Housewife Tales
- Home
- Cerita Dewasa
- Housewife Tales
Halo mupengers! Kisah kali ini adalah sidestory dari tulisan saya sebelumnya, Mom, Friends, and Friends GF yang merupakan sidestory dari saga Ritual Keluarga. Jadi tulisan ini adalah sidestory dari sidestory, bingung kan? Hak… hak… hak…
Selamat menikmati!
POV Christine
Aku dan suamiku, Robi, sudah berumah tangga selama sembilan tahun dan dikaruniai dua orang anak yang lucu-lucu, Mathew yang sulung berusia delapan tahun dan adiknya, Jane yang kini berusia lima tahun. Aku sendiri, Christine (32 tahun) adalah seorang ibu rumah tangga dengan fisik 166 cm, langsing dengan dada berukuran sedang saja. Dalam berpakaian aku termasuk biasa saja, tidak terlalu menonjolkan lekuk tubuhku. Kegiatanku sehari-hari selain mengurus anak, suami dan rumah, kadang membantu di toko orang tuaku atau hang out dengan teman-teman sesama mama muda di sekolah anak kami. Walau sudah melahirkan dua anak, namun tubuhku masih ideal berkat gym dan fitness serta perawatan diri yang rutin kulakukan. Pernikahan kami yang telah berlangsung selama hampir sepuluh tahun ini berlangsung dengan harmonis, secara materi pun bisa dikatakan berlebih. Kehidupan seksku biasa saja dan aku mulai merasakan yang dikatakan seksiolog bahwa menjelang usia pernikahan kami sekarang kejenuhan seks mulai muncul. Gairahku memang cepat sekali memuncak dan kalau melakukan hubungan seks aku suka sekali berlama-lama dengan berbagai variasi, namun Robi kurang inovatif dalam hal ini atau lebih parah kalau aku sedang ingin tapi dia malah tidak mood karena lelah bekerja. Sebagai istri tentu aku sangat mengerti keadaannya dan tidak pernah komplain apapun mengenai hal ini, namun sebagai wanita ketidakpuasan itu tetap ada dan aku selalu merasakan ada sesuatu yang kosong dalam kehidupan seksku, entah apa. Terkadang bila kesepian di rumah aku melakukan masturbasi untuk menambah kepuasanku. Namun tanpa pernah kuduga, kekosongan itu mulai terisi melalui lingkungan pergaulanku dengan sesama mama muda di sekolah sehingga merubah pandanganku tentang seks dan berani mendobrak hal yang dulunya kutabukan. Mama-mama muda di sekolah yang sering ngumpul denganku itu pandangannya begitu liberal tentang seks, berbeda dengan aku dan suamiku yang berasal dari kota kecil di Kalimantan. Seperti yang sudah kusebut di atas bahwa kehidupan seks kami biasa saja, aku pertama kali melakukannya saat malam pengantin kami, dengan seorang pacarku waktu kuliah dan ketika pacaran dengan Robi, berciuman mulut/ French kiss, petting dan saling meraba saja belum pernah kulakukan. Karena itu, bagaimana aku tidak kaget dan merinding begitu mendengar teman-temanku itu begitu santai tanpa malu-malu menceritakan perselingkuhan yang mereka lakukan, ada yang memelihara brondong mahasiswa, ada yang affair dengan mantan pacar, teman, sopir, pegawai, jongos di rumah, dan lain-lain. Kalau melakukan dengan selain suami jangan dibaperin, ambil enaknya aja; ini namanya selingkuh badan, bukan selingkuh hati; jaman gini yang bisa have fun bukan cuma laki-laki aja, kita cewek juga berhak dong, lagian gua juga tau kok dia kalau tugas keluar ada main sama perempuan lain; yang penting hati gua tetap buat suami gua dan gua tetap menjalankan tanggung jawab gua sebagai istri dan ibu buat anak-anak; pandangan-pandangan liberal tentang seks itu secara sadar atau tidak, sedikit-demi sedikit mulai merasuk dan mengusik pikiranku. Bahkan ada pandangan yang lebih parah lagi seperti, kita suami istri saling terbuka aja soal seks, masing-masing tau ada affair, yang penting kita tetap saling sayang. Pandangan-pandangan seperti ini tidak pernah terpikirkan olehku sebelumnya apalagi sejak kecil aku dididik oleh orang tuaku yang konservatif.
“Masih hubungan sama brondong lu yang Arab itu ga Lan?” tanya Yulia, salah satu temanku pada Lani, temanku yang lain, sesama mama muda, ketika nongkrong di sebuah kafe selepas mengantar anak kami ke sekolah.
Udah gak kok sejak tiga bulan kemaren, kan udah lulus dia, dah balik ke kotanya jawab Lani dengan santai, lu sendiri sama supir lu gimana?
Kemarin abis anter anak gua baru digrepe-grepe sama difingering sambil nyetir mobil, gila berani amat tuh orang tutur Yulia.
Ciee… jadi kemaren baru dikelonin supir nih ceritanya! timpal Frida, yang memiliki bisnis butik dan kuliner itu.
Eeii… supir lu si Pak Oded itu… lumayan emang, tapi permainannya masih kalah kalau dibanding brondong gua Olivia yang pernah dipinjamkan sopirnya Yulia itu ikut nimbrung meramaikan
“Masa? Gua jadi pengin icip-icip jagoan lu Liv… kenalin dong kalau boleh sahut Yulia merespon.
Boleh tar gua kasih kontaknya yah! kata Olivia.
Pembicaraan seperti ini dikenal sebagai women talk di antara kami para istri, masing-masing berkomitmen untuk menjaga affair ini hanya antara kita-kita saja. Kalau topiknya sudah sampai sini biasanya aku hanya diam menyimak saja sambil sesekali ikut tertawa bisa lucu. Memang tidak semua di geng mama-mama muda kami seperti itu, aku dan dua temanku lainnya termasuk yang tidak menjalani gaya hidup tersebut. Di kompleks perumahan tempat tinggal kami, aku juga memiliki lingkungan pergaulan yang lain, di sini aku akrab dengan Arlene (29 tahun), kami sama-sama ibu rumah tangga, rumah kami berjarak lima puluh meteran, kami sering jogging dan fitness bareng di sport centre kompleks ini, dua anakku berteman dekat dengan anak semata wayangnya, Jayden. Arlene sudah menjadi teman yang enak diajak bicara dan sering membantu kami sejak kami pindah ke kompleks ini lima tahun yang lalu. Hanya kepada Arlene saja aku menceritakan kejenuhan dalam kehidupan seksku dan kelakuan mama-mama muda di sekolah anakku itu.
Sebenernya sih Tin, yang kaya gitu jaman sekarang apalagi di kota besar udah gak aneh tanggap Arlene dalam satu kesempatan ketika mengobrol dengannya di kantin sport centre setelah nge-gym bareng.
O ya? Jadi lu juga pernah denger? tanyaku penasaran.
Arlene menganggukkan kepala lalu menghisap milk shakenya dulu
Temen gua juga ada yang gitu, mama-mama di sekolah si Jayden juga ada kok
Wow… gitu yah Len, kalau menurut lu sendiri gimana yang kaya gitu?
Hhmmm… kalau gua sih, oke-oke aja lah yah, gua setuju seperti yang lu bilang tadi, kalau do it sama selain suami, ya gak usah dibaperin, enjoy aja
Aku tidak menyangka Arlene juga berpandangan seperti itu
Lu jawab kaya gitu Len, jangan-jangan lu juga udah… ? aku memelankan suaraku dan menatapnya dengan penasaran penuh selidik.
Eehhmm… itu sih… ya gitu deh hihihi! jawabnya dengan senyum penuh arti lalu kembali menyeruput milk shakenya.
Hei ternyata lu punya sesuatu disimpen sendiri yah… cerita-cerita dong, kita kan udah temenan lama! kataku penuh rasa ingin tahu.
Ssstt… jangan disini ah ngomongnya, masih ramai, kita ke rumah gua aja yuk mandi di sana! ajaknya.
Kami pun memanggil pelayan untuk membayar pesanan kami lalu beranjak dari sport centre dan berjalan kaki ke rumah Arlene yang tidak terlalu jauh. Sambil berjalan kami juga meneruskan obrolan kami selain obrolan yang serius dan panas barusan. Sesampai di sana, Arlene mengajakku mandi bareng dan aku tidak menolak karena pikirku toh kami sama-sama wanita. Namun yang membuatku risih adalah ketika di kamar mandi setelah kami sama-sama bugil, Arlene melakukan sesuatu yang sama sekali tidak kuduga. Saat air hangat dari shower mengguyur tubuh kami, Arlene memelukku dan merabai payudara dan pantatku.
Len, apaan sih? Gua bukan lesbian kataku.
Gua juga bukan, kalau iya masa gua nikahin laki gua? katanya sambil menyeka rambutku ke belakang, gua cuma mau jawab keluhan lu tentang kejenuhan seks, lu itu butuh variasi Tin dan itu bukan berarti lu gak sayang ke Robi lagi
Kami saling pandang dan wajah kami makin mendekat. Arlene mencium bibirku, membuatku risih dan sedikit meronta, namun rasa risih itu hilang oleh perasaan aneh yang sulit kujelaskan dengan kata-kata yang menjalari sekujur tubuhku. Itulah pertama kalinya aku berpelukan dan berciuman dengan sesama jenisku. filmbokepjepang.com Sentuhan-sentuhan Arlene ke sekujur tubuhku membuatku terhanyut dan tidak kuasa menolaknya, terutama ketika ia menyentuh bagian sensitifku. Kelembutan tubuh Arlene yang memelukku membuat darahku makin berdesir, payudara kami saling berhimpit dan bergesekkan. Aku semakin terbawa suasana dan pasrah menikmati segala yang ia lakukan, kami benar-benar melupakan bahwa kami sama-sama perempuan, perasaan itu hilang akibat Akhirnya aku mulai membuka bibirku yang terkatup membalas permainan lidah Arlene. Kedua tanganku yang semula diam kini mulai melingkari tubuhnya, kubelai punggungnya yang halus dari atas sampai ke bawah dan terhenti di bongkahan pantatnya yang bulat indah yang secara refleks kuremasi. Arlene pun membalas dengan cara yang sama, dengan lembut ia pun meremas-remas pantatku, membuat birahiku semakin naik dan terbawa arus suasana. Ciuman kami pun semakin bernafsu, desahan tertahan kami bercampur dengan suara kucuran air shower. Lima menit kemudian, Arlene melepas ciuman bibirnya, lalu mulai menciumi leherku dan semakin turun ke payudaraku. Kusandarkan punggungku ke tembok berlapis marmer agar nyaman.
Aaahh! desahku ketika Arlene mulai menciumi dua bukit payudaraku secar bergantian.
Nafasku mulai memburu hingga akhirnya aku menjerit kecil ketika ia menghisap putingku. Aku tidak bisa menyangkal bahwa aku menikmatinya
“Enak Tin?” tanyanya di sela-sela mengenyoti payudaraku
“Eeehhmmm jawabku mengangguk, teruusin Len!” kataku sambil membelai rambut basahnya.
Arlene pun semakin gencar menghisap-hisap putingku, namun lembut dan mesra, ternyata begini rasanya bercinta dengan sesama wanita. Tangannya turun ke bawah menuju selangkanganku lalu dengan lembut ia membelai vaginaku yang berbulu, jarinya sesekali menggesek bibir vaginaku. Jarinya yang lain masuk ke dalam dan menemukan klitorisku. Ia mulai memainkan benda kecil sensitif tersebut sehingga tubuhku menggelinjang hebat. Dari dalam liang vaginaku terasa ada cairan hangat yang mengalir perlahan.
Aku membalas perlakuan Arlene dengan meremas payudara kiri dan memilin-milin putingnya.
Kita selesaiin mandinya dulu, lanjut di kamar gua kata Arlene sambil tersenyum dengan posisi wajah kami berdekatan.
Sambil tersenyum aku pun mengangguk pelan. Kami saling menyabuni tubuh masing-masing sambil sesekali menggerayangi bagian sensitifnya.
Anak lu udah dua tapi ini lu masih kencang yah! komentar Arlene saat menyabuni vaginaku sambil menguak belahannya.
Masa sih? Emang lu nggak? balasku sambil membelai vaginanya lalu memasukkan telunjuk dan jari tengahku sehingga membuatnya mendesah, punya lu juga masih kencang kok hihihi
Kami tertawa-tawa sambil saling memandikan satu sama lain. Setelah beres mandi, kami mengeringkan tubuh masing-masing dengan handuk dan keluar dari kamar mandi tanpa mengenakan apapun. Arlene menarik lenganku menuju kamarnya. Kami menjatuhkan diri ke ranjang queen size yang biasa dipakai tidur bersama suaminya itu. Ia menindih tubuhku dan kami saling tersenyum lalu kembali berciuman. Ciuman Arlene merambat turun menjilati leherku, payudara, perut, terus turun ke selangkanganku.
Nngghhh!! aku mendesah dan menggeliat saat lidahnya menjilati bibir vaginaku.
Jemari lentiknya menguak bibir vaginaku dan lidahnya menyusup masuk ke dalam. Kini ujung lidahnya menyentuh klitorisku. Betapa mahir ia mempermainkan lidahnya pada daging kecil sensitifku, ia juga menjilati dinding-dinding dalam vaginaku. Aku mulai menggoyangkan pinggulku untuk menambah sensasi nikmatnya, tubuhku bergetar dan mulutku menceracau tak karuan. Hingga tak lama kemudian, aku mulai merasakan gelombang nikmat datang menerpaku. Tanganku memegang bagian belakang kepala Arlen dan mendorongnya. Karuan saja wajah tetanggaku itu semakin terbenam di selangkanganku.
“Leenn…. aahh… mau keluar Len…!!” aku menjerit dan menggelinjang.
Arlene menghentikan jilatannya, kini ia mencium dan menghisap kuat kewanitaanku yang mulai mengeluarkan cairan orgasme. Tubuhku serasa melayang tinggi, mataku membeliak-beliak merasakan kenikmatan orgasme yang mendera tubuhku hingga akhirnya aku melemas kembali. Arlene pun melepas hisapannya pada vaginaku. Ia kembali menindihku dan mendekatkan wajahnya ke hadapan wajahku, kami kembali berperlukan dan berpagutan.
“Enak Tin?” tanyanya sambil tersenyum dan membelai rambutku.
Aku pun mengangguk dengan senyum lemas. Aku baru tahu bercinta dengan sesama wanita ternyata seru juga dan tidak berisiko hamil tentunya.
Nah sekarang giliran lu, do as I did to you! kata Arlene berguling ke samping sehingga kini aku menindih tubuhnya.
Aku memulai dengan menjilati leher jenjangnya, aroma harum sabun dan shampo masih terasa di tubuhnya. Sampai di payudara, kukenyoti bongkahan kenyal itu dan kusentil-sentil dengan lidahku di dalam mulut, membuatnya mendesah-desah dan meremasi rambutku.
Eeehhmmhh Tin, yang satu juga digituin dong, enakkhh!! desahnya.
Aku berpindah mengulum payudara yang satu dan yang satunya kuremasi dengan lembut serta kupilin-pilin putingnya yang sudah menegang itu. Tanganku yang satu bergerak turun merabai kelembutan kulit paha dan pantatnya, terus bergerak hingga berhenti di selangkangannya.
Aaaangghh.., Arlene mengerang ketika kumainkan dua jariku di dalam liang vaginaku, tubuhnya menggeliat nikmat.
Aku terus mencucup puting payudara Arlene sambil menatap wajahnya untuk melihat reaksinya. Arlene menatapku sayu dan penuh penyerahan, membuatku sedikit merasa canggung dan jantungku berdegup kencang, aku belum terlalu terbiasa dengan semua ini, dimana aku sampai seintim ini dengan sesama jenisku. Jariku terbenam dalam liang vaginanya dan kurasakan denyutan yang begitu seksi, kumasukkan jariku lebih dalam hingga terasa begitu hangat dan basah oleh cairan kewanitaannya. Kuraih klitorisnya dan kugesek-gesek dengan jariku. Ketika kurasakan ia hampir orgasme, aku menghentikan adukan jariku.
Ngghh… terusin dong! keluh Arlene manja.
Aku kembali mengobok-obok vaginanya dengan jariku sambil mengenyoti payudaranya.
Aaaggghhh Tin aaauh, Arlene mengerang sambil memelukku ketika akhirnya ia orgasme
Aku dapat merasakan sentakan tubuhnya, rasanya jariku seperti diremas di dalam liang vaginanya. Kugeser tubuhku ke bawah dan kurenggangkan sepasang pahanya, lalu…
Aaaah. ampun Tiinn, erang Arlene ketika kuhisap vaginanya yang masih mengucurkan cairan bening.
Tubuh Arlene makin berkelojotan, tangannya berusaha mendorong kepalaku agar cucupanku terlepas, tapi ia terlalu lemah untuk melakukan itu. Ia mendesah pasrah saat aku menyedot habis cairan cintanya. Pertama kali merasakan cairan kewanitaan ternyata begitu nikmat, tidak terlalu berbeda dari aku biasanya menelan sperma suamiku. photomemek.com Sesekali kulesakkan lidahku ke dalam liang vaginanya untuk mengais sisa cairan cintanya di dalam. Setelah tubuh Arlene melemas dan cairannya berhenti mengucur, barulah aku melepaskan cucupanku. Kubringkan diriku di sebelah Arlene yang masih tersengal-sengal.
Duh lu di ranjang nakal juga yah, kata Arlene di sela nafasnya yang memburu.
Cuma bayangin gua lagi ML sama si Robi tapi tanpa penis aja jawabku
Gua tanya nih, setelah kita ML, lu masih sayang ke laki lu ga? tanyanya
Aku mengangguk, kita tadi kan cuma have fun aja Len
Nah… you got the point, have fun aja, apa bedanya kalau lu lakuin ini ke pria selain si Robi
Kata-kata ini seolah mendobrak pandanganku tentang seks selama ini, jujur saja aku memang menikmati hubungan sesama jenis kami tadi, tapi bukan berarti aku jadi jatuh cinta pada Arlene, tidak… aku tidak pernah berpikir untuk mencintai sesama wanita. Aku mulai mengerti mengapa teman-teman mama mudaku di sekolah suka mencari kepuasan seksual di luar suami mereka, namun hubungan mereka dengan suami tetap baik-baik saja. Arlene mendekapku yang sedang speechless tidak mampu berkata apa-apa, lalu dia mulai menceritakan pengalaman pertamanya berselingkuh sejak menikah dengan suaminya.
POV Arlene
Satu setengah tahun sebelumnya
Jadi mereka berdua sering ngelonin lu kalau laki lu ga ada? tanyaku melihat foto dua orang pemuda Chinese pada akun Instagram di smartphone Dinda.
Eeehhhmm gumam wanita yang duduk di hadapanku itu, kadang satu-satu, kadang duaan sekaligus, threesome, hihihi… ia tanpa malu-malu menceritakan kenakalannya.
“Terus…. laki lu ga curiga selama ini… ?
“Ya main cantik dong say… chatting di WA jangan pernah lupa dihapus dan ingat, ini cuma selingkuh badan, bukan selingkuh hati, pokoknya kunci utamanya itu jangan melibatkan perasaan, cukup ambil enaknya aja, di luar itu jangan pernah berhubungan apa-apa lagi, inget kata-kata gua ini Len kata Dinda blak-blakan.
Hari itu pagi jam sembilanan, kami sedang ngobrol di Starbucks di salah satu mall di Bandung setelah mengantarkan anak kami ke sekolah. Dinda Triani (33 tahun) merupakan temanku, seorang ibu beranak tiga, anaknya yang paling kecil adalah teman sekelas anakku, Jayden. Wanita beretnis Jawa (menurut pengakuannya juga punya sedikit darah Chinese dan Belanda) ini masih terlihat cantik dan seksi di usianya yang pertengahan kepala tiga dan sudah tiga kali melahirkan itu. Suaminya adalah seorang pilot di sebuah maskapai nasional sehingga banyak menghabiskan waktu di luar. Hubungan mereka sebenarnya baik-baik saja, namun kurangnya nafkah batin karena jadwal kerja sang suami membuat Dinda diam-diam mencari kepuasan dari orang lain. Ketika aku curhat padanya mengenai kehidupan seksku dengan suami yang mulai hambar karena kesibukannya bertambah sejak naik pangkat di perusahaan, inilah solusi yang ditawarkan Dinda padaku, mencoba rasa lain selain suami.
“Len, sesekali lu harus try to be naughty… supaya ada sensasi yang beda jadi sex life lu juga ga boring kata Dinda empat hari sebelumnya.
Kata-katanya itu terus terngiang-ngiang dalam benakku hingga akhirnya besok lusanya aku mengirim pesan WA pada Dinda bahwa aku mengiyakan ajakannya itu setelah kemarin malamnya aku dan suamiku bertengkar sampai aku melempar gelas hingga pecah, yang sebenarnya dipicu masalah sepele saja. Yah begitulah kehidupan rumah tangga kami setelah enam tahun menikah. Tidak seindah fairy tale, tapi juga tidak buruk-buruk amat sampai menciptakan neraka di rumah, menurut psikiater ini disebabkan karena karakter kami berdua yang sama-sama keras dan enggan mengalah. Aku Arlene (28 tahun), pendidikanku hanya D3 lalu bekerja di bank dan tidak sampai dua tahun aku menikah dengan Evan, yang lebih tua enam tahun dariku. Kami dikenalkan orang tua kami, papa kami berteman dekat. Setelah menikah aku menjadi ibu rumah tangga dan melahirkan Jayden. Secara materi kami sangat berkecukupan, Evan seorang pekerja keras dan karirnya terus menanjak, namun semua harus dibayar dengan kurangnya waktu bersama keluarga. Kadang kami romantis dan menghabiskan waktu bersama bertiga terutama kalau sedang liburan ke luar kota atau luar negeri, namun kadang kalau mood sedang buruk, hal kecil saja bisa memicu pertengkaran dan saling bentak antara kami.
Nah mereka udah sampai Len kata Dinda setelah membaca pesan WA yang baru masuk.
Jantungku makin berdebar-debar hingga tidak sampai lima menit, dari kejauhan, dua orang pemuda yang wajahnya baru kulihat di smartphone Dinda itu muncul di ambang pintu kaca, yang satu melambai ke arah kami. Aku melirik Dinda yang dengan berseri-seri balas melambaian.
Here they are! kata Dinda tersenyum nakal padaku.
Mereka datang ke meja kami, dua-duanya ganteng seperti aktor-aktor Mandarin, pantas Dinda menjadikan mereka mainan favoritnya. Dinda segera memperkenalkan mereka padaku, ketika berjabat tangan saja bulu kudukku sudah merinding dan darahku berdesir makin cepat. Yang satu bernama Wandi (22 tahun) tubuhnya berisi, terlihat jelas ia rajin fitness sedangkan yang satunya bernama Arvin (20 tahun), tubuhnya lebih kurus dan tidak seputih Wandi, tapi wajahnya lebih imut dengan rambut spike seperti boys band Asia. Keduanya kuliah di universitas swasta dan fakultas yang sama, Arvin adalah junior Wandi yang mengenalkannya pada bisnis part time memuaskan wanita ini. Keduanya memesan minuman dulu, lalu Wandi mengambil tempat di sebelahku dan Arvin di sebelah Dinda. Kami mulai ngobrol, kedua pemuda itu memang pandai membuat pembicaraan menarik sehingga sebentar saja aku mulai merasa nyaman dengan mereka. Suasana cepat menjadi akrab dan hangat, kami tertawa bebas dan bercanda. Setengah jam kemudian, minuman dan dessert yang kami pesan sudah habis, Dinda memberi isyarat untuk ke kamar, mal ini memang bersambung ke hotel di belakangnya dan Dinda sudah membooking kamar sehari sebelumnya. Dari dalam tasnya, ia mengeluarkan kartu akses yang adalah kunci kamar pada Arvin. Kemudian ia mengajakku beranjak dari tempat ini untuk ke kamar duluan agar tidak terlalu mencolok. Kami sampai di kamar di lantai lima, kamarnya cukup mewah dengan ranjang lebar dan seperangkat sofa, Dinda ternyata royal juga untuk urusan seperti ini. Jantungku makin berdebar-debar karena saat itu akan segera tiba.
Lu pake ranjang aja dulu Len, gua di sofa, make yourself comfortable kata Dinda, pengen sama siapa dulu? Wandi atau Arvin?
Eerr… itu sih terserah lu aja deh Din!
Habis berkata terdengar pintu dibuka dari luar dan dua pemuda tadi pun masuk.
Hai ladies! sapa Wandi.
Dinda langsung menggaet lengan Arvin dan membawanya ke sofa. Begitu duduk keduanya langsung berciuman penuh nafsu. Wajahku langsung memerah melihat mereka karena selama ini belum pernah melihat orang bercinta secara live. Tanpa canggung Arvin mempreteli kancing kemeja yang dikenakan Dinda dan melucutinya sehingga terlihat bra hitam yang dikenakan temanku itu.
Bulu-bulu tubuhku merinding ketika kurasakan tanganku digenggam oleh Wandi.
Ci, kita ke ranjang aja! ajaknya
Aku pasrah dituntunnya ke ranjang, lalu aku duduk di tepinya, ia juga duduk di sebelahku.
Santai ci, pertama kali emang tegang katanya mendekap tubuhku membuatku merasa hangat dan nyaman.
Pandanganku tertumbuk ke sofa dimana Dinda membuka celana panjang Arvin beserta celana dalamnya. Tangannya langsung menggenggam penis pemuda itu, menundukkan badan dan menjilatinya dengan rakus.
Uuuhhh… Mbak Dinda! lenguh Arvin yang tangannya mulai menyusup ke balik cup bra temannku itu.
Adegan live itu membuat badanku menghangat terutama ada rasa geli disekitar pahaku. Wandi agaknya mengerti yang kualami. Kurasakan tangannya mengelus pahaku dan menyingkap rok gaun terusanku. Aku melirik ke arahnya dan tanpa penolakan sehingga membuatnya makin berani. Diciumnya telingaku dan menghembuskan nafasnya yang hangat sambil berkata pelan,
Kita jangan mau kalah hot sama mereka ci
Aku tidak tahu harus berkata apa antara galau, risih, dan birahi, tiba-tiba saja bibir Wandi menempel di bibirku. Mataku membelakak kaget, namun segera terpejam lagi dan terhanyut dalam permainan yang dipimpinnya dengan gemilang. Tangannya meremas payudaraku dari luar dan tangan satunya meraih resletingku di punggung lalu menurunkannya. Kubuka bibirnya dan kusambut lidahnya dengan lidahku, uuhh… pemuda ini sungguh seorang good kisser, lidah kami beradu liar sampai ludah meleleh di pinggir bibir kami. Dengan gentle ia rebahkan tubuhku di ranjang dan ia peloroti gaunku yang telah terbuka resletingnya dengan perlahan sambil menciumi lekuk-lekuk tubuhku. Akhirnya di tubuhku hanya tinggal bra dan celana dalam kuning saja. Ia bangkit berlutut sejenak untuk membuka sendiri pakaiannya, dadanya yang bidang dan perut kencang walau belum six pack itu nampak seksi di mataku. Badan suamiku waktu belum menikah denganku saja tidak seindah ini. Ia menindihku dan kembalil memagut bibirku, kurasakan tangannya bergerak ke punggungku melepas kaitan bra-ku. Kami melepas ciuman agar ia bisa melepas penutup dadaku dulu. Payudaraku yang sedang namun bulat indah itu segera terekspos. Wandi memandang kagum gunung kembarku dengan puting mungil berwarna coklat itu. Tanpa buang waktu lagi mulutnya langsung melumat putingku, kurasakan lidahnya bergerak lincah menyentil-nyentil putingku sehingga nafsuku memuncak. Tangannya mulai merogoh masuk ke celana dalamku, jari-jarinya meraba belahan vaginaku dan menekan masuk mempermainkan bibirnya yang mulai becek.
Aku kembali menengok ke sofa, Dinda dan Arvin sudah telanjang bulat. Kini mereka sedang bergaya 69, Dinda di atas tubuh Arvin sedang mengoral penisnya sementara pemuda itu di bawahnya menjilat dan mencucuk-cucukkan jarinya ke vagina temanku itu. Wandi berhenti mengenyot payudaraku, kini ia menarik lepas celana dalamku perlahan, setelahnya ia renggangkan kakiku sehingga ia dengan leluasa mengamati vaginaku yang ditumbuhi bulu-bulu hitam lebat.
Aaawwhh! desahku saat ia mencucukkan jari tengahnya ke liang senggamaku.
Ia lalu mendekatkan wajahnya ke selangkanganku, dapat kurasakan hembusan nafasnya di sana.
Harum ci, pasti terawat banget yah ininya! komentarnya yang memang benar karena aku rutin merawat wilayah intimku dengan rajin minum obat-obatan tradisional.
Aku kembali mendesah dan menggeliat saat kurasakan lidahnya menyapu telak bibir vaginaku sambil jarinya dikeluar-masukkan ke liang senggamaku.
“Eeeemmm… geli Wan! aku mengerang kegelian, tapi pemuda itu tidak perduli dan meneruskan aksinya di vaginaku.
Jemarinya menyibakkan bulu vaginaku dan mengangakan bibirnya dan menjilatinya dengan gerakan dari bawah ke atas
Aduh Wan ini diapain sih? aku menceracau tak menentu, terutama ketika lidahnya menyentuh klitorisku, terkadang ia menghisap-hisap daging kecil sensitif itu sambil menggerak-gerakkan ujung lidahnya.
Oooh Wan udah mau keluar nih celotehku membuatnya berhenti melumat vaginaku.
Sekarang yah ci! katanya membuka celana dalamnya
Aku hanya mengangguk, wajahku sudah sangat memerah akibat terangsang berat, kulihat penis Wandi mirip dengan milik suamiku, juga sama-sama tidak disunat, standar penis Asia. Saat itu di sofa, Dinda melenguh panjang dan menggelinjang. Arvin berhasil mengantarnya ke puncak kenikmatan dalam gaya 69, nampak pemuda itu menyeruput cairan vagina Dinda, sementara Dinda semakin bersemangat mengocok penis pasangannya itu. Mereka lalu melepaskan diri, dengan gentle Arvin menyandarkan punggung Dinda pada sandaran sofa kemudian dikenyotinya payudara temanku itu sambil tangannya menggerayangi tubuhnya. filmbokepjepang.com Pandanganku bertemu dengan Dinda, ia melontarkan senyum padaku yang juga kubalas dengan senyuman lemas. Benda tumpul yang menempel di bibir vaginaku membuatku kembali fokus pada diriku dan Wandi. Pemuda itu melesakkan batangnya sekaligus blessss benda itu menyeruak masuk dengan agak mudah karena vaginaku sudah dilumasi lendir.
Aauuhhh sudah masuk Wan! aku menyambutnya dengan pelukan erat
Ini adalah penis keempat yang masuk ke vaginaku setelah aku kehilangan keperawanan dengan mantanku waktu kelas tiga SMA, mantan kedua waktu kuliah, dan suamiku, Evan. Sejenak rasa bersalah mulai menyelubungiku, aku telah melanggar janji suci kami di depan altar waktu menikah dulu. Namun kenikmatan datang menerpa seiring genjotan Wandi membuatku melupakan pergumulan batin itu.
I still love you Van, ini cuma hubungan badan, gak lebih aku mencari justifikasi atas perbuatanku ini.
Dengan sepenuh hasrat kupeluk leher pemuda itu, kulumat bibirnya sambil membiarkan penisnya semakin membenam ke dalam liang senggamaku yang sudah basah. Aku merasakan nikmat yang berbeda saat penisnya menghujam ke vaginaku. Penisnya memang mirip milik suamiku, tapi kenapa rasanya begitu nikmat? Benarkah kata orang bahwa hubungan seks dalam perselingkuhan jauh lebih nikmat daripada pasangan yang sah? Entahlah… yang jelas, baru belasan menit Wandi menggenjotku aku sudah mau orgasme saking nikmatnya.
Jangan.. jangan keluar dulu… tapi… gila, gak kuat gua! batinku sambil berusaha keras menahan orgasme yang kian menerpa tubuhku.
Akhirnya aku tidak kuasa lagi menahannya, kugapai puncak kenikmatan itu yang membuatku terkejang-kejang saking nikmatnya. Wandi mencium pipiku lalu berbisik terengah,
“Udah keluar ci?”
“Iya.. saking enaknya…” sahutku sambil merengkuh leher pemuda itu ke dalam pelukan hangatku.
Kata-kataku itu membuatnya semakin bersemangat mengayun penisnya. Maju mundur makin cepat di dalam liang senggamaku yang sudah banjir. Genjotannya semakin lancar dan menimbulkan suara berdecak yang nyaring.
Tanpa menghentikan ayunan penisnya, Wandi masih sempat berkata, “Punya cici enak, masih seret, padahal katanya dulu cici melahirkannya normal kan!
Aku cuma tersenyum dengan hati tersanjung. Kulihat di sofa Dinda sedang naik turun di pangkuan Arvin dengan posisi memunggungi. Kepala pemuda itu menyelinap di lengan kanan Dinda, menjilati ketiaknya yang tercukur licin dan payudaranya sambil tangannya meremasi payudara yang satu lagi. Kulihat payudara Dinda besar juga dibandingkan dengan milikku, kuperkirakan berukuran D-cup. Sungguh ini adalah seks terliar yang pernah kualami, suasana ini membuatku tidak lagi pasif seperti awal tadi. Berkali-kali kuciumi bibir Wandi yang selalu disambutnya dengan lumatan hangat dan mesra. Yang lebih indah lagi adalah ketika aku merasa hampir orgasme lagi, lalu kuajak pemuda itu melepaskan spermanya bersamaan.
Beres ci! sanggupnya, lalu mempercepat genjotan penisnya.
Akhirnya puncak kenikmatan yang sangat indah itu kucapai lagi. Aku berkelojotan dan kami saling berpelukan seerat-eratnya. Wandi membenamkan penisnya sedalam mungkin, sampai terasa menyentuh dasar liang senggamaku. Di dalam sana terasa cairan hangat dan kental menyembur-nyembur memenuhi liang vaginaku, yang disusul oleh kejutan-kejutan dinding vaginaku. Sungguh kenikmatan yang luar biasa, dengan suamiku saja aku belum pernah merasakan seperti ini. Aku tidak khawatir akan risiko kehamilan karena kemarin malam aku sudah mengkonsumsi pil anti hamil. Di rumah memang aku menyediakannya karena belum siap memiliki anak kedua.
Kami terkapar, kubiarkan Wandi tetap menelungkup di atas tubuhku. Beberapa saat kemudian ia mencabut penisnya dari vaginaku. Kemudian ia mengambil tissue dari atas meja kecil di samping ranjang dan disekanya vaginaku dengan tissue tersebut sampai bersih. Perlakuannya yang gentle itu sungguh membuatku tersanjung, walau sebenarnya suamiku pun kadang melakukannya. Kulihat Dinda dan Arvin semakin seru, gerak naik-turun temanku itu semakin ganas, sepasang payudara montoknya tidak pernah lepas digerayangi Arvin dari belakang. Ikat rambut Dinda telah terlepas sehingga rambut hitam panjangnya tergerai dan membuatnya terlihat makin seksi dalam kondisi seperti ini. Aku dapat melihat penis Arvin yang sudah basah itu timbul-tenggelam di vagina temanku.
Abis ini mau tukeran ci? tanya Wandi mendekap tubuhku.
Boleh jawabku dengan mata terus memandang adegan Dinda dan Arvin.
Dinda semakin berisik mendesah-desah, untung saja kamar ini kedap suara, kalau di hotel murahan mungkin suaranya sudah terdengar ke luaran. Arvin meladeni goyangan pinggul Dinda yang binal dengan menyentak-nyentak pinggulnya ke atas sehingga penisnya semakin menghujam ke vagina temanku itu. Keduanya saling berpacu, seolah sama-sama tak mau kalah untuk mereguk kenikmatan birahi. Terkadang Arvin menggigit-gigit daun telinga Dinda, kadang melumat payudara, kadang juga menjilati leher dan ketiaknya yang sudah dibanjiri keringat.
Arvin oooohhh yaahh… entot terus Vin… .jangan berhenti, enak… aahh.. ohhh Dinda makin histeris dan goyangnya makin tak terkendali
Akhirnya tubuh Dinda mengejang tegang dalam dekapan pemuda itu. Keduanya lalu berciuman mesra menikmati sisa-sisa kenikmatan.
Mbak Dinda kalau ML liar gitu ci, sama kaya cici tapi cici lebih soft kata Wandi dekat telingaku.
Aku hanya menanggapi dengan menggenggam tangannya yang diletakkan di atas payudaraku.
Din! Ke sini aja, tempatnya masih luas kok! panggilku setelah mereka melepas ciuman dan nafasnya mulai teratur.
Okay say, yuk Vin, kita main di sana rame-rame sahutnya turun dari pangkuan pemuda itu dan menggandeng tangannya.
Kami bergeser untuk memberi tempat bagi keduanya.
Gimana Len? Puas gak sama jagoan gua? tanya Dinda tersenyum nakal
Aku hanya mengangguk dengan wajah memerah. Kami berempat berbaring bugil di ranjang berbincang santai diselingi senda gurau tentang pengalaman barusan sebelum akhirnya Dinda mengajak tukar pasangan. Kedua brondong itu langsung bertukar tempat sesuai permintaan temanku yang adalah klien tetap mereka.
Dinda langsung melahap penis Wandi agar mengeras maksimal, pemuda itu merespon dengan mengelusi punggung Dinda yang berkeringat dan merambat turun meremas payudaranya. Arvin memelukku dan kami berciuman, ia mengelusi tubuhku dan aku meraih penisnya yang masih keras. Hebat juga nih anak, ia masih bertahan setelah membuat Dinda orgasme dua kali. Semoga ia lebih memuaskan dari si Wandi harapku.
Mau gaya apa ci? tanyanya sambil mengelus pipiku, wajah kami sangat berdekatan sehingga aku dapat memandangi ketampanannya lebih dekat.
Doggie aja yah! ajakku.
Sip ci!
Kami segera mengatur posisi, aku menungging sambil bersandar pada bantal dan Arvin berusaha memasukkan penisnya dari belakang. Penis kelima itu segera melesak masuk ke dalam liang kemaluanku yang becek. Ia segera menyodok-nyodok liang senggamaku, membuatku terpejam-pejam lagi saking nikmatnya. artikelbokep.com Tangannya sesekali menepuk bongkahan pantatku, lalu memeluk pinggulku cukup jauh, sehingga tangannya bisa mencapai vaginaku. Arvin cukup kreatif dalam bercinta, sambil menggenjot dari belakang, ia bisa mengelus-elus klitorisku yang menonjol dengan lembut, sehingga aku meringis-ringis saking nikmatnya. Serbuan erotis di dua titik sensitif itu sungguh membuat darahku berdesir-desir dalam nikmatnya lautan kenikmatan. Wandi yang sedang dioral Dinda di sebelah meraih payudaraku yang menggantung dan memilin-milin putingnya, ia memandangiku sambil senyum, nampaknya ia menikmati ekspresi wajahku yang tengah dilanda kenikmatan ini. Kemudian ia meraih kepalaku dan memiringkan tubuhnya sedikit sehingga dapat melumat bibirku. Aku meladeninya dengan memainkan lidahku sehingga desahanku teredam cumbuan kami. Kami tidak lama melakukannya karena Dinda mengajaknya untuk memulai ronde berikut.
Hai say! sahut Dinda merebahkan dirinya telentang di sebelahku.
Kutengokkan kepala ke belakang melihat Wandi berlutut di antara paha Dinda yang telah ia bentangkan. Dengan sekali dorong pemuda itu membenamkan penisnya ke vagina temanku. Desahan nikmat langsung terlontar dari mulut Dinda dan Wandi mulai mengayun penisnya dengan gairah yang berkobar-kobar. Gila… baru sekali ini aku mengalami persetubuhan foursome seperti ini, rintihan kami sahut-menyahut di kamar hotel ini.
“Oooh… Wan…. tusuk lebih dalam dong!” Dinda merengek manja dan erotis.
Di pihakku, pertahananku mulai bobol, aku tak kuat berlama-lama disetubuhi dalam posisi ini apalagi dengan klitoris yang terus-terusan dielus oleh jemari Arvin. Aku makin merasa seolah makin tinggi melayang di langit yang bertaburkan bunga-bunga surgawi, keringatku pun semakin bercucuran membasahi tubuhku.
Uuuggghh… kita keluar bareng yah ci!! lenguh Arvin.
Iyah… ayo semangat, cici juga udah mau! balasku
Setelah saling berpacu dengan kecepatan tinggi akhirnya aku pun mengejang dan memekik lirih menjemput orgasmeku. Arvin masih terus menggenjot hingga akhirnya tiba-tiba ia mencabut batang penisnya dan buru-buru menelentangkan tubuhku, lalu menyodorkan penisnya ke wajahku. Creeeet… creeet… cairan putih kental bercipratan di wajahku.
“Maaf ci, telat minta ijin buang di luar, keburu crot!” katanya terengah-engah
Padahal di dalam juga boleh kok kataku
“Soalnya saya paling suka ngecrotin muka cantik kaya cici ini” kata Arvin tersenyum lemas, cici gak marah kan?.
Aku menggeleng, aku memang suka melahap sperma apalagi milik pemuda yang kukagumi ini. Cairannya banyak juga sampai leher dan rambutku juga terkena cipratannya, agaknya aku harus mandi setelah ini. Aku menyeka ceceran spermanya dengan jari dan kuemut-emut, aroma tajam yang khas itu sudah akrab di mulut dan hidungku. Tak lama kemudian Wandi dan Dinda juga akhirnya menuntaskan pergumulan mereka. Dinda mengulum penis pemuda itu hingga muncrat di mulutnya, kuperhatikan kemahirannya menghisap hingga tidak setetespun cairan putih itu meleleh keluar mulutnya. Wandi dibuatnya melenguh dan menggelinjang merasakan dahsyatnya hisapan temanku itu. Setelah mandi dan berpakaian rapi kami pun keluar dari kamar hotel secara terpisah dengan dua brondong itu. Waktu sudah menunjukkan pukul 11.32, aku naik ke mobil Dinda untuk menjemput anak-anak kami yang bubar lebih telat karena field trip ke Lembang.
To be continued…,,,,,,,,,,,,,,,