itu. filmbokepjepang.com Tak lama kemudian Ria mulai mengoralku. Oralnya lebih hebat daripada Lucy. Ria sangat teliti. Tiap bagian penisku dijilatinya, disentuhnya, dimainkannya. Dia terlihat bagaikan seorang maestro oral. Sangat lihai. Aku sampai terkejang-kejang menahan nikmat.
“Stop dulu Ria..” kataku memintanya berhenti.
Aku kewalahan menahan teknik oralnya yang dahsyat. Aku tak mau orgasme dengan secepat itu. Ria tiba-tiba tertawa ringan. Dia tampak puas menyiksaku dengan sejuta kenikmatan.
“Masuk kamarku saja ya..” katanya sambil berdiri dan masuk ke kamarnya.
Ria kemudian melepas celana dan dia berbaring telanjang dengan kaki yang terbuka lebar. Gilaa.., pusat kenikmatan dunia ada di depanku. Menganga merah menantang. Sangat merangsang dan menggoda. Bulu-bulu kemaluannya tumbuh subur. Aku selama ini belum pernah mengoral wanita. Aku ingin mencobanya sekarang.
Begitu mukaku menyentuh vaginanya, aku mencium aroma yang sangat khas. Aku agak terkejut. Aroma ini tidak enak menurutku. Tetapi aku menguatkan diriku. Mungkin karena aku belum terbiasa, pikirku. Perlahan lidahku menyapu labia mayora-nya. Asin.. Lidahku sedetik berhenti dan menolak meneruskan tugasnya. Ternyata tidak mudah mengoral. Aku harus berjuang melawan aroma khas dan rasa asin di mulutku. Aku mencoba cuek. Lidahku kupaksa kembali menjilati vagina Ria.
“Argh.. Enak Boy.. Hisap dengan bibirmu Boy..” pinta Ria.
Yah.. Aku harus melakukannya. Asalkan Ria suka, aku mau melakukannya. Tak lama kemudian aku sudah mulai bisa melupakan aroma dan rasa yang khas itu. Ria merintih-rintih keenakan. Dia menjambak rambutku. Kudengar rintih nikmat dan desah birahi Ria makin keras. Dia mulai mengerang, tubuhnya bergetar dan semua suara yang dihasilkannya membuatku makin bersemangat membuatnya terbang.
Aku terus belajar bagaimana mengkombinasikan lidah, bibir, nafas dengan teknik sentuhan, jilatan, sedotan hingga akhirnya membuat Ria mulai bergerak liar. Kadang kurasakan tangannya menjambakku terlalu keras hingga membuatku sedikit kesakitan. Kadang kuku jarinya terasa melukai leherku, tapi aku tidak peduli. Aku seperti menemukan mainan baru dimana tujuannya adalah membuat Ria mengalami kenikmatan yang luar biasa.
“Boy.. Cukup.. Ayo masukkan penismu, sayang..” kata Ria kemudian.
Rupanya Ria sudah ingin memasuki babak puncak. Aku segera membuka kondom dan memasang di penisku yang sudah tegak menantang. Kulihat urat-urat di penisku begitu perkasa. Masturbasi mungkin adalah fitness yang baik buat penisku sehingga dia tampak gagah dan jantan. Ria tertawa melihatku agak kesulitan memasang kondom. This is my first time! Ria segera bangun dan membantuku memasangnya.
Dengan perlahan Ria membimbing penisku memasuki liang surga dunianya. Aku agak nervous, karena ini adalah pengalaman pertama yang selama ini kunanti-nantikan dalam khayalan masturbasiku. Tak kusangka Ria-lah wanita yang beruntung itu. Aku merasakan vaginanya berdenyut menyesuaikan ukuran penisku. Cukup sulit ternyata memasukkan penis ke dalam vaginanya. Beberapa kali meleset walaupun Ria sudah membantuku.
“Yah.. Sudah pas.. Ayo dorong, sayang..” bisik Ria.
Rupanya penisku sudah berhasil masuk. Sambil menahan nafas, aku menutup mata. Mencoba betul-betul merasakan sensasi penetrasi pertama kali dalam hidupku. Aku seperti memasuki sebuah ruang sempit yang betul-betul pas dengan penisku. Aku menggelinjang nikmat merasakan gesekan pertama penisku di dinding vaginanya. Padahal ini memakai kondom, tapi rasanya nikmat sekali.. Uuhh.. I will never forget it!
Pelan-pelan aku mulai memompa maju-mundur. Pantat Ria agak terangkat mengikuti gerakan penisku. Jariku digigitnya sambil mengerang. Wow! Aku bercinta! Enak sekali, guys! Aku menikmati setiap gerakan kami. Menghasilkan rasa nikmat yang tak terkatakan. Konsentrasiku cuma mendorong keluar masuk penisku. Jauh berbeda dengan masturbasi. Jauh lebih nikmat.
Aku terkejut ketika tubuhku tiba-tiba bergetar hebat. Wah.. Aku sudah mau orgasme! Begitu cepatnya, padahal belum ada 2 menit. Aku jadi teringat cerita dan teori yang pernah kubaca bahwa pada pengalaman pertama, penis belum terbiasa, jadi sangat wajar kalau orgasme akan terjadi dalam waktu sangat singkat. Ototku belum terlatih untuk menahan..
“Aaghh..”, Srr.. Sr.. Crtt.. Spermaku keluar. Aku tersentak-sentak beberapa saat mengalami orgasme. Nikmat sekali, tetapi terlalu cepat.. Aku pasti belum berhasil memuaskan Ria.
“Udah keluar ya Boy?” Tanya Ria. Aku mengangguk agak malu.
“Sorry Ria.., this my first time making love..”
“Oh ya? Sama dong.. Aku juga..” jawab Ria mengejutkanku.
Tidak ada darah, mana mungkin ini yang pertama bagi Ria? Apa dia termasuk 30 persen wanita yang tidak mengeluarkan darah keperawanan?
“Gak ada darahnya, Ria..?” tanyaku memastikan.
“Oh.. Kalau darah sudah diambil mantan cowokku, tapi memakai tangan..” jawabnya makin membuat terkejut.
Wah, ternyata ada juga kasus seperti ini. Selaput dara tembus dengan jari. Aku jadi maklum kenapa Ria tidak takut making love denganku.
“Wah.. Penisku belum bisa ereksi lagi nih.. Aku bantu pakai tangan ya, Ria..” Ria mengangguk mengiyakan.
Segera aku membantunya dengan jariku. Sekitar 10 menit aku membantunya sampai jariku terasa pegal, sampai akhirnya kurasakan tubuh Ria mengejang dan dia berteriak saat dia telah mencapai orgasmenya. Lalu kupeluk Ria dengan lembut. Aku ingin merasakan tubuhnya yang telah mengalami orgasme. Kuusap lembut leher dan punggungnya. Next time aku akan lakukan yang lebih hebat, janjiku dalam hati. Thanks Ria..
“Ria.. Sex itu bagimu masuk kebutuhan primer atau sekunder?” tanyaku kemudian. Ria mengernyitkan dahinya.
“Untuk apa nanya seperti itu?”
“Aku punya pertanyaan dalam hatiku.. Apakah sex itu yang terutama buat wanita? Bagi sebagian besar pria yang aku kenal, alasan mereka berhubungan dengan wanita adalah karena sex. Apakah wanita juga begitu?”
“Kalau bagiku, sex memang kubutuhkan. Aku menikmati saat kau mencumbuku, dan memasuki tubuhku. Tapi kurasa aku masih bisa hidup tanpa sex. Ya.., sex bukan yang utama untukku.” Aku sedikit lega menemukan jawaban yang lebih detil dibanding jawaban lucy.
“Ah, masa sih? Kalau ada cowok cakeepp, baeek, lembuut, tanggung jawaab, sabaarr, tapi impotent.. Dibanding dengan cowok jeleekk, jahaat, kasarr, ga tanggung jawab.., tapi perkasa di ranjang. Pilih mana? “
“Wah.. Susah nih milihnya. Tapi mungkin aku pilih yang pertama. Tapi nunggu usiaku 40, hahaha..” jawab Ria,
“Yee.. Kalau gitu sebelum 40, sama aku aja ya? Hehe..”
*****
Pembaca wanita, bagaimana dengan pilihan kalian? Terus terang aku tidak percaya dengan jawaban Ria. Selanjutnya akan kuceritakan pengalamanku dengan Ita, Tante Yeni dan si hipersex, Lili. Pembaca sekalian, kalau ada saran dan kritik, atau ingin membina persahabatan denganku, silakan email aku.
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
Tamat
“Buku yang berani..” kataku waktu itu. Ria memandangku dan tersenyum. Gadis ini pembawaannya tenang sekali, pikirku.
“Sudah pernah baca ya?” tanyanya.
“Ya.. Menarik sekali” komentarku. Kemudian kuulurkan tanganku.
“Boy..” kupakai nama panggilan Lucy padaku.
“Ria” Balasnya ramah. Tak lama kemudian kami mulai bercakap-cakap mengomentari buku yang pernah kami baca dan saling merekomendasikan buku kesukaan kami masing-masing.
Setelah pertemuan itu, kami mulai saling mengirim SMS dan menelepon. Ria bertolak belakang dengan Lucy. Dia tenang, sabar dan tertutup. Tidak banyak yang dia ceritakan kecuali pengalaman-pengalaman biasa mengenai kuliahnya. Walaupun Ria tertutup, tetapi aku yakin di balik ketenangannya, ada suatu bara yang membara. Beberapa buku bertema sex yang kutanyakan dia sudah pernah membacanya. Bagiku ini adalah suatu informasi bahwa setidaknya Ria tertarik dengan sex. Perlahan-lahan SMS yang kukirim mulai mengarah ke sana. Dan ternyata Ria cukup antusias membalas SMS-ku.
“Ria.. Malam ini aku agak kedinginan.. Seandainya kau ada di sampingku, maukah kau memelukku?” isi SMS-ku pada suatu malam.
“Ya.. Ria mau peluk Boy. Supaya Boy tidak kedinginan”
Di lain kesempatan, di telepon aku mulai menceritakan kenakalanku waktu kecil seperti mengintip orang mandi. Dan Ria tampak tertarik..
“Wah.. Masih kecil Boy sudah tertarik mengintip.. Gimana sekarang?”
“Kalau sekarang Boy lebih baik tidak usah mengintip. Lihat langsung saja kan boleh..”
“Ih, wanita mana yang mau dilihat Boy?”
“Ria mau kan? Kan Ria teman baik Boy..”
“Yee.. Enak saja!”
Tak terasa kami telah saling mengenal selama 1 bulan. Sampai suatu malam, tiba-tiba aku horny sekali dan aku nekat mengirim SMS ke Ria.
“Ria.. Aku ingin menciummu..”
“Hayo.. Lagi horny ya!” balas Ria di SMS.
“Iya nih.. Besok siang aku rumahmu ya..”
“Hm.. Ya, jam 11 aja ya.”
Besok paginya aku pergi ke apotek dan membeli kondom. Aku tidak mau kejadian dengan Lucy terulang. Toh kalau pun tidak ada kesempatan bercinta, tidak masalah buatku. Aku sangat beruntung karena Ria sendirian di rumahnya. Pembantunya sedang cuti dan keluarganya sedang bekerja semua. Kami mulai bercakap-cakap di sofa sambil memutar lagu-lagu dari MTV. Karena sudah cukup akrab, aku berani saja memeluk Ria dari belakang dan Ria tidak menolak. Dia malah tertawa kegelian dan memintaku menggendongnya ke atas sofa. Kami duduk berdampingan. Perlahan tanganku mulai merangkul pinggangnya. Aku sangat percaya diri kali ini.
“Eit.. Tangannya ngapain lama-lama di pinggangku?” Tanya Ria.
Aku cuma tersenyum. Toh dia cuma basa-basi. Tubuhnya tidak menunjukkan reaksi penolakan. Perlahan tanganku mulai mengusap lembut pinggangnya dan sesekali meremas lembut. Ria memandangku. Kami saling bertatap muka. Seakan-akan dunia berhenti berputar selama beberapa detik. Aku kehilangan senyumku. Kehilangan kata-kataku. Tanganku juga berhenti meremas pinggangnya. Astaga.. Tiba-tiba aku seperti tidak punya kekuatan untuk memandangnya. Bahkan kulihat tatapan mata Ria makin berani. Oh tidak.. Aku harus lebih kuat darinya! Batinku.
Sedetik kemudian, kepalaku mendekatinya. Mataku terus menatap matanya. Tanganku bergerak ke wajahnya. Meraih lembut dagunya, dan ini saatnya..! Aku mencumbu Ria. Bibir kami saling memagut. Tak kusangka Ria pandai bercumbu. Lidahku mulai bermain-main di mulutnya. Sementara tanganku mulai meremas pinggangnya lagi. Kami bercumbu dengan lembut. Tangan Ria menarik kepalaku lebih merapat. Kurasakan bibir kami saling menekan lebih keras. Lebih merangsang.
Aku betul-betul menikmati bibirnya. Kusapu penuh bibirnya dengan lidahku yang kegirangan menemukan kelembutan bibir Ria. Sesekali Ria menggigit kecil bibirku. Tanganku mulai merambat naik dan memberi sensasi ringan di payudaranya. Kurasakan Ria sedikit bergetar. Pada tahap ini aku harus mencari tahu titik rangsang Ria. Sebagian wanita mudah terangsang di payudara, sebagian lagi kelemahannya di telinga. Ada juga yang di punggung dan pinggang. Aku mulai meraba telinga Ria. Reaksinya biasa saja. Berarti Ria tidak terlalu peka di telinganya.
Lalu tanganku menyelusup masuk ke balik kaosnya. Aku menemukan branya dan aku mencoba menerobos bra-nya untuk meremas lembut payudaranya. Tiba-tiba Ria berhenti dan melepaskan ciumannya. Aku sedikit terkejut karena khawatir remasan di payudaranya telah menyakitinya. Sesaat kemudian aku tersenyum. Ternyata Ria melepas kaosnya dan membuka bra-nya! Bra Ria berukuran 36B. Payudaranya berwarna coklat dengan puting yang coklat tua agak hitam. Aku menelan ludah melihat payudara yang membusung menantangku.
“Remas agak kuat Boy..” bisik Ria.
“As you wish..” bisikku parau.
Dengan senang hati aku menuruti permintaannya. Komunikasi sangat penting dalam bercinta. Aku lebih memilih memposisikan diriku melayaninya karena aku ingin dia benar-benar menikmati percintaan kami. Aku meremas payudara Ria agak kuat. Dalam beberapa remasan aku sudah mencapai putingnya dan memainkan putingnya dengan jari jempol dan telunjukku.
“Agh.. Enak.. Terus Boy” erang Ria.
Tangannya mulai bergerak meraba celanaku. Benar dugaanku. Ria tidak sepolos itu. Di balik sikap tenangnya, dia berani sekali. Tetapi aku tak tahu apakah dia pernah bercinta sebelumnya. Jemari Ria lincah melepas risluiting celanaku. Dia dengan cepat pula menemukan penisku dan meremasnya. Giliran aku yang mengerang. Tidak ada bagian dari pria yang lebih sensitive dari penis.
Sekitar 30 menit kami bercumbu, saling meremas dan meraba. Sampai saat itu, aku tetap belum menyentuh vaginanya. Aku ingin membuatnya betul-betul menginginkan disentuh di pusat tubuhnya itu. filmbokepjepang.com Tak lama kemudian Ria mulai mengoralku. Oralnya lebih hebat daripada Lucy. Ria sangat teliti. Tiap bagian penisku dijilatinya, disentuhnya, dimainkannya. Dia terlihat bagaikan seorang maestro oral. Sangat lihai. Aku sampai terkejang-kejang menahan nikmat.
“Stop dulu Ria..” kataku memintanya berhenti.
Aku kewalahan menahan teknik oralnya yang dahsyat. Aku tak mau orgasme dengan secepat itu. Ria tiba-tiba tertawa ringan. Dia tampak puas menyiksaku dengan sejuta kenikmatan.
“Masuk kamarku saja ya..” katanya sambil berdiri dan masuk ke kamarnya.
Ria kemudian melepas celana dan dia berbaring telanjang dengan kaki yang terbuka lebar. Gilaa.., pusat kenikmatan dunia ada di depanku. Menganga merah menantang. Sangat merangsang dan menggoda. Bulu-bulu kemaluannya tumbuh subur. Aku selama ini belum pernah mengoral wanita. Aku ingin mencobanya sekarang.
Begitu mukaku menyentuh vaginanya, aku mencium aroma yang sangat khas. Aku agak terkejut. Aroma ini tidak enak menurutku. Tetapi aku menguatkan diriku. Mungkin karena aku belum terbiasa, pikirku. Perlahan lidahku menyapu labia mayora-nya. Asin.. Lidahku sedetik berhenti dan menolak meneruskan tugasnya. Ternyata tidak mudah mengoral. Aku harus berjuang melawan aroma khas dan rasa asin di mulutku. Aku mencoba cuek. Lidahku kupaksa kembali menjilati vagina Ria.
“Argh.. Enak Boy.. Hisap dengan bibirmu Boy..” pinta Ria.
Yah.. Aku harus melakukannya. Asalkan Ria suka, aku mau melakukannya. Tak lama kemudian aku sudah mulai bisa melupakan aroma dan rasa yang khas itu. Ria merintih-rintih keenakan. Dia menjambak rambutku. Kudengar rintih nikmat dan desah birahi Ria makin keras. Dia mulai mengerang, tubuhnya bergetar dan semua suara yang dihasilkannya membuatku makin bersemangat membuatnya terbang.
Aku terus belajar bagaimana mengkombinasikan lidah, bibir, nafas dengan teknik sentuhan, jilatan, sedotan hingga akhirnya membuat Ria mulai bergerak liar. Kadang kurasakan tangannya menjambakku terlalu keras hingga membuatku sedikit kesakitan. Kadang kuku jarinya terasa melukai leherku, tapi aku tidak peduli. Aku seperti menemukan mainan baru dimana tujuannya adalah membuat Ria mengalami kenikmatan yang luar biasa.
“Boy.. Cukup.. Ayo masukkan penismu, sayang..” kata Ria kemudian.
Rupanya Ria sudah ingin memasuki babak puncak. Aku segera membuka kondom dan memasang di penisku yang sudah tegak menantang. Kulihat urat-urat di penisku begitu perkasa. Masturbasi mungkin adalah fitness yang baik buat penisku sehingga dia tampak gagah dan jantan. Ria tertawa melihatku agak kesulitan memasang kondom. This is my first time! Ria segera bangun dan membantuku memasangnya.
Dengan perlahan Ria membimbing penisku memasuki liang surga dunianya. Aku agak nervous, karena ini adalah pengalaman pertama yang selama ini kunanti-nantikan dalam khayalan masturbasiku. Tak kusangka Ria-lah wanita yang beruntung itu. Aku merasakan vaginanya berdenyut menyesuaikan ukuran penisku. Cukup sulit ternyata memasukkan penis ke dalam vaginanya. Beberapa kali meleset walaupun Ria sudah membantuku.
“Yah.. Sudah pas.. Ayo dorong, sayang..” bisik Ria.
Rupanya penisku sudah berhasil masuk. Sambil menahan nafas, aku menutup mata. Mencoba betul-betul merasakan sensasi penetrasi pertama kali dalam hidupku. Aku seperti memasuki sebuah ruang sempit yang betul-betul pas dengan penisku. Aku menggelinjang nikmat merasakan gesekan pertama penisku di dinding vaginanya. Padahal ini memakai kondom, tapi rasanya nikmat sekali.. Uuhh.. I will never forget it!
Pelan-pelan aku mulai memompa maju-mundur. Pantat Ria agak terangkat mengikuti gerakan penisku. Jariku digigitnya sambil mengerang. Wow! Aku bercinta! Enak sekali, guys! Aku menikmati setiap gerakan kami. Menghasilkan rasa nikmat yang tak terkatakan. Konsentrasiku cuma mendorong keluar masuk penisku. Jauh berbeda dengan masturbasi. Jauh lebih nikmat.
Aku terkejut ketika tubuhku tiba-tiba bergetar hebat. Wah.. Aku sudah mau orgasme! Begitu cepatnya, padahal belum ada 2 menit. Aku jadi teringat cerita dan teori yang pernah kubaca bahwa pada pengalaman pertama, penis belum terbiasa, jadi sangat wajar kalau orgasme akan terjadi dalam waktu sangat singkat. Ototku belum terlatih untuk menahan..
“Aaghh..”, Srr.. Sr.. Crtt.. Spermaku keluar. Aku tersentak-sentak beberapa saat mengalami orgasme. Nikmat sekali, tetapi terlalu cepat.. Aku pasti belum berhasil memuaskan Ria.
“Udah keluar ya Boy?” Tanya Ria. Aku mengangguk agak malu.
“Sorry Ria.., this my first time making love..”
“Oh ya? Sama dong.. Aku juga..” jawab Ria mengejutkanku.
Tidak ada darah, mana mungkin ini yang pertama bagi Ria? Apa dia termasuk 30 persen wanita yang tidak mengeluarkan darah keperawanan?
“Gak ada darahnya, Ria..?” tanyaku memastikan.
“Oh.. Kalau darah sudah diambil mantan cowokku, tapi memakai tangan..” jawabnya makin membuat terkejut.
Wah, ternyata ada juga kasus seperti ini. Selaput dara tembus dengan jari. Aku jadi maklum kenapa Ria tidak takut making love denganku.
“Wah.. Penisku belum bisa ereksi lagi nih.. Aku bantu pakai tangan ya, Ria..” Ria mengangguk mengiyakan.
Segera aku membantunya dengan jariku. Sekitar 10 menit aku membantunya sampai jariku terasa pegal, sampai akhirnya kurasakan tubuh Ria mengejang dan dia berteriak saat dia telah mencapai orgasmenya. Lalu kupeluk Ria dengan lembut. Aku ingin merasakan tubuhnya yang telah mengalami orgasme. Kuusap lembut leher dan punggungnya. Next time aku akan lakukan yang lebih hebat, janjiku dalam hati. Thanks Ria..
“Ria.. Sex itu bagimu masuk kebutuhan primer atau sekunder?” tanyaku kemudian. Ria mengernyitkan dahinya.
“Untuk apa nanya seperti itu?”
“Aku punya pertanyaan dalam hatiku.. Apakah sex itu yang terutama buat wanita? Bagi sebagian besar pria yang aku kenal, alasan mereka berhubungan dengan wanita adalah karena sex. Apakah wanita juga begitu?”
“Kalau bagiku, sex memang kubutuhkan. Aku menikmati saat kau mencumbuku, dan memasuki tubuhku. Tapi kurasa aku masih bisa hidup tanpa sex. Ya.., sex bukan yang utama untukku.” Aku sedikit lega menemukan jawaban yang lebih detil dibanding jawaban lucy.
“Ah, masa sih? Kalau ada cowok cakeepp, baeek, lembuut, tanggung jawaab, sabaarr, tapi impotent.. Dibanding dengan cowok jeleekk, jahaat, kasarr, ga tanggung jawab.., tapi perkasa di ranjang. Pilih mana? “
“Wah.. Susah nih milihnya. Tapi mungkin aku pilih yang pertama. Tapi nunggu usiaku 40, hahaha..” jawab Ria,
“Yee.. Kalau gitu sebelum 40, sama aku aja ya? Hehe..”
*****
Pembaca wanita, bagaimana dengan pilihan kalian? Terus terang aku tidak percaya dengan jawaban Ria. Selanjutnya akan kuceritakan pengalamanku dengan Ita, Tante Yeni dan si hipersex, Lili. Pembaca sekalian, kalau ada saran dan kritik, atau ingin membina persahabatan denganku, silakan email aku.
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
Tamat