LKTCP Continue 2020
- Home
- Cerita Dewasa
- LKTCP Continue 2020
Malam semuanyaa
Pertama-tama, ane mau ucapin terima kasih pada jajaran admin, momod, panitia, donatur dan para juri serta peseta lain + pembaca
atas terselenggaranya event LKTCP tahun ini. Sebagai salah satu peserta, izinkan ane untuk memposting cerita ini sebagai sumbangsih untuk mengikuti event.
mohon maaf atas segala kekurangan dan ketidakpuasan.
Akhir kata, selamat membaca.
NB :
1. Cerita ini hanyalah fiktif dan khayalan belaka. Segala kesamaan nama, tempat, instansi, atau hal-hal lainnya, adalah kebetulan yang tidak disengaja
2. Gambar dan foto hanyalah ilustrasi semata, tidak berhubungan sama sekali dengan apa yang ada/terjadi dalam cerita
—————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————
Karena cinta, adalah pemainan tersulit yang pernah aku jalani…
—————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————
Oktober, 2019
Jujur, sebenarnya aku masih mencintai Conigli City. Sangaaat sangat mencintai! Bagaimana tidak? Dari semenjak aku lahir, hingga tumbuh dewasa menjadi wanita matang berusia dua puluh enam seperti sekarang, aku selalu tinggal di kota tersebut. Sekolah, kuliah, bekerja, pahit dan manis kehidupan, semua koterehkan di Conigli City. Darah dan jiwaku seakan telah menyatu dengan kota kesayanganku itu. Tak ada alasan bagiku untuk membenci dan pindah meninggalkan Conigli City! Tidak ada!
.
Kecuali
Hingga
Tiba di hari ini dimana aku berusaha untuk tak menangis di dalam mobilku.
Semua ini salahku. Bagai seorang perempuan yang telah membuat aib di sebuah desa, ia harus pergi. Pergi, dan hilang seperti angin. Maafkan aku, semuanya. Maaf, maaf, maaf! Hiks,
Oh, God, ingin rasanya aku bunuh diri kala akhirnya aku terima kenyataan jika Conigli City sudah tidak mencintaiku lagi. Aku… merasa sudah tak dikehendaki lagi di kota ini. Maksudku, lingkunganku, teman-temanku, tetanggaku, bahkan Keluargaku. Yah, semua, literally. Semua menganggapku perempuan hina yang tak pantas lagi untuk dijadikan relasi. Alasannya? Uhmm, bisakah kita membicarakannya nanti? Yang jelas, karena semua itu pulalah diriku kini dengan berat hati mengemudikan Toyota CRV 2016 hitamku jauh menuju ke arah utara, ke Ibu Kota Negara alias Metropole. Aku ingin maaf, ralat, aku TERPAKSA harus menjalani hidup serta lembaran baru di tempat lain demi kesehatan plus kewarasan jiwaku. Aku khawatir menjadi gila menghadapi hari-hariku di Conigli City, dimana semua orang mengutuku di belakang dan menatapku jijik layaknya diriku seorang pelacur!
Lebay? Oh, ayolah meski mereka semua tetap tersenyum, aku tau, kok, arti sorotan mata mereka yang mengejek, yang melihatku seperti barang rendahan!
.
Dan, hujan pun mulai turun. Aku menurukan laju kendaraan kemudian menyalakan wiper. Kupandangi dengan penuh nostalgia sepanjang jarak pandang jalan dihadapan mataku.
Hari masih pagi, pukul 07.33. Waktu yang tidak biasa, bukan, untuk gemericik air turun dari langit? Ah, apakah Conigli City menangisi kepergianku? Sebab, pasti, hatiku pun menangis meninggalkan kota yang amat kucintai itu.
Oh ya, anyway, gerbang tol Metropole masih sekitar 50 kilometer lagi. Aku mengganti suara radio yang bercerocos tak jelas dengan sederetan playlist lagu City Pop Maria Takeuchi dari flashdisk-ku yang terpasang. Supaya aku gak ngantuk, ijinkan aku bercerita panjang mengenai diriku beserta kehidupanku yang berakhir tak menyenangkan. Tak seindah harapan.
Namaku, Cathy Amalia Sofianti. Biasa dipanggil Cass, namun lebih banyak orang memanggil Cathy saja. Walau usiaku kini sudah menginjak 26 tahun, aku sering disangka masih anak kuliahan. Tak aneh, sebab wajahku memang dikaruniai tekstur yang cukup awet muda, huhu. Tapi ironisnya, kelakuanku malah bandel dan cepet tua.
Maksudku, well, bukannya ngebanggain, sih, nyesel malah, kalau faktanya aku sudah mengenal seks dan kehilangan keperawananku dari sejak kelas dua SMP.
Ewww, seks? Haruskah aku langsung menceritakan seks secepat itu?
Ya, penting! Kalian penting untuk mengetahui hal tersebut, karena dari situlah awalnya segala kerusakan diri serta moralku dimulai. Dari sejak itulah aku tumbuh menjadi gadis nakal nan ceria yang tak risih digoda lelaki!
Semua dimulai dari SMP, gara-gara guru olah raga gantengku yang mencabuliku serta memanfaatkan kepolosanku yang serba ingin tahu. Semenjak kegadisanku direnggutnya kala itu, aku jadi gila dan ketagihan seks. Maka, jika di SMU atau lingkungan kampus tempat kuliahku selanjutnya aku dikenal sebagai si Bitchy, si Slutty, atau cewek mesum yang bisa diajak, kalian tahu siapa Iblis penjerumus kesucianku. Mind that. Aku tidak jadi binal seperti ini begitu saja.
Liar, party, party, dan party, itulah corak warna warni kehidupanku dari remaja hingga dewasa muda umur dua puluhan. Aku sering dikelilingi laki-laki, dan tentu saja niat mereka mendekatiku tidak hanya sekedar berteman. Yeah, aku tahu mereka menginginkan tubuhku. Aku pun begitu, senang untuk bertualang serta mencicipi tiap rasa sentuhan dan pelukan pria-pria tampan yang beruntung kupilih diajak tidur. Hidupku terus berlangsung seperti itu, hingga aku merasa agak monoton dan menginginkan suasana baru. Aku ingin berhenti dan bertobat. Aku ingin mencoba untuk hidup serius dan normal seperti wanita-wanita bahagia lainnya, yang menikah dan mempunyai anak.
Menikah?
Yeah itulah keputusan besar yang kuambil tepat di usia 22 tak lama setelah aku lulus dan bekerja. Adalah seorang pria bernama Farhan yang meminangku dan mengajaku ke pelaminan. filmbokepjepang.com Aku pun bersedia karena aku memang mencintai Farhan dan menginginkannya sepenuh hati. Meski dia bukan dari keluarga kaya, aku terpesona oleh sifatnya yang setia, pekerja keras dan gigih untuk membahagiakanku. Tipikal lelaki baik yang jauh dari sifatku.
Memasuki jenjang pernikahan, tentu aku berusaha menjadi istri yang baik, wanita yang baik. Party, dugem, bersenang-senang bersama teman, semua mampu aku hentikan. Namun entah mengapa, ada satu yang amat sulit kutanggulangi. Yaitu, libido seksual tinggi serta hasrat kebetinaan liarku. Inilah awal dari bencana. Satu tahun, yeah, seriously, hanya satu tahun setelah Farhan menikahiku, akhirnya aku tersadar bahwa aku belum mampu mengemban tanggung jawab sebagai seorang istri.
Aku melakukan kesalahan yang amat fatal. Kesalahan yang bisa aku mengerti kalau Farhan tidak mau mengampuni.
Di suatu malam, aku khilaf membawa teman kuliahku dulu yang sering meniduriku serta memuaskan tubuhku ke dalam rumah. Kami bercinta tanpa malu di ruang tengah di atas sofa TV tempat aku dan Farhan sering bercengkerama. Farhan, yang entah mengapamungkin aibku sedang dibongkar ama Tuhanhari itu pulang cepat, memergokiku dengan mata kepalanya sendiri di sana. Aku telanjang, mengangkang, ditindihi serta digagahi liang kemaluanku oleh teman lamaku tersebut di depan Farhan. Jelas, suamiku itu sontak mengamuk. Dia menghajar temanku habis-habisan. Aku hanya bisa menangis dan bersimpuh memeluk kaki suamiku. Farhan bisu terdiam. Dia tak berkata sepatah pun kata lalu pergi meninggalkanku dalam lumuran keringat zina.
Hari terus berlanjut, diliputi kesunyian beku yang dingin bagai badai es.
Semenjak kejadian itu, kami mencoba bertahan, tapi suasana rumah menjadi ringkih. Farhan jadi hemat berbicara padaku. Dia jarang menyentuhku lagi. Padahal, kami belum dikaruniai anak dan aku sangat menginginkan Farhan menghamiliku. Akhirnya, keadaan pun memaksa kami untuk menyerah. Farhan memutuskan cerai. Aku hanya bisa tertunduk malu dan menyesali perbuatanku. Resmi, kami berpisah setelah hanya satu tahun menjalani bahtera pernikahan.
Sungguh, ini terasa berat buatku, karenapercayalahaku masih sangat mencintai Farhan dan merasa bersalah. Aku menjadi janda di usia 23 akibat catatan buruk kenakalanku sendiri. Selanjutnya? Bisa ditebak. Gosip serta kabar panas pun menyebar secara ganas di Conigli City. Jangankan orang-orang yang memang benci sejak dulu, bahkan teman-teman atau keluargaku sendiri seperti menjaga jarak denganku. Yeah, aku tak bisa menyalahkan mereka juga, sih. Memang berat berada di depanku dan membelaku perihal perkara perzinahanku ini. Dan, akibatnya
Akhirnya
Ya, di sinilah aku sekarang, di tengah perjalananku menuju kehidupan baru di Ibukota.
Oke, cukup sampai di situ dulu. Aku melihat jam tangan dan mempercepat laju kendaraan. Hujan tampaknya sudah mulai reda. Hari ini, jadwalku bakal sibuk. Aku harus mendatangi sahabat kuliah lamaku di lokasi gedung yang bakal menjadi tempat kerja baruku. Aku berhutang budi padanya, karena dialah yang telah berjasa memasukan aku ke sana. Well, sebelum itu, aku harus mengunjungi kamar apartemen baruku dahulu, untuk menaruh barang-barang serta mandi. Yosh! Ganbatte!
————————-
Cath? Kamu udah nyampe?
Ummm, udah, kok, Vi. Ni lagi di apartemen beres-beres,
Oh, gitu. Tar kamu langsung ke ruangan tim aku aja, ya, di tempat yang kemaren aku tunjukin. Masih inget, kan?
Aduh lupa.
Ato gini aja, deh, aku tunggu di lobby. Kamu telepon aku, ya, kalo udah dateng.
Iya, Vi, thanks. Gimana kamu aja, deh, hehe.
Oke, see ya.
Bye.
Vivianne, alias Vivi langsung meneleponku begitu aku keluar dari kamar mandi seusai menyegarkan diri. Dia adalah sahabat lama yang kumaksud tadi, yang juga akan menjadi atasanku di kantor nanti. artikelbokep.com Aku pun segera melempar handuk dan melangkah telanjang di dalam apartemenku. Minimalis, namun nyaman. Aku suka tempatnya. Telah rapi dan terisi penuh oleh berbagai perabotan yang diangkut sehari sebelum kedatanganku kini.
.
Sejenak, aku memandang sepasang foto dinding yang baru kupasang sebelum aku mandi tadi. Ada sebuah photogrid panjang di atas kasur serta satu potret besarku di depan meja kerja. Aku, dengan berbagai gaya rambutku serta variasi make-up-ku, hihi.
Sejurus kemudian, aku pun beringsut ke depan kaca sembari telaten mengamati tubuh. Walau payudaraku tergolong kecil, aku sungguh bangga dengan lekukan-lekukan pantat, perut, serta pinggul ******* yang indah dan sering diincar teman-teman priakumembuatku percaya diri. Ah, mudah-mudahan aja ada lelaki gagah yang bisa memancing birahiku di kantor nanti, huhu, pikirku binal seraya menggigit-gigit gemas bibir. Tanganku pun lalu membuka lemari dan memilih pakaian. Aku mengambil bra serta celana dalam hitam berenda-renda feminin untuk melapisi payudara serta bibir mungil kemaluanku. Lalu, kemeja pendek putih serta rok berwarna hitam mini ketat yang membuat tonjolan-tonjolan kedewasaanku tercetak jelas menyempiti tubuh. Di hari pertamaku ini, aku memang ingin memberikan kesan menarik dan menggoda untuk rekan-rekan kantor lawan jenis, hihi.
Hufh, good luck, Cathy, bisiku pelan pada diri sendiri. Setelah menyemprot parfum Chanel Eu Vive serta menggamit clutch Gucci Velvet Marmont-ku, kurasa aku sudah siap tebar pesona.
————————-
Cello Studio adalah sebuah game developer lokal ternama yang telah menghasilkan ratusan produk game baik itu untuk perangkat PC maupun mobile phone. Sejak mulai didirikan tujuh tahun lalu, perusahaan tersebut terus berkembang dan melejit hingga sekarang terhitung memiliki 120 karyawan serta gedung kantor berlantai tiga di kawasan bisnis Metropole City. Bangunannya sungguh bonafid dan modern, dihiasi hamparan tanaman serta pohon menghijau di sekujur area lokasinya.
Aku langsung turun dari mobil dan melangkah anggun menuju lobby begitu tiba di sana. Well, sifatku memang santai, playful, dan mudah cair dalam bergaul, namun untuk urusan busana kerja, aku lebih suka outfit yang rapi serta elegan layaknya wanita-wanita karir. Sepasang kaki jenjangku sudah terbiasa memakai stocking dan high heels platform berhak tinggi. Tak heran banyak mata lelaki yang melirik dan memperhatikan lenggokan pantatku. Yah, memang itu tujuannya, Honey.
Aku berjalan masuk dan langsung menemukan Vivi di area lobby. Di sebuah sofa kecil dekat jendela, ia duduk santai seraya menikmati sekaleng soft drink bersama makanan ringan. Eew, gadis cantik berambut panjang indah itu hanya memakai kaos putih berlogo transformers dan hot pants setinggi paha. Plus, sepatu kets adidas berwarna pink. Gak berubah gaya sporty-nya dari dulu.
Hai, Mbak! seruku mendekat dan melambai tangan pada Vivi.
Vivianne ( Vivi )
Vivi menoleh dan menatapku aneh. Alih-alih balas menyapa, ia malah berdiri dan mencubit pinggangku!
Awwwh! Aku meringis kegelian, mendengar Vivi berbisik pelan,
Dasar janda gatel. Suruh siapa pake rok mini ketat gini, heh?
Ugh, Mbak juga pake dandanan seksi. Liat aja paha Mbak kemana-mana, balasku tak mau kalah.
Vivi lagi-lagi mencubit badanku, Ya tapi kamu kan karyawan baru, Cathy. Fresh meat! Kesan apa yang mau kamu kasih dengan pamerin buletan pantat ama dada gini? protesnya melotot lebar. Aku hanya terkikik melihat wajah Vivi, sambil memberikan alasan seadanya.
Abisnya kan, Mbak tau sendiri, sebelum ini aku tuh kerja di Bank. Aku biasa kerja pake baju gini,
Jangan panggil aku Mbak. Kita seumuran! Seangkatan jaman kuliah! Vivi lalu menarik lenganku, membawaku pergi dari area lobby.
Aku tak bisa menghentikan tawaku melihat ringisan sebal Vivi. Kan di sini Mbak bos aku? Wajar, dong, aku panggil gitu ke atasan,
Cathy! Stop!
Hahaha,
Sekarang, cepet kamu ikut aku. Perkenalan dulu ama anak-anak tim lain, ia berkata, melangkah menuju tangga ke lantai dua.
Aku menatap Vivi genit. Ada cowok gantengnya, nggak, Vi?
Vivi memutar bola mata, terus membawaku ke lantai atas menyusuri sudut-sudut lorong kantor, sampai menemukan sebuah pintu kaca bertuliskan Team O.
Eeeh? O? Apa maksudnya? Orgy? Orgasme? Hihi.
Ayo, buruan, masuk, desak Vivi galak menariku. Aku pun menuruti perintahnya dan memasuki ruangan tersebut. Ternyata, luasnya lumayan besar. Kulihat susunan meja-meja kayu yang terkondisi rapi di dalam sana. Ada sekitar lima buah meja berisi komputer serta bermacam pernak-pernik peralatan kerja lainnya, yang berserak di dekatnya.
Gila, ini seperti markas Otaku, bola mataku menjelajah takjub mengamati poster-poster anime serta bermacam game yang riuh bertebaran. Menurut pengalamanku, sih, orang-orang yang suka anime biasanya kepalanya mesum, uuugh.
Tapi, apapun kondisinya, suasana dalam serta interior ruangan ini cukup nyaman juga, kupikir. Fasilitasnya komplit. Ada dispenser, kulkas, sepasang air conditioner, bahkan ada sebuah TV besar dilengkapi alat konsol playstation 4 di hampar karpet depannya. Yeay! Bolehkah bermain game di sini? Ini benar-benar tempat impian! Jauuuh dari tempat kerjaku yang membosankan sebagai analis kredit di Bank Conigli dulu.
Tapi, eeeh, ngomong-ngomong, kenapa sepi? Di mana orang-orang lain?
Seakan bisa menerka pikiranku, Vivi menunjuk sebuah pintu geser di ujung belakang dekat lemari buku. Semua udah kusuruh kumpul di ruang meeting. Yuk, introduction dulu.
Okey. Tersenyum manis, aku mengibaskan rambut tanpa ragu.
————————-
Huhuhu, kalau kalian sangka aku bakal gugup serta terbata-bata memperkenalkan diri, jelas kalian salah! Jangankan bicara di depan umum, melumat basah bibir lelaki tampan yang baru kukenal beberapa menit di night club saja aku sanggup! Ah masa-masa muda liarku, hihi. Well, intinya, Im a good talker. Social Butterfly. Tukang bicara yang baik. Maka, sama sekali tidak ada rasa canggung aku berorasi di depan sebuah meja besar dikelilingi dua manusia asing yang menatapku penuh tanya siang ini.
Okay. Tugas pertama selesai. Ada tantangan yang lebih sulit bagi anak baru semacamku?
Usai aku memperkenalkan diri secara singkat, kini tibalah giliran mereka. Aku kembali duduk di kursiku. Sesosok wanita bertubuh mungil berkuncir dua, berdiri cengengesan menghadapku. Gaya busananya hemmm, tampak penggemar style loli gothic, sepertinya. Raut wajahnya agak tengil. Mungkin, dia biasa diajak main nakal-nakalan, hihi?
Hallo, nama gue Jessica. Panggil Jessy or Jess aja. Gue bagian Graphic and Background di tim ini. Mohon kerjasamanya ya, Kak.
Halo, salam kenal, Jess. balasku mengedip ramah. Jangan panggil aku Kakak. Nama aja gak papa,
Gadis bernama Jessy itu duduk kembali, dilanjut oleh lelaki nerdy berkacamata yang dari tadi menatap huh, lekukan badan sintalku dengan lapar!
Saya Mono. Lengkapnya Laksmono, Mbak. Programmer dan audio, ucapnya malu-malu. Kenapa Monooo? Mau pegang tetek akuuu? Hihihi, kikiku gelitentu sajadalam hati. Nah, inilah tipe-tipe cowok nerdy yang diluar kalem tapi dalam hati berfantasi liar melihatku telanjang dililit tentakel, huhu. Eh, bukannya aku nge-judge, ya, tapi biasanya gitu khaaan?
Aku menggigit bibir ketika Mono duduk perlahan dan mencuri pandang. Ia tersentak gelisah. Hahaha, mungkin ia bakal pingsan kalau aku menciumnya saat itu juga.
Jessica ( Jessy )
Laksmono ( Mono )
Eh, Sebetulnya ada satu kursi lagi di sana, namun tak terisi alias kosong melompong. Aku melirik Vivi berikan gestur penuh pertanyaan. Sudah selesaikah? Dan, sahabatku itu pun tampak mendesah kesal sambil terpejam memijat kepala. Whats wrong?
Kemana Rizal? Dia terlambat datang? sahut Vivi membuka mata, bertanya pada Jessy dan Mono. Dua orang itu malah saling bersitatap, seakan ada sesuatu yang terjadi pada manusia misterius bernama Rizal tersebut.
Vivi menunggu jawab berlipat tangan. Ia tampak kokoh dan tegas bak batu karang. Akhirnya, si Cewek Loli Gothic pun angkat bicara.
S-Sebenernya, tadi Rizal udah dateng ke sini, Vi, Tapi dia duh, gimana, ya, aku juga gak ngerti, deh.
Maksudmu? Dia pergi lagi, gitu? tanya Vivi datar.
Iya, Vi. Katanya, sih, dia mau mundur dari tim kita. Dia bilang, dia mau bicara sama Bu Frenda di ruang C.P.O, Kali ini, Mono yang berkata.
What? C.P.O? Chief People Officer? Wow seberapa kuat orang bernama Rizal ini bisa langsung menghadap struktural setinggi itu? Aku menduga-duga.
Vivi mengangkat bahu. Ia menatap kami bertiga dengan pandangan nelangsa. Huhu, bukannya gak bersimpati, sih, tapi beneran deh, muka Partner In Crime jaman kuliahku dulu ini sungguh terlihat lucu jika sedang putus asa.
Ya udah, kalian boleh bubar. Biar aku telepon Rizal! sergah Vivi kemudian meminta kedua anak buahnya tersebut meninggalkan ruangan. Gadis cantik berambut panjang namun ber-fashion tomboy itu lalu serentak meraih ponselnya, dan menghubungi seseorang. Well, si Rizal Rizal tadi, pastinya. Usai ia menelepon, bak bisa menebak isi kepalaku yang berkerut heran Vivi pun langsung menjelaskan,
Harusnya, ada satu orang lagi di tim kita, Cath. Rizal, namanya. Illustrator yang ngebikin semua sketsa CG. Cuma dia agak rese dan nyebelin. Mentang-mentang Illustrator senior.
Aku mengangguk-ngangguk sembari membenahi rok ketatku. Kalau sedang duduk gini, kadang suka keangkat-angkat sampai semua paha mulusku kelihatan, hihi.
Yah, aku ngerti, aku sering banget debat dan gak ngerasa cocok soal pekerjaan ama dia. Tapi, aku profesonal. Meski aku gak suka orangnya, aku suka banget sama artwork-nya. photomemek.com Rizal itu salah satu Illustrator terbaik di Cello Studio, menurutku, lanjut Vivi kembali memijat-mijat kepala, khas gadis itu jika lagi sok berlaga pusing. Gak bisa dong seenaknya dia main mundur atau kelu
Bruk!
Aku terhenyak. Di tengah konsentrasiku memperhatikan omongan Vivi, tiba-tiba saja pintu ruang meeting membuka. Aku menoleh pelan, dan melihat sosok lelaki yang
Ya Tuhan.
Please, jangan katakan pria ini Rizal!
Jangan katakan pria yang seketika membuat jantungku serasa berhenti ini Rizal!
Rizaldi ( Al )
Penampilannya, agak kelewat kaku untuk seorang Illustrator yang tentunya berkutat di bidang seni kreativitas. Ia mengenakan kemeja putih rapi, dasi, berikut celana bahan hitam. Tak ubahnya eksekutif muda atau pegawai lembaga keuangan. Yah, mirip-mirip dandananku sekarang, lah, hihi.
Uh? Sesaat, bola mata kami berpapasan. Saling terpana menyelidik satu sama lain. Mungkin, dia heran akan kehadiranku di sini? Argh, apakah Vivi tak mengumumkan dahulu, bahwa aku akan hadir di kantor? Duh, kenapa aku jadi berdebar-debar gini, ya? Kenapa aku malah panik?
Dan lagi benarkah ini Rizal? Kalau iya, ada apa dengan Vivi? Apakah dia udah jadi lesbi beneran? Kenapa cowok SECAKEP ini dijudesin gitu aja?
Oke. Im here. Ada perlu sesuatu? Laki-laki itu berkata, dengan suara maskulin yang serta merta merayap membuatku merinding.
Kamu telat, Al. Vivi mendesah kesal. Nih, kenalin dulu, scriptwriter skenario project tim yang baru.
Selayaknya anak ospek yang baik, aku sigap berdiri dan manis tersenyum pada Rizal.
Cathy.
Rizal.
Aku benar-benar tak bisa menahan semburat ronaku ketika kami berjabatan. Rizal menggenggam tanganku dengan kokoh. Ia meremas eat, namun halus terasa ketika melepaskan.
Eh, benarkah begitu? Atau hanya perasaanku saja?
Vivi berdehem seakan ingin menginterupsi. Picing matanya lalu menyorot Rizal.
Kamu ada masalah apa, sih? Seengaknya, bisa dibicarain dulu kan ama kita?
Nggak, gak ada masalah, jawab Rizal mengangkat bahu, santai.
Tadi? tegas, Vivi melotot, Kata Jessy dan Mono, kamu mau mundur? Kamu seenaknya gitu bicara sama Bu Frenda. Kamu anggap kita ini apa?
Rizal tersenyum tipis, dan.. ugh, pelik dijelaskan pesonanya!
Siapa bilang? Aku gak bakal kemana-mana, kok. Malah, mau diskusiin proyek kita ini dengan scriptwriter yang baru. Mumpung dia ada di sini.
EH? Pupil mataku membesar. Aku menoleh pada Rizal. Rizal pun balas menatapku dalam. Ada apa ini sebenarnya?
Proyeknya baru mulai resmi besok pagi sehabis kita rapat perdana, Al. Semuanya harus fix dulu! sergah Vivi.
Gini, Vi. Aku pengen bicarain konsepnya sekilas dengan scriptwriter. Seengaknya, dia harus tau sedikit tentang game Visual Novel yang bakal kita bikin.
Kamu jangan pikirin itu, itu urusan aku.
No. Dalam pembuatan Visual Novel, penulis skenario dan ilustrator itu ibarat mur dan baut. Lebih cepet kita nyambung, lebih baik buat semua,
Nafasku seketika tertahan mendengar perkataan Rizal. Oh, please, dont. Aku bukan cewek yang mesum segitunya, tapi perbandingan mur dan baut itu sukses membuatku semakin gelisah! Kamu nakal pilih kata-katanya, Al!
Vivi melongo ternganga menatap Rizal. Sahabat lamaku itu lalu mendelik wajahku. Aku, beringsut melirik Rizal. Dan Rizal pun melirik kami berdua secara bergantian. God, what an awkward moment. Sebagai anak baru, ngerti apa aku?
Oke. Kalo nggak ada masalah, jam tiga sore nanti aku tunggu di Coffee Lounge bawah ya, Cath. Sampai ketemu, tukas Rizal lambaikan tangan sebelum ia keluar ruangan. Bahkan, lelaki beraroma parfum musk itu tak menunggu jawabku.
.
Hening sesaat. Vivi mendengus pelan menarik kursi di sebelahku, lalu duduk.
Aku yakin semua gara-gara kamu, Cath.
Hah, maksudnya?
Ya, dia, Rizal. Tiba-tiba berubah drastis gitu kayak semangat kerja bareng kita, seloroh Vivi. Padahal, kemaren dia misuh-misuh terus debat sama aku. Pake ngancem mundur segala, pula. Huh!
Aku menggigit bibir, berusaha menahan senyum dan rasa kege-eran karena tak yakin akan dugaan Vivi. Ah, masa, sih?
Aku tau kamu juga kecantol ama tu cowok. Aku kasih tau aja, ya, Cath, hati-hati ama Rizal. Iya, dia ganteng. Tapi orangnya freak, aneh, dan POSESIF banget. Tau kamu semua mantan pacarnya pada kabur gara-gara sifat cemburu dia? Semacam pria yandere gitu, dah. Kamu dicolek cowok lain dikit, udah kayak mau berantem aja matanya.
Aku terbeliak lebar mendengar cerocosan Vivi. Emang gak bisa, ya, aku sembunyikan ekspresi kesengsem di depan sahabat party-ku dulu ini, hihi?
Ahahaha, kamu kok nuduh aku gitu, sih? Aku kan cuma penasaran aja ama dia. Maklumlah baru kenal tadi. Abis orangnya sok cool gitu, hahaha.
Vivi hanya memutar bola mata mendengar dalih asalku tadi. Ia lalu menjentikan telunjuk, mengajaku pergi.
Ya udah, kita jalan-jalan dulu, yuk? Aku panduin kamu keliling ruangan-ruangan kantor and fasilitas yang ada di gedung ini. Abis itu, kamu siap-siap temuin tu cowok di Coffee Lounge. Awas, jangan kegenitan!
————————-
Aku percaya diri menerima tawaran kerja di Cello studio dari Vivi bukan tanpa alasan. Well, sebagai perempuan yang memiliki kehidupan sosial yang bebas, aku memang bukan pecandu game yang seharian bermain terus. Tapi seengaknya, game sudah menjadi bagian kecil dari hidupku. Adalah kakak lelakiku yang mengenalkan dunia gamers padaku. Dia hobi bermain game, dan beberapa game yang ia mainkan, aku coba untuk ikuti. Aku masih ingat ketika dulu memainkan game lama final fantasy XII milik kakaku berhari-hari. Selain itu, game online di PC, dan, oh, game Visual Novel juga pastinya.
Kakaku memiliki banyak sekali koleksi game VN di komputernya. Aku sampai tak bisa mengingat keseluruhan judulnya. Kebanyakan, bertema hentai dan harem sih, huhu. Dan aku cukup sering tergoda untuk bermasturbasi kala memainkannya. Aku suka cerita erotis. Sangat menikmati menenggelamkan diri pada sang Karakter Wanita yang bahagia disetubuhi oleh pria pujaan.
Usai mengoleskan lipstick dan membenahi make up-ku di toilet, aku pun segera menuju Coffee Lounge dimaksud untuk menemui Rizal. Langkah kakiku sengaja kubuat seksi dan menggoda. putri77.com Aku ingin menunjukan pada Rizal kalau aku ini fuckable dan bispak alias bisa dipake, tapi gak sembarangan atau semudah itu. Aku menysaratkansetidaknyasedikit pakai perasaan untuk dia bisa menggauli tubuhku. Aku haus akan sentuhan lelaki. Pelukan lelaki. Kehangatan lelaki. Dan entah mengapa, aku ingin merasai dekapan Rizal .
Akhirnya, aku tiba di Coffe Lounge dimaksud. Tempat ini mirip dengan sebuah kafe kopi kecil namun hanya eksklusif bagi para karyawan kantor. Hanya ada tiga buah meja kotak bersanding susunan kursi sofa empuk di sana. Aku melihat Rizal duduk di sudut belakang. Ia tengah serius membaca sebuah kertas dengan sebatang rokok putih ditangannya. Jujur, ia cakep. Jantungku berdegup kencang saat mendekati sosoknya dan lalu duduk di depannya.
Hai, Kak. Lagi sibuk? Aku berikan senyuman termanisku di hari itu. Yess, Rizal balas tersenyum. Tapi ih, tipis banget?
Enggak, aku nunggu kamu, kok. sahut Rizal menaruh kertasnya. Mau minum?
Antusias, aku mengangguk. Aku katakan padanya kalau aku akan minum apapun jenis kopi yang ia pesankan untuku. Dan, ternyata ia memesan hot cappucino untuk kami berdua, suatu kesamaan menu yang membuat suasana jadi agak romantis, hihi.
Oh iya, jangan panggil Kakak. Kesannya jadi incest. Panggil Al atau Rizal aja, celetuk Rizal santai menyisip kopinya. Sial, gara-gara itu pipiku jadi tersipu merah. Apakah ini ajakan bercinta?
Selanjutnya, pembicaraan pembuka pun diisi oleh basa-basi pencair jarak hubungan dan secuil perkenalan singkat. Aku bersyukur kami cepat nyambung dan saling nge-click. Tidak ada dead air di sela obrolan kami. Tanpa ragu, aku ceritakan sekilas masa mudaku yang bebas dan doyan party. Rizal menatapku tajam, sesekali menjelajah menelisik lekuk tubuhku. Yeah, aku memberi kode padanya jika aku gadis malam. Rizal tampak tersenyum namun ditutupi oleh topangan dagunya. Bet ya pasti dia juga bukan lelaki polos-polos amat, huhu.
Selepas kami bercerita seru, Rizal pun akhirnya membuka topik utama. Ia letakan sebundel kertas lusuh yang dari tadi dipegangnya di atas meja.
Oke, jadi gini. Mengenai proyek nanti udah tau, kan, apa yang mau kita bikin?
Aku menggeleng ragu. Tahu sedikit, tapi belum jelas.
Game yang mau kita buat adalah jenis Visual Novel. Platform utama mobil phone, dengan rencana variasi versi PC dilengkapi bonus poster dan pin up eksklusif. Judul sementara, Cinta Akhir Tahun. Game plot primernya, tentang seorang cowok kelas 3 SMU bernama Divi yang naksir tiga orang cewek dan harus memilih satu dari mereka. Untuk lebih jelasnya, mungkin di rapat tim besok. Yang jelas, kamu sebagai scriptwriter dan skenario, bertugas menulis keseluruhan narasi dan dialog-dialognya, Cath. Nuansanya harus komedi romantis. Jangan terlalu lebay dan serius, jangan juga kelewat ngocol,
Rizal memaparkan garis besar proyek Visual Novel ini dengan wajah agak kikuk dan sedikit menjengit. Aku terkikik dalam hati, mungkin ada beberapa hal yang ia kurang sreg dan debati dengan Vivi. Divi itu Vivi dalam bentuk cowok dan karakter VN kali yaaa? Hihihi.
Ah, bodo amat. Yang pasti, aku terus memperhatikan paras tampan Rizal beserta suara tenangnya, yang membuatku ingin segera menyenderkan kepala di dadanya.
Target player utama game ini, usia remaja. Tapi bisa meluas kepada range usia berapapun karena semua pasti pernah mengalami masa sekolah. Meski protagonis atau main character-nya cowok, aku juga optimis banyak perempuan yang akan memainkannya, ehm, lanjut Rizal berdehem pelan meneguk kopinya. Duh, sampe lupa aku juga sedang ngopi santai. Keasyikan liat muka kamu, sih, Al.
Rizal lalu menyodorkan selembar kertas padaku. Alisku berkerut melihatnya.
Ini schedule kasar kerja tim kita. Mungkin besok juga dibicarain, tapi aku kasih tau kamu duluan aja. Ada pertanyaan?
BULAN 1
Vivianne ( Game Designer / Leader) : Plot Budgeting , Direction & Sales Document
Rizal ( Illustrator) : Character design storyboard, Sprite illustration
Cathy (Scenario & Scriptwriter) : Plot, Scriptboard
Jessy (Graphic & Backgrund) : Background design, Color scheme, Sprite coloration
Mono (Program & Audio ) : Program & Audio
BULAN 2 & 3 & 4
Vivianne : Direction & management
Rizal : Event CG illustration
Cathy : Scenario
Jessy : Event CG & Background coloration
Mono : Program & Audio
BULAN 5
Vivianne : Direction & Management & Scripting
Rizal : Promo art illustration
Cathy : Voice recording & Short story writing
Jessy : Promo art coloration
Mono : Debugging & Master up
BULAN 6
Finishing.
Launching.
Nggak. Gak ada pertanyaan. Thanks, ya, Al, udah ngejelasin, ucapku mengembalikan kertas tersebut, namun Rizal menahannya dengan maksud memberikan jadwal itu untuku. Lelaki ber-facial hair tipis itu lalu berhela nafas. Ia mengambil batang rokoknya yang baru dan memantiknya.
Sebetulnya, perkenalan soal materi ini bagian Vivi, sih. Tapi gak masalah. Aku seneng, kok, ngobrol ama kamu.
Hah? Aku mengernyit heran. Loh, bukannya tadi Vivi juga bilang gitu? Kamunya aja yang pengen ajak aku ke sini?
Oh, gitu, ya? Berlagak sok lupa, bola mata Rizal menghindar tatap. Aku kok gak inget apa-apa?
Ya ampun? Kok aneh, sih? Inikah keanehan Rizal yang Vivi maksud? Aaaaargh!
Eh, tapi lucu siiih~. Untung dia cakep. Kalo nggak, udah aku siram kopi biar otaknya sadar! Huhuhu.
Percakapan mengenai kerjaan pun berakhir detik itu juga, namun entah mengapa, seolah tidak ada satu dari kami yang hendak menutup dan beranjak pergi. Aku masih betah mengobrol ria dengan Rizal, lelaki bergestur maskulin itu pun tampak ingin terus bersantai. Kami selintas berbicara mengenai game. Aku bercerita bagaimana dulu memainkan game Final Fantasy XII milik kakaku hingga lupa tidur dan makan. Rizal pun tertawa dan berkata kalau itu game FF favoritnya dan memiliki storyline paling bagus, menurutnya. Aku sih iya iya aja. Kugoda sedikit lelaki tersebut dengan mengatakan kalau dirinya mirip beberapa tokoh game-game keskukaanku yang membuatku jatuh hati. Rizal hanya mengangkat bahu mendengarnya, dia bilang, dia tak berkeberatan menjadi siapa saja di mata tiap wanita asal itu membuatnya senang. Uuugh, pinter bicara, ya, rupanya si Aneh ini?
Tak terasa, waktu pun habis hingga pukul empat lebih sore. Rizal bangkit dari kursinya dan berpamitan pergi.
Okey, Cath. Kayaknya aku harus pulang cepet sekarang. Kalau proyek belum mulai gini, agak santai, emang. Tapi kalo udah jalan, bisa lembur sampe malem, aku, hehe.
Hmmm, pulang cepet? Ada janji kah? Sama umm, cewek kamu? Aku tersenyum seraya turut bangkit berdiri menatap Rizal. Rizal menggeleng dan mengelak bila dia punya pacar. YESS! Awas loh jangan bohong!
See ya Cath. Sampai ketemu besok.
Aku menahan napas. Diam tak berkedip ketika Rizal bergerak dan mendekatkan wajah dinginnya. Oh God, tidak. Jangan bilang jika ia hendak menciumku!!! Mataku memejam perlahan, bersiap ada sentuhan lembut dan basah menerpa bibirku. Namun ah, apa yang aku pikirkan?! Rizal hanya membelai rambutku dan menyampirkannya di balik telingaku. Aku membuka mata kembali. Ia tersenyum, dan melangkah mundur.
Have a good day, Cath. Seneng bisa kenal dan ketemu kamu,
I-iya, jawabku lemah dengan nafas terengah-engah.
Sepeninggal Rizal, aku masih berdiri membeku. Kedua tanganku mengepal lembut, bergetar. Aku bukan ABG lagi. Aku wanita dewasa yang pernah menikah dan telah melalui banyak pahit manis kehidupan. Aku tahu, perasaan ini bukanlah cinta. Hanya semacam ketertarikan secara fisik dan emosional yang dangkal saja. Sukar untuk mengatakan kalau aku jatuh cinta. Suka, mungkin. Tapi, no, tidak cinta. Bukan cinta.
Aku lelah bermain cinta.
Untuk saat ini.
Tidak secepat itu.
————————-
Satu minggu kemudian…
Oktober, 2019
Aku menatap layar komputerku dengan berbunga-bunga. Ingin rasanya ku menari dan membuka sebotol champagne sebagai perayaan. Bukan apa-apa, karena script narasi pembuka yang telah selesai kutulis, sukses mendapat pujian dari Rizal yangkatanyaamat rese, hihi.
Anyway, tujuh hari berlalu setelah proyek yang kami lakukan resmi berjalan, pekerjaan terbilang lancar. Dalam rapat pembuka yang lalu, ada sedikir perubuahan. Judul game-nya berganti menjadi : Caramel Pudding. Aku bersyukur semua berjalan baik. Selain karena Rizal yang terus mendekati dan membimbingku sabar, juga karena dukungan teman-teman lain.
Hari ini, Rizal lagi-lagi mengajaku ber-ngopi santai di coffee lounge. Entah kenapa, aku merasa ini adalah sebuah kencan. Karena bercengkerama dengan lelaki ini, selaluu~ saja ada topik pembicaraan yang seru. Yang membuatku hanyut tak berkedip. Yang membuatku serasa dibawa bertualang ke dunia miliknya.
Genit, aku merapikan rambut saat kulihat Rizal berdiri dari mejanya dan hendak mendekatiku. Lelaki itu melangkah santai, seakan tahu apa yang akan dilakukannya. Namun, baru saja Rizal tiba dan belum berkata, seketika saja Vivi muncul dan menyela kami berdua. Huh?
Hmmm, sori, Al, boleh nggak Cathy-nya aku pinjem dulu hari ini?
Rizal tampak merengut menyorot Vivi. Pinjem? Maksudnya?
Mau ketemu DJ Ricko, bicarain soal rencana kerjasama pembuatan OST Puding Caramel. jawab Vivi mantap.
Rizal tercenung membatu layaknya disihir medusa.
Kamu tau, kan, Al, Lagu OST buat game VN itu penting banget. Kepopuleran game ini bisa didongkrak habis oleh soundtrack yang keren dan legendaris.
Ah iya, official sound track, batinku mengangguk-angguk. Biasanya, game VN itu sering dilengkapi OST, yang short version-nya suka dipakai buat opening title.
Ya, tapi apa harus sekarang? Apa harus sama Cathy? Business contract kan tugas kamu, Vi?
Vivi terkekeh. Peraturan tak tertulis; Fresh meat adalah milik bos, titik. Iya, kan, Cath?
Aku hanya bisa menunduk pasrah bak anak gadis dilarang pacaran oleh ibunda. Dan, Rizal uh, tampak kecewa dan mendengus kesal. Ia mengibas tangan seraya berbalik pergi, tak membalas secuil apa pun kata-kata Vivi.
Astaga.
Segitunyakah ia marah aku direbut Vivi?
————————-
Kemacetan kota Metropole membuat kami terpaksa makan siang di dalam mobil. Aku dan Vivi sepakat membeli take away sebuah fast food dan mengisi perut di jalanan padat. Vivi melahap segumpal burger ikan tuna sembari berkonsentrasi memegang kemudi Fortuner putih-nya. Sedangkan aku, sebagai penumpang, tentu saja menyantap lebih cepat. Cheesburger jumbo-ku sudah terkunyah habis di dalam perut dan kini terpejam syahdu menikmati segarnya ice lemon tea.
Vivi berkata, kami harus tiba di rumah kediaman DJ Ricko siang ini juga. Well, aku tak tahu sesibuk apa orang itu, yang aku tahu, ia adalah seorang pemusik terkenal yang melambung namanya lewat dunia youtube. Subscriber-nya jutaan, dengan persona khas-nya yang bernuansa anime dan video game. Aku paham pemikiran Vivi, dan cuma bisa memanuti saja sebagai anak buah.
Aku memandang ke arah depan. Begitu ramai oleh tumpukan kendaraan. Tampaknya, perjalanan akan lumayan lama. Untuk membunuh sepi, aku pun membuka pembicaraan. Bukan topik pekerjaan tentunya, melainkan satu hal yang menggelitik benaku semenjak kemarin hari.
Vi, ummm, aku boleh tanya sesuatu, nggak? Aku menurunkan gelas plastik ice lemon tea-ku perlahan, melirik Vivi. Sahabatku itu pun balas mendelik.
Yup, apaan, Cath?
Kenapa, sih, kayanya kamu gak suka kalo aku deket ama Rizal? Aku tuh ngerasa seperti itu, lho.
Vivi sejenak termangu, menarik nafas. “Ya, ga papa. Menurutku, kamu gak cocok aja ama dia. Maksudku, gak bakal ‘jalan’.
Sebabnya?
Karena kamu masih cinta ama Farhan. Betul kan, Cath?
Hah? Aku tersentak dengan jawaban Vivi. Tak menyangka, ia ternyata berfikir begitu tentangku. Farhan udah punya pacar, Vi. Yang namanya Milla itu lho. Kan dulu udah kuceritain?
Iya, aku juga tau. Sering aku intip juga kok di medsosnya. Tukas Vivi datar, Tapi, mereka belum pasti nikah, kan?
Aku terdiam, menggigit bibir berusaha mencari jawaban atas pertanyaan Vivi. Duh, kok jadi gini, sih, hawanya? Aku gak nyaman.
Aku, tuh, kesini buat move on, Vi, ngehindarin mereka, ngelupain Farhan.
Benarkah? Bukannya supaya kamu bisa bebas nemuin Farhan? celetuk Vivi tajam, membuatku ternganga tak percaya. Farhan dan Milla, keduanya memang kerja di Conigli. Tapi, tiap hari sabtu dan minggu Farhan sering pergi ke Metropole, kan? Aku juga tau, Cath! Kamu pengen bisa bebas nemuin dia di sini, kan, tanpa takut harus ketauan Milla? Kamu”
“VIVI! DEMI TUHAN! AKU GAK KAYA GITU! AKU SAMA SEKALI GAK KEPIKIRAN LAKUIN ITU!”
Aku menutup mulut. Aku benar-benar lepas kendali dan tak bisa menahan emosiku di mobil Vivi. Jujur, hatiku kaget mendengar omongan sahabatku itu.
….
Kesunyian pun seketika menyergap. Aku dan Vivi terdiam bisu, seperti anak kecil yang marahan menunggu satu sama lain untuk bicara.
Cath, maafin aku. Aku kelewatan ngomong, tadi. Akhirnya, Vivi berkata pelan, seraya memijat kening.
G-gapapa, Vi. Jawabku menunduk lesu.
Mungkin gara-gara aku lagi stress berantem ama Kevin, kali, ya jadi kebawa-bawa ke sini, gumam Vivi berkontemplasi menatap jalan, menerawang kosong seperti tak bernyawa.
Kevin adalah kekasih Vivi yang sudah ia pacari selama tiga tahun. Yang kutahu, selama ini mereka baik-baik saja. Jelas aku terperangah mendengarnya.
Kamu ada masalah apa ama Kevin, Vi?
Vivi menggeleng. Nanti, aku ceritain, Cath. Tapi, nggak sekarang, nggak di jam kerja. pungkasnya. Sekarang, kita konsentrasi ke misi kita dulu, okay? Siap untul back up aku, Anak Baru?
Aku tersenyum, bersyukur aura hangat kembali menaungi kita berdua. Di sebuah lampu merah, Vivi menarik daguku lalu memagutku hangat. Aku pun menyambutnya dengan suka cita. artikelbokep.com Layaknya sepasang kekasih sejenis, kami berlumatan bibir di dalam mobil, saling berbelai lidah. Begitulah cara kami berbaikan dan membangun kembali suasana positif saat semasa kuliah dulu, bila ada insiden yang menyinggung hati. Tak terhitung rasanya berapa kali aku berciuman dengan Vivi. Bahkan, melakukan lesbian sex pun sering, huhu.
Namun, sejujurnya, dalam bantahanku tadi, ada satu hal yang Vivi tak tahu. Ada yang aku sembunyikan. Aku kaget dan marah karena… dalam kata-kata Vivi tadi mengandung sebagian kebenaran. Ya, percuma aku mengelak. Di dalam lubuk hatiku yang lemah, masih tersimpan rasa itu. Membekas, tak pernah hilang.
Aku masih mencintai Farhan. Masih berangan bisa kembali ke dalam peluknya.
Aku takut aku takut yang kuinginkan dan kurindukan itu sebenarnya bukanlah Rizal, tapi perasaan dicintai, disayangi, dan dimiliki Farhan.
.
Ah, pada akhirnya, perempuan bitchy semacam aku bakal selalu menyakiti hati laki-laki, kan?
Aku menghela napas, kembali menghisap ice lemon tea-ku hingga tandas. Batinku berdoa agar tidak terjadi apa-apa dengan hubungan Vivi dan Kevin. Jangan sampai.
Sebentar lagi mereka mau tunangan.
————————-
Kami tiba di kediaman DJ Ricko sekitar pukul 14.00 siang. Beres parkir menepi dan turun dari mobil, aku pun berjalan di belakang Vivi yang langsung membuka pagar dan masuk pintu depan begitu saja. Satpam membiarkan kami melakukan itu, karena mungkin Vivi sebelumnya sudah berkomunikasi dahulu. Suasana di dalam sangat lengang. Walau ukuran rumah ini tak terlalu besar, aku bisa menilai bahwa tempat ini mewah dan bernuansa menengah keatas. Kami melewati ruang tamu dan tiba di area tengah. Begitu luas dan sepi, seakan-akan tidak ada orang yang tinggal. Vivi bilang, hanya ada DJ Ricko dan ibunya menghuni rumah tersebut. Aku mengangguk-angguk, menjelajah mata berkeliling mengamati interior di sana.
Aku memang tak tahu banyak soal musik, namun segera bisa kuindentifikasi bahwa interest DJ Ricko adalah hip-hop, rap, soul dan berbagai jenis black music lainnya. Apalagi, setelah kulihat penampakan sosok dirinya yang tetiba muncul dari sebuah pintu dan menyapa kami berdua.
Yoo, Kakak-kakak dari Cello Studio, ya, hahaha. Pa kabar, Babes? sapa sang DJ bergaya sok gangsta. Vivi serta merta tersenyum dan menaruh clutch bag-nya di atas meja.
Eh? Apa? Kakak? Aku sempat mengernyit heran, dan malah makin terkejut ketika Vivi berbisik menjelaskan jika umur anak ini masih 22 tahun! Ya ampun, tua amat mukanya? Tapi pantesan suaranya terkesan lembut dan lucu. Sok serak dan romantis gitu, lah, mirip-mirip Glen Fredly. Agak kurang matching dengan badan gangster kekarnya, hihi.
( DJ Ricko )
Baik, sahabatku itu berkata, Mama kamu umm, gak ada?
Ya gak ada lah, hahaha! Kalo ada, mana mungkin aku bisa ngobrol ama Kakak berdua, hahaha. Mendekat girang, lelaki besar berkepala cepak pendek tersebut menjawab, Eh, ini temen kantor Kakak? Kok beda, kayak pegawai bank?
Ini namanya Cathy. Anak buah aku yang baru, dasar!
Huh, lagi-lagi aku disangka pegawai bank gara-gara outfitku yang memakai rok kerja ketat plus blazer dan kemeja putih. Aku hendak tersenyum dan menyapa lelaki itu, namun, seketika saja jantungku terhenyak ketika kulihat dirinya tetiba menarik badan Vivi dan melumatnya lahap.
Aku melongo kaget melihat Ricko dan Vivi berpagutan panaslayaknya sepasang kekasihdi depan mataku sendiri!
Ah, tidak! Ini lebih seperti pelacur dan klien-nya! Karena tangan sang DJ merayap-rayap nafsu meremasi bongkahan pantat Vivi yang terbalut seksi oleh celana hot pants pendek yang ia kenakan! Jelas, aku shock Vivi diam sajabahkan malah melayanidicabuli seperti itu. What a slut? beginikah cara Vivi melakukan kerja-nya?
Aku tak sadar berapa lama aku membeku, sampai tahu-tahu, Vivi menolehku genit di sela-sela percumbuannya dengan DJ Ricko. Kontan, bola mataku melotot, seakan menjerit pada atasanku, negosiasi macam apa iniiiii???
Hey, jangan bengong aja, Jablay! Bantu aku nanti! tegas Vivi berbisik seraya menyunggingkan senyum penuh kemesuman. Glup aku pun menelan ludah.
————————-
Jujur, saat Vivi mengatakan negosiasi serta pembicaraan bisnis di kantor tadi, yang kebayang di kepalaku tuh kita berbicara serius di sebuah meja besar ditemani kertas-kertas atau dokumen proposal bersama DJ Ricko. Aku benar-benar tak menyangka kenyataannya bakal seperti ini. Tidak ada meja besar. Tidak ada dokumen-dokumen berserakan. Yang ada, hanyalah sebuah sofa panjang di ruang tengah berwarna abu-abu, di mana sang DJ brondong duduk bagaikan raja hip-hop dikelilingi aku dan Vivi yang mengapitnya erat bak pelacur-pelacur murahan miliknya.
Aku serasa tengah dipelonco atasan. Vivi mengobrol bisnis secara mesra dengan Ricko di sebelah kiri, sementara akudi sebelah kananbertugas memeluk mesra sang DJ Cabul sembari membelai dada serta mengurut-urut batang besar di selangkangan, di balik celana basket gombrangnya.
Wajahku bersemburat merah. Napasku mulai terengah-engah tak karuan. Bukan apa-apa, karena sembari aku memijat penisnya, tangan lelaki itu pun balas menggerayangi auratku menelusuk masuk ke dalam rok kerja mengusap-usap belahan memek di dalam sana. Aku adalah perempuan nakal yang gampang terangsang. Apalagi, selepas aku diceraikan oleh Farhan, aku sama sekali jarang disentuh lagi oleh lelaki. Pelampiasanku selama dua tahun ini lebih banyak masturbasi memakai dildo dan alat. Party atau dugem mencari laki-laki ganteng pun, aku sudah tak punya temanmalas rasanya nge-club sendiri kayak orang bego. Maka, mohon dimaklumi kalo aku kini terkesan murahan dan lengket bernafsu pada tubuh lelaki yang baru kukenal ini.
Aku menggigit bibir gelisah. Nafsuku benar-benar sudah tak tahan. Tanpa disuruh atau diperintah Vivi, jemari lentiku pun seketika mennyelusup ke balik celana. Oh God panjang juga penisnya? Sambil mengocok-ngocok lembut batang kemaluan Ricko, aku mengecup-ngecup pipi serta lehernya bak selir yang manja. Positive thinking aja, siapa tau kapan nanti si brondong ini jadi artis besar. Kucobai saja tubuhnya dari sekarang, hihi.
Sebenernya, aku mau-mau aja bantu project Kakak nanti asal, Kakaknya serius,
Aku mendengar Ricko berceletuk di sela kegiatannya melumat-lumat basah bibir Vivi. Mereka kian asyik berpagutan, bahkan air liurnya pun sampai menetes-netes, kupikir.
Kita mmmph serius, mmmmph Rickooo~ mmmmmh.
Yakin? serak, Ricko berdesis. Terus mmmh, aku boleh minta satu syarat lagi, nggak, Kak?
Boleh. Bilang aja, Sayang, slrrrrph, Vivi mengemut pelan lidah Ricko, menyeruput lendir ludahnya.
Hehehe, nanti aja, deh. Aku pengen liat keantusiasan Kakak-Kakak sama kerjasama ini dulu. elak Ricko
Vivi mencabut pagutannya dari bibir Ricko. Gadis semampai berambut panjang nan indah itu lalu membuka t-shirt ketatnya. Ia lucuti juga penutup dada berwarna pastelnya. Plop! Munculah sepasang buah dada besar nan kencang berputing tegang di hadapan Ricko. Jelas, hidangan lezat itu langsung dilahap Ricko. Vivi melenguh kaget, namun, lanjut melucuti hot-pants seronok serta celana dalam senadanya. Praktis, atasanku itu kini telanjang bulat. Bisa kulihat bulu kemaluannya yang tipis dan dicukur model segitiga menghiasi pangkal paha putihnya.
Aku, yang memang sudah sering threesome bersama Vivi melayani dosen bahkan dekan demi nilai A saat ngampus dulu, tentu paham apa yang harus dilakukan. Jemari lentiku pun sontak turut melucuti pakaian kerjaku di depan mereka yang asyik bercumbuan saling meraba. Kulepas blazer beserta kemeja putih lanjut bra berwarna hitam yang menutupi payudara kecilku. Tentu saja rok sempitku yang sejak tadi membentuk lekukan pantat kubuka kaitannya, terjatuh pelan perlihatkan selangkangan yang juga berbalut panty hitamwarna daleman favoritku. Kutarik ke bawah kain penutup kehormatan terakhirku tersebut, sisakan sepasang stocking hitam membalut kaki *******. Serta merta, Ricko kembali melepas ciumannya dari mulut Vivi, demi melihat mahkota kewanitaanku yang licin tanpa bulu. (mengingat buah dadaku banyak yang bilang rata, aku pangkas habis saja rambut keintimanku selalu biar matching kayak anak kecil sekalian, huhu.)
Memeknya bagus banget, Kak Cathy. Udah basah, nih, kayaknya. Kekeh Ricko mengelus-ngelus belahan bibir kemaluanku oleh telunjuknya. Aku mengedip genit, mengakui jika aku horny dan siap untuk dipakai.
Setelah aku dan Vivi polos telanjang serahkan harga diri pada Ricko, kami berdua pun sontak memperkosa pakaian lelaki itu hingga dirinya juga bugil tanpa busana. Kami lalu berlutut berdampingan di depan selangkangan sang DJ untuk menunjukan betapa serius-nya perusahaan kami dalam rencana kerjasama ini. Lidahku dan milik Vivi menari-nari lincah menjilati batang kekar si DJ Mesum hingga basah dan licin berliur. Vivi lalu bergerak ke bawah, mengemut-emut biji kantung sprema Ricko secara telaten, sedangkan aku, sigap menarik kulit kulup penis Ricko hingga kepalanya menyembul lalu kulahap rakus.
Ooow yeah, Baby. Suck my dick you sexy sluts. J-jago banget maininnya, aaaaah~
Ricko meracau-racau keenakan saat kuhisap gemas kepala penisnya yang bengkak membulat. Sleph! batang hitam nan panjang itu pun tertelan. Mulutku yang sesak oleh kejantanan miliknya, lantas sibuk mengulum-ngulum lembut hingga nafasku habis dan terlepas menghasilkan bunyi PLOP! Kujilati kembali batangnya dengan syahdu bak menikmati sebatang es krim, lalu balik lakukan deep throat. Kulakukan hal tersebut terus berulang-ulang layaknya aku perempuan haus kontol saja.
Lantunan musik nan santai dan romantis dari Chris Brown di playlist audio ruang tengah mengiringi gerakan lidah serta mulutku dan Vivi yang lincah menyapu seluruh area selangkangan sang DJ hingga becek. Kadang, kami selingi dengan sekelebat aksi lesbian kiss ditengah-tengah gelora nafsu membara. Kami terus berlutut dan menjilati penis Ricko, sampai lelaki itu mengerang dan hentikan aksi tersebut.
Ricko memberi isyarat dengan jentikan jarinya agar tubuhnya yang duduk bagai raja segera dinaiki. Aku dan Vivi serentak bangkit, dan merasa sedikit agak kikuk kala pinggul kami bertabrakan karena saling ingin mendahului. Rona pipiku seketika tersipu, kala sahabatkuyang juga kini boss-ku itumelotot lebar tegaskan otoritas. Lututku kembali melipat, berjongkok di depan kemaluan Ricko dan mengocok-ngocoknya cepat. Kubiarkan Vivi memposisikan duduk terpangku berhadapan dengan sang DJ hingga selangkangan mereka siap berhimpit. Aku melihat daging kemaluan Vivi yang mulus kemerahan sudah teteskan lendir-lendir cintanya lapar akan tusukan penis. Tanganku mencengkeram erat tombak kejantanan Ricko, membantu mengarahkannya pada celah peranakan Vivi kala gadis cantik itu perlahan turunkan panggul menyatukan tubuh mereka.
Ssssssh ahhhngnggng~
Vivi melenguh manja kala lubang keintimannya perlahan-lahan menelan kepunyaan Ricko. Ia diam sesaat, menikmati rapatnya peraduan kelamin. Entah mengapa, bibir kemaluanku pun turut berkedut-kedut geli melihat proses penetrasi tersebut yang membuat liang mungil Vivi menguak lebar. Aku pun bangkit berdiri dan duduk di samping Ricko. Kupilin-pilin halus puting susu Vivi seiring ia menggerakan panggulnya menari-nari memulai persenggamaan.
Ohhhh mmmhh ahhh~
Plak! Plok! Plak! Plok!
Aaaahhh, shit! e-enak banget kontolnya, g-gila~
Plok! Plak! Plok! Plak!
Bola mata Vivi tenggelam memutih kala ia melompat-lompat kecil menggesekan batang kelamin Ricko di dalam memeknya. Ia lekas terhanyut dalam ekstase, sampai lupa diri malah berusaha mencari kenikmatan pribadi. Ricko menarik kepalaku, dan lalu mencaplok mulutku. Aku pun melayani lumatan panas lelaki tersebut dibumbui desah nafas memburu serta belitan lidah hangat.
Sssllltph mmmmh aaaahmmp hhhh, leleran liurku menetes-netes basahi dagu seakan sudah hilang saja rasa gengsiku. Ahhhg, Aku mengerang serak kala kurasakan jemari tangan kiri Ricko menelusuk dalam celah Vagina. Tubuhku bergeliat-geliat memohon ampun seiring telunjuk Ricko yang mengorek-ngorek isi bagian dalam kewanitaanku yang amat berlendir.
Clap clap clap clap clap
Kak Cathy memeknya udah pengen banget, ya? sabar ya, Kak. Kontolku lagi digenjot Kak Vivi,
Kurang ajar ini blangsak, batinku penuh maki. Menyuruh sabar, tapi goyangan jarinya tak berhenti mengobel-ngobel dinding kemaluanku. Aku merasakan sofa besar tempat kami bergumul berguncang makin keras. Penyebabnya, gerakan menghentak pinggul Vivi yang kian bernafsu memuaskan memek bandelnya. Pimpinan tim kerjaku yang cantik itu mendekap Ricko erat, menempelkan buah dadanya pada wajah si DJ mesum sembari meremas-remas liar kepala cepaknya.
Di balik sifat kalem plus tomboynya, Vivi bisa benar-benar brutal bila otaknya sudah dikuasai syahwat dan amarah birahibila sedang mengambil kendali bersetubuh. Ia memompa seperti kesetanan, terkadang pinggulnya mengulek-ulek liar seperti mesin bor. Aku agak khawatir batang penis hitam nan panjang Ricko bisa patah atau cedera digasaki memek Vivi. Namun tampaknya si DJ mesum ini justru puas menikmati. Ia terpejam nikmat seraya terkekeh-kekeh mesra mendekap tubuh Vivi, membelai rambut panjang kusutnya.
Aaaash semangat banget, Kak, ngentot-nya?
Gila, batinku terpana, Si Vivi udah habis-habisan gitu bergoyang, menghentak, dan mengulek-ulek berputar maju-mundur penis Ricko, si DJ itu masih saja santai duduk meraja sambil mengecup-ngecup dada berayun sahabatku. Suara benturan selangkang mereka pun semakin liar.
PLAK! PLOK! PLAK! PLOK! PLAK! PLOK!
Uuuunghh~ aaah~ Aku mendegar Vivi mendesah terengah-engah sepeti sedang aerobik, G-gimanah, S-Sayanghhh? Aaah~ k-kamu suka?
PLOK! PLAK! PLOK! PLAK! PLOK! PLAK!
Ricko tersenyum, mengusap-usap punggung Vivi yang basah berkeringat, Suka, Kakak. Memek Kakak sempit.
A-Aku gak kuat lagiiiih~ Ricko, gak papa yaaaah aku pipiiiis~
Gak papaah. Uuuuh~ Kakak hebat! Lincah banget genjotnya!
Aku, yang hanya bisa mengigit-gigit bibir menahan geli akibat jari tangan kiri Ricko yangmasih sajamengorek-ngorek bandel liang kawinku, amat sadar jika Vivi mulai gelisah dan membendung keras klimaksnya. Sejak tadi, aku hanya bisa mengamati persetubuhan mereka sambil menahan rasa horny-ku. Ia sudah tak sanggup lagi melompat-lompat duduk. Gerak tubuhnya hanya bergoyang-goyang pinggul dengan batang kejantanan Ricko terhunus kekar di dalam ceruk kewanitaannya.
Clak clak clak clap clak clap
Suara becek lendir kemaluan nyaring terdengar dari selangkangan Vivi. Bak keran bocor, cipratan-cipratan kecil air bening berkeluaran. Vivi masih semangat mengaduk kontol Ricko, meski mukanya sudah memerah dan menggeleng-geleng resah sembari terpejam. Dari rona wajahnya, aku bisa mengetahui kalau Vivi sangat menikmati persetubuhan initak hanya sandiwara. Terbukti oleh geliatan pantatnya yang semakin cepat.
Clak! Clak! Clak! Clap! Clak! Clap!
AAAAAAHHH! Anjingg!
Vivi menjerit, jalang. Akhirnya titik ledakan itu tercapai. Tubuhnya melenting kaku, menubruk kepala Ricko. Semburan sirup cinta menyemprot deras basahi pertancapan kelamin mereka.
Sekitar sepuluh detik lamanya sekujur raga Vivi terus mengejat-ngejat kecil seperti kesetrum di atas badan Ricko. Sisa-sisa cairan orgasmenya, masih mengalir indah dari lubang kencing mungil miliknya. Hingga tak lama, sahabatku itu ambruk ke depan.
Aku hanya bisa iri melihat Vivi yang terkulai lemas dipeluk Ricko sembari dikecup-kecup lembut pipinya. Si DJ Brondong Mesum ini, memang tipe buaya darat sok romantis, huh! Vivi seakan lupa jika dirinya masih berpacaran dengan Kevin. Dasar cewek nakal!
.
Ah, tapi masih lebih parah diriku, sih. Udah dinikahin Farhan, masih aja gatel memeknya mau dicelup-celup lelaki lain, hiks.
Ahhhh, nikmatnyaah~ Ricko mengangkat bongkahan pantat Vivi dan melepas pertusukan kelamin mereka tak lama berselang. PLOP! Suara lucu terdengar saat batang kejantanan sang DJ tercerabut dari liang kemaluan Vivi yang membulat cantik membentuk huruf O. Vivi lantas tersungkur lemah di sofa. Kulihat ia langsung beristirahat dengan puas sembari mengatur nafas dan kesadaran tubuh.
Ahhhh hahhh hahhh hahhhh hahhh, sekujur wajah Vivi tampak bersemburat merah dihiasi senyuman mesum dan tatapan mata kosong. Aku ingin bertanya, cuma sepertinya sahabatku itu sedang tak bisa diajak bicara. Pasti enak banget ini mah. Ya jelaaas, lah. Duuuh, jadi cemburu! Cepet entotin aku Ricko!
Boss-nya udah K.O. Sekarang giliran anak buahnya yang manis ini, ehehehe, goda Ricko seraya mencabut jarinya dari lubang memeku dan mengangkatnya jahil. Aku pun refleks mengemut-ngemut manja telunjuk serta jari tengah kirinya itu yang berlumur kental cairan kemaluanku sendiri.
Gimana, Kak Cathy, rasanya? tanya Ricko dengan sok polosnya. Aku tak menjawab. Dasar! Betul-betul pertanyaan yang gak perlu! Nanti aku boleh, nggak, jilatin memek Kak Cathy? Aku juga pengen coba~ lanjut si Pemuda tak menyerah menggodaku. Kali ini, aku mantap mengangguk.
Ricko menekan kepalaku ke bawah ke dekat pangkal pahanya. Aku mengerti. Segera kujilat-jilat dan sapu bersih batang kemaluan tegaknya yang lengket meluap oleh cairan kemaluan serta lendir pelumas memek Vivi. Gila, ihh~, becek banget punyanya si Vivi? benaku heran seraya mengulum-ngulum rakus penis Ricko, lagi berahi banget kayaknya, dia?
Aku merasakan sensasi gurih dan asin yang berbeda di permukaan lidahku. Entahlah, yang pasti, rasa lendir kewanitaanku dan Vivi lain juga pastinya. Mulutku terus melahapi tonggak kejantanan Ricko sampai lelaki itu merasa cukup dan menarik kembali ke atas kepalaku. Ricko melumat mesra bibirku, aku pun balas menggigiti bibirnyayang tebal dan wangi permen mint.
Slrrrpppph~ mmmmp slrrrrph~ mmppph~
Kami melakukan french kiss sejenak sembari sebelah tanganku mengocok-ngocok lembut batang kelamin berkulup Ricko. Kuakui penis miliknya ini begitu panjang nan keras dan pasti bakal menusuk lezat hingga pintu rahimku. Shit! Daging celah kemaluanku tampak sudah berkedut-kedut hangat dan riuh teteskan lendir tak karuan. photomemek.com Gairah syahwat kebetinaanku benar-benar sudah melonjak. Aku sontak mengambil inisiatif dengan mengangkat sebelah kakiku hendak menunggangi Ricko duduk berhadap-hadapan seperti halnya Vivi bersetubuh tadi. Namun, Ricko tetiba menahan badanku. Ia mendorong tubuh mulusku hingga kami jatuh bertindihan di atas karpet dengan tumpuan bantal besar nan empuk di kepala serta hamparan bulu halus mengalas badan telanjang kami.
Kyaaaaah! Hahhh hhh hhahhh!
Lengkingan manjaku pun menguar seksi begitu Ricko dengan beringas mencium-cium leherku bak harimau lapar menemukan mangsa. Lelaki ini sungguh amat bernafsu. Tak hanya leher, bahkan telinga, ketiak serta buah dadaku pun dilahapnya habismembuatku bergeliat-geliat hebat nikmati sensasi. Aku benar-benar dicambuki kenikmatan haram ketika Ricko menghisap-hisap kencang puting susuku bergantian di kanan dan kiri secara seimbang. Buah dadaku memang berukuran kecil, ukuran 32A saja (seukuran ama Ariana Grande, hihi), namun, justru hal itulah yang membuatu gampang terangsang. Entah mengapa, aku selalu cepat terbakar birahi bila kelenjar susuku ini digerayangi serta dicumbui kala bercinta.
Mmmmghhh aaaahh~ bibir berlipstick tipisku terus membunyikan desahan erotis karena Ricko tak henti-hentinya menetek maruk pada kedua gunduk payudaraku. Kurang ajar, tau aja si Mesum ini di mana simpulan syaraf-syaraf seksualku yang paling sensitif. Aku pun mendorong kepala Ricko, mengisyaratkan mulutnya agar berpindah ke bawah cumbui tempat lain.
Ricko betul-betul menjadi adik yang manis kali ini. Jilatan lidahnya pun bergerak turun ke bawah susuri hamparan perut rataku. Ia bermain-main sejenak pusar perutku. Geli, namun aku sedikit lega karena efek stimulusnya tak segila di pentil susu tadi. Puas membasahi bagian perut, lelaki itu menguaskan lidahnya tangkas menuju area pusat selangkangan. Refleks, kedua kakiku yang masih terbalut stocking kerja hitam merentang lebar, berikan akses keintiman pada sang DJ agar bisa menjelajahi organ paling rahasiaku.
Kak Cathty udah biasa ngewe, ya? Ngangkangnya luwes banget, hehehe~ desah Ricko tengil sembari mengendus-ngendus gunduk daging kemaluanku yang licin tercukur. Duh, pertanyaan macam apa ini? Disamping kehidupan malam liarku dulu, apa bocah ini gak tau aku juga pernah nikah? Pernah berstatus jadi istri orang? Ya jelas lah, hampir tiap hari rasanya aku digauli Farhanmantan suamiku.
Ewww, tapi ngapain juga aku cerita! Hihi. Maka, aku pun hanya diam tersipu malu sedikit membuang muka.
Oooooohhsw~
Belaian lidah serta seruputan mulut Ricko pun seketika datang mencaploki vaginaku. Helai-helai bulu kuduku serentak bangun bergidik. Aku mengejang. Posisi tulang punggungku naik melenting. Aku merasakan lecutan seksual nan amat tinggi di saat Ricko menelusukan indera pengecapnya masuk ke dalam ceruk keintimanku.
Srrrrph mmmmh. Slrrrph aaaaah,
Aaaauww ~ p-please, pelan-pelaaan~ rengeku geli menggoyang-goyang panggul. Aargh, ini luar biasa gila! Udah lama si Cathy Junior alias memeku ini tak menerima sentuhan lidah lelaki. Dan, Ricko benar-benar meneguk tiap tetes cairan yang keluar dari lubang tempatku beranak itu nanti. Aku terpejam menggigit-gigit bibir, ekspresi menahan kencing. Uh, yes, aku beneran pengen pipis kalo gini caranya!
Ini seperti uji ketahanan. Hampir lima menit lamanya aku bergeliat-geliat menahan orgasme akibat gempuran mulut dan lidah Ricko yang menyantap lahap area kewanitaanku. Beruntung, aku bukanlah pecun kemarin sore, aku sudah berpengalaman diintimi lelaki. Meski bibir kemaluanku terus berkedut-kedut dan lelehkan cairan pelumasnya, aku masih sanggup menahan ledakan klimaks. Sampai akhirnya, Ricko puas menikmati lendir percintaaanku dan mulai merangkak naik menindih tubuhku.
Sssshh mmmph,
Kembali, lidah kami saling bertautan lakukan ciuman panas layaknya kekasih dimabuk syahwat. Aku bisa merasakan batang kemaluan keras Ricko di selangkangan sana menempel di bukit vagina dan menggesek-gesek lembut klitoris. Aku merangkul erat Ricko, berdesah di telinganya jika liang kemaluanku sudah gatal ingin ditusuk. Impian yang benar-benar menjadi kenyataan. Lenguhanku pun seketika menggema kala kurasakan selonjor benda tumpul panjang menerabas masuk vaginaku, dan terpasak kokoh hingga menyundul mulut rahimku.
Oooooh, God!
Tubuhku serta merta dilingkupi kenikmatan surgawi begitu Ricko menyatukan kelaminnya. Ia mencium leherku, lalu telingaku. Pinggulnya serta merta menghentak-hentak buas menyetubuhi ragaku yang tinggal bisa pasrah dinodai.
Clak clak clap splak cplak clak
Bunyi lelehan lendir pelumas berdecak nyaring seiring gerak cepat Ricko yang menggasak-gasak nafsu alat kelaminnya di dalam rongga vaginaku. Syaraf-syaraf seksualku seketika terbakar. Aku menaikan kaki membelit pinggang si DJ mesum. Kurangkul erat bahunya, sebagai tanda bahwa aku menikmati kontolnya.
SPLAK CPLAK SPLAK CPLAK CPLAK
Aaaaah ngngnghh uuuuh faaaah~
Sodokan penis Ricko kian menghujam semakin keras. Aku merengek-rengek jalang sudah tak tahu lagi bagaimana cara mengontrol tubuh horny-ku ini. Tusukan-tusukan nikmat yang penis panjangnya berikan sungguh membuatku bergeliat-geliat liar bak tersengat seterum yang gila menyiksa. Aku akan orgasme. Yahh, selangkanganku sudah siap untuk meledak. Aku pasti bakal pipis banyak sekali. Seriously, karena udah lama aku gak
PLOP!
Eh?
Aku membelalak. Menatap Ricko geram. Kenapa dia tiba-tiba berhenti dan cabut penisnya? SIAL! Demi Tuhan, aku paling benci dikerjai dan dimanin-mainkan seperti ini!
K-Kamu kenapa berhenti! sungutku marah dihiasi sorot menyala-nyala. Aku udah hampir dapet, TADI!
Lembut, Ricko mengecup keningku. Ia lalu berbisik pelan.
Itu boss kamu, kayaknya pengen sesuatu, deh. Nanti kita lanjut, kok.
Aku melirik kesal ke arah sofa. Rupanya, Vivi sudah sadar kembali. Gadis cantik berdada besar itu beringsut jatuh duduk di atas karpet bersandar ke bagian bawah sofa sembari mengangkangkan kakinya lebar-lebar.
Cathh~ hihi, jilat memek aku dong. Aku masih pengeeen~
Menghela nafas, aku pun serta merta berbalik dan merangkak seperti kucing mendekati Vivi. Aku menungging dengan posisi kepala turun di selangkangannya, mencium-cium lembut serta menjilati belahan memek merahnya yang masih lelehkan lendir kewanitaan. Kurasakan cengkeraman tangan Ricko menahan kedua sisi pinggulku, bersiap lanjutkan persetubuhuan dengan gaya doggy. Kuangkat pantatku tinggi-tinggi, lebarkan sedikit paha, agar posisi penisnya pas dan nyaman di depan liang peranakanku.
Aaaangngng
Desahanku pun kembali menggema kala Ricko melesakan penisnya dan mengintimiku tanpa ragu. Jujur, kalau soal sensasi, aku memang lebih suka dikawini dari belakang, membuatku serasa lebih jalang dan binal seperti pelacur. Karena menurutku, posisi persetubuhan seperti ini adalah perilaku yang terinspirasi dari binatang. Taruhan, hampir 80% orang yang melakuan quickie alias seks cepat di ruang publik pasti memilih doggy style atau berdiri membelakangi sebagai gayanya.
PLAK PLOK PLAK PLOK PLAK PLOK
Aku merasakan gelitikan-gelitikan nikmat yang seketika merambat ke sekujur tubuhku sebagai imbas pompaan penis Ricko yang menggaruki gatal liang kemaluan. Tulang-tulang sendiku melolos lemas. Namun, aku harus tetap bertahan karena diberi tugas menjilati memek Vivi hingga atasanku ini menjerit puas. Sambil menungging sodorkan liang kemaluan pada Ricko, kuhisap-hisap lembut tonjolan biji klitoris Vivi sampai kedua pahanya bergetar kejangmenjepit kepalaku. Vivi mendesah-desah seperti kepanasan. Tetesan kental putih lendir kewanitaan kembali mengalir dari memeknya, yang langsung kuteguk habis tanpa sisa. Lidahku menyelinap masuk, membelai-belai dinding bagian dalam vagina membuat Vivi kian melenguh jalang.
Owwwwh GOD! Masih enak aja jilatan memek kamu dari dulu, Cath! racau Vivi keras menjambak rambutku. Uuugh, jadi makin kusut, deh! Ini seperti perlombaan saja rasanya, karena aku ingin membuat Vivi orgasme sebelum aku yang terkencing-kencing enak akibat sodokan penis Ricko dibelakangku. Namun
PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK
SHIT! Yang Bener aja! si DJ mesum ini malah makin brutal mengentotku! Gak ada capeknya ni cowok! Jelas saja konsentrasiku menjilati kemaluan Vivi jadi buyar. Aku menggeleng-geleng gelisah, terpejam kesal. Sebab kutahu pasti magical barrier pertahanan kewanitaanku sebentar lagi pecah!
PLAK PLOK PLAK PLOK PLAK PLOK
AAAAAAHHH!
Aku pun menjerit takluk kala lubang pipisku deras meledak semburkan air cinta. BRUK! Badanku ambruk tengkurap, dengan celah kemaluan terkencing-kencing lega basahi stocking kerjaku. Aku sudah tak peduli lagi apa yang bakal Ricko lakukan. Tubuhku terlalu lemas. Bahkan, aku tak bisa mengontrol raut wajahku sendiri yang melucah mesum sembari termegap-megap.
Sumpah, Kak Cathy enak banget memeknya. Desahannya hentai banget. Jadi dapet inspirasi nih, buat lagu~ bisik Ricko parau seraya mengusap-usap bulatan pantatku. Aku tak respon apa-apa. Kesadaranku hilang. Walau kelopak mataku masih membuka, pandanganku mengembara kosong.
Kulihat Ricko melangkahi tubuhku lalu mengangkat Vivi telentang di atas sofa. Ia mengangkat sebelah kaki sahabatku itu lalu kembali menindihnya seraya berkecupan mesra. Ya, mereka bercinta lagi, Ricko melesakan penis panjang beruratnya ke dalam liang keintiman Vivi. Hampir lima menit lamanya aku beristirahat mengambil nafas, dan selama itu pula Ricko menggagahi Vivi hingga atasanku itu melenguh-lenguh lacur.
OOOOWHH, FUCK!
YES, BABYYYY! UUUUUH!
Ah, tampaknya mereka mencapai klimaks serentak. Bagai simfoni yang indah untuk menutup konser persenggamaan, Ricko dan Vivi melolong bersahutan. Ricko tak mencabut penisnya dari rongga kemaluan Vivi, yang berarti, ia semprotkan spermanya di dalam basahi rahim sahabatku yang cantik itu. What a reckless slut? Gak takut bunting, apa? Sebab kupikir, ia tak membawa pil anti hamil di tasnya tadi.
Well, bodo amat, eh~ hihihi. Tanggung jawab dia sebagai leader tim untuk menampung sperma Ricko, dong, huhu.
Perlahan, aku pun pejamkan mata. Percaya seratus persen kalau negosiasi ini bakal sukses. Aku yakin, dengan skill pelayanan serta komunikasi tingkat tinggi seperti barusan, Ricko bisa melihat keseriusan perusahaan kami dalam kerjasama ini.
————————-
Woo hoo!
Yeahh, hihihi.
Thanks, ya, Cath. Udah bantu aku, hehe.
Aku tersenyum lebar menjawab perkataan Vivi. Sore begitu indah hamparkan langit jingganya. Tepat pukul 16.10, kami kembali menembus jalanan kota meningalkan kediaman Ricko. Yup, tepat seperti dugaanku, si DJ mesum itu akhirnya sukses kami dapatkan. Persetujuan lisan bakal membuat OST game Caramel Pudding serta mempromosikannya secara intens di konten video youtube-nya telah terucap. Tinggal menunggu formalitas saja. Langkah yang brilian.
Cath, kayaknya kita gak usah ke kantor, deh. Gak enak banget. Langsung ke apartemenku aja, yuk? Kita mandi bareng, terus kamu nginep di sana, mau?
Okey. Jawabku mengangguk-angguk.
Well, Tentu saja kesuksesan tadi ada harganya, hihi. Walau sudah kembali berpakaian, penampakan aku dan Vivi sangatlah berantakan. Pokoknya, ketauan banget habis bermain mesum. Untunglah, kami berdua sekarang masih berada di dalam mobil Vivi yang nyaman dan sejuk. Akan sangat memalukan bagi kami untuk kembali ke kantor dengan keadaan seperti ini.
Apalagiseriusan tadiRicko menahan celana dalam kami berdua dan mengambilnya paksa sebagai suvenir! Dasar gila! Jadi, detik ini aku dan Vivi sama sekali tidak memakai penutup selangkangan. Belahan bibir kemaluan kami terbuka bebas. Dan sialnya, aku memakai rok mini. Argh, tidak-tidak-tidak, hihi. Bener kata Vivi, aku harus langsung ke apartemen sahabatku itu dan buru-buru mandi bersihkan tubuh bersama. Balik ke kantor, adalah ide yang amat buruk. Sangat-sangat-buruk. Kecuali, aku seorang eksebisionis akut yang doyan pamer gundukan memek ke mana-mana, hihi.
Eh, Vi mau denger lagu yang dikasih Ricko tadi? tawarku santai sembari mengangkat sebuah flashdisk. Vivi pun mengangkat bahu.
Terserah. Boleh juga, sih. Colok aja sekarang, Cath.
Anyway, sebelum pergi tadi, Ricko sempat memberikan sebuah flashdisk berisi sampel lagu sebagai percontohan OST yang akan ia buat. Bukan kreasi dia, sih, ambil dari channel youtube lain, tapi ia bilang, punya rencana bakal dibikin mirip beat-nya semodel lagu ini. Dengan lirik yang lebih sopan dan disesuaikan, tentunya. Aku pun langsung memasang Flashdisk-nya di player mobil dan menaikan volume. Menemani sisa perjalanan kota, aku dan Vivi bergoyang riang menikmati hentakan.
Eh, ngomong-ngomong, enak juga ya, keluar gak pake celana dalam? hihihi!
Iseng, kurogoh ponselku dari dalam tas kerja. Kurapikan sedikit rambut untuk lakukan selfie, tapi terlihat ada tanda pesan masuk di Whatsapp sana. Umm, dari Rizal.
RIZAL :
Sy tau Vivi itu temen or sahabat lama kamu. Tapi gak semua permintaan dia harus kamu turuti, Cath.
RIZAL :
Kalo Kmu ngerasa gak nyaman, bilang aja. Klo gk berani, aku bisa bantu. Biasanya juga dia ngelakuin begituan sama Jessy.
Refleks, kubalas pesan tersebut cepat-cepat.
CATHY :
Gapapa, aku fine-fine aja kok. Gak ngerasa direpotin. Jgn khawatir..
Eh, tapi pesan Rizal tadi kok agak gimanaa~ gitu ya? Apa mungkin dia tau, dalam menuntaskan pekerjaannya Vivi suka pakai cara-cara seperti di rumah Ricko tadi? Dia bilang, Ngelakuin begituan? Apa coba arti begituan selain itu? Duh, mana kujawab fine-fine aja, pula? Ketauan, dong, aku sama binalnya, hihi.
Ah, whatever, lah. Aku memang gak masalah, kok, kalau Rizal tahu aku nakal. Di jaman kayak gini, menyembunyikan aib dan dosa-dosa masa lalu tuh memang mustahil. Berani taruhan, deh, dia pasti udah dapet cerita tentang penyelewengan serta perceraianku dari berbagai sumber entah di mana.
Tapi, di sisi lain, aku juga pengen Rizal tahu bahwa sejujurnya aku amat menyesal, pengen berhenti, dan berusaha menjadi wanita yang lebih baik lagi. Dan entah mengapa, aku punya sejumput perasaan kalau lelaki itu bisa membantuku.,,,,,,
————————-