Cerita Seks: Gratifikasi Sex Demi Proyek
Petang itu, untuk kesekian kalinya selama beberapa bulan terakhir, Pak Heru mampir ke rumah Pak Wijaya. Tujuan eksplisitnya untuk memberi bocoran mengenai tender yang akan datang. Tujuan implisitnya, tentu kita semua telah tahu sendiri. Saat mereka lagi seru-serunya bicara, A-mei muncul sejenak dan berkata ke ayahnya,
”Pap, besok aku nggak jadi kuliah pagi. Barusan Vincent (cowoknya) kirim sms, katanya Pak Yopi (dosennya) ada urusan keluarga mendadak ke luar kota. Jadi besok pagi aku mau pergi sama dia,” katanya.
“OK, OK. Udah kamu masuk dulu. Papi lagi ngomong serius sama Om Heru,” kata Pak Wijaya yang kurang senang dengan kemunculan putrinya.
Saat itu A-mei memakai celana sangat pendek yang tingginya jauh di atas lutut sehingga nampak seksi sekali pahanya yang putih halus. Sementara atasannya kaus tanktop putih tanpa lengan. Nampak tonjolan kedua bukit di dadanya apalagi bajunya cukup ketat. Sementara BH biru tua yang dipakainya nampak jelas di balik kaus putihnya. Membuat Pak Heru jadi berbinar-binar matanya. {Hmm, nggak salah aku datang kesini}, batinnya. Petang ini ia sengaja membatalkan janji acara kunjungan ke kampung untuk pemberian uang bantuan kepada orang-orang miskin. {Ngapain kesana, udah capek di jalan, nggak ada wartawan yang meliput lagi, dan pemandangannya sepet semua. Mending disini, bisa ngeliat yang bening dan segar kayak gini, hehehehe}, batinnya sambil memandangi gadis Chinese putih bening anak temannya ini.
“Ayo, A-mei, kamu masuk dulu,” tukas Pak Wijaya dengan tak sabar karena putrinya tak segera masuk.
Sebaliknya Pak Heru tersenyum-senyum terus. Ia bisa merasakan sikap tak senang Pak Wijaya karena seandainya itu terjadi pada dirinya ia juga akan bersikap sama. Namun kini ia tak peduli karena gadis ini bukan anaknya dan dirinya adalah pihak yang diuntungkan. {Sungguh bodoh kalau menolak pemandangan indah seperti ini}, batinnya sambil tak berusaha mengalihkan pandangannya dari A-mei. {Lumayan sudah dapet apetizer-nya. Padahal baru jam segini. Hehehee}. Setelah A-mei balik ke kamarnya, giliran Pak Heru yang kesal. Oleh karena itu ia langsung menohok teman baiknya itu.
“Kau tadi kelihatan kesal? Rupanya kau punya pikiran negatif terhadapku,” sindirnya.
“Ah, nggak, nggak kok,” kata Pak Wijaya pura-pura.
“Omong-omong, aku bisa kasih komisi lebih banyak, yah paling tidak 5% lebih banyak dibanding proyek sebelumnya,” kata Pak Wijaya mengalihkan pembicaraan yang membuatnya tak nyaman itu.
“Ah, itu bisa dibicarakan nanti. Tapi sekarang aku mau nanya satu pertanyaan penting secara terus terang.
Selama ini kau selalu berusaha menjauhkan anakmu dariku. Sepertinya kau takut kalau-kalau aku bakal tertarik dengan putrimu dan “memakannya”. Bukankah begitu?” tanya Pak Heru tanpa tedeng aling-aling lagi. Membuat Pak Wijaya seperti mendapat pukulan jab telak ke wajahnya.
“Ah, tidak, tentu saja tidak,” katanya sambil menggoyang-goyangkan tangannya.
“Hmm, kau jangan berbohong. filmbokepjepang.com Aku bisa merasakan sikapmu tadi,” kata Pak Heru dengan senyum sinis.
“Dan ini bukan pertama kalinya kau bersikap demikian.” Posisinya kini tentu jauh di atas angin dibanding tuan rumahnya.
“Ahhh,” desah Pak Wijaya sambil menundukkan kepalanya. Ia tak tahu harus menjawab apa.
“Well?”
“Rupanya Pak Heru adalah orang yang amat lugas. Bahkan terhadap sahabat baiknya yang sedang kebingungan dan diam-diam memohon pengertian dan belas kasihannya.”
“Hahahaa,” Pak Heru tertawa terbahak-bahak.
Hanya Pak Wijaya seorang yang mampu mengubah suasana tak enak menjadi cair kembali.
“Ah, Pak Wijaya begitu merendah. Orang hebat seperti kau, tak perlu belas kasihan orang kampung rendahan seperti aku.”
“Ah, sepertinya Pak Herulah yang merendah. Karena kini jelas sekali kalau kau berhasil membuat orang hebat seperti katamu tadi dalam posisi kesulitan dan serba salah.”
“Hahahaha,” Pak Heru kembali tertawa. Ia amat senang mendengar jawaban Pak Wijaya.
“Tetapi, kau belum menjawab pertanyaanku tadi,” desaknya.
“Sepertinya Pak Heru tak akan menyerah dalam hal ini,”kata Pak Wijaya,”Bahkan permohonanku untuk dikasihani juga tak dikabulkan.”
“Ah menurutku dalam hal ini kau tak perlu belas kasihanku. Kau adalah orang yang begitu cerdik, dengan mudah kau selalu bisa keluar dari kesulitan dan tantangan apapun. Justru sebaliknya, aku ingin belajar satu dua hal darimu.”
“Sepertinya aku tak bisa kemana-mana sekarang,” kata Pak Wijaya sambil menghela napas.
Setelah terdiam sejenak akhirnya ia berkata,
“Terus terang, memang kadang aku takut dengan hal itu. Untuk itu maafkan aku kalau ada perbuatanku yang menyinggung dirimu. Kau dan aku sama-sama punya anak cewek. Tentu kau mengerti perasaanku. Kuharap kau bisa mengerti dalam hal ini,” kata Pak Wijaya dengan tenang.
“Tetapi…” protes Pak Heru dengan wajah tak terima, namun segera dipotong oleh Pak Wijaya dengan kata yang sama,
“Tetapi…” kata Pak Wijaya sambil menggunakan tangannya seolah memberi tanda untuk tidak menginterupsi kalimatnya.
“Sebenarnya aku juga tahu kalau kau TAK MUNGKIN melakukan itu. Tetapi, namanya ayah, kadang takut terjadi hal-hal buruk terhadap anak gadisnya. Meskipun sebenarnya hal-hal itu tak perlu ditakutkan karena tak mungkin terjadi. Kalau ada perbuatanku yang menyinggung perasaanmu itu semua karena ketakutanku yang tak berdasar itu, sama sekali bukan karena perbuatanmu. Karena aku tahu kau TAK MUNGKIN melakukan itu terhadapku, teman baikmu,” kata Pak Wijaya mengulangi lagi kata-katanya.
“Untuk itu, maafkan aku kalau ada perbuatanku yang menyinggungmu, “ kata Pak Wijaya dengan sungguh-sungguh.
“Ah, ya ya, aku mengerti,” kata Pak Heru akhirnya melunak.
“Yah, memang kuakui, kata-katamu itu benar sekali. Aku pun juga kadang mengkuatirkan ini itu terhadap anak-anakku meski sebetulnya buat orang-orang sukses seperti kita sebenarnya tak ada yang perlu dikuatirkan.”
“Tapi perlu kau ketahui dan mungkin sebaiknya kutegaskan kepadamu kalau aku, yang namanya Heru…., nggak bakalan mengganggu anakmu. Meski kuakui kalau anakmu itu cakep, putih, dan… sexy.
Tapi mengingat ia adalah anakmu, aku tak akan mengganggu sehelai rambutnya pun.
Aku berani bersumpah untuk itu!” kata Pak Heru tegas.
“Ya, aku percaya dengan kata-katamu itu,” kata Pak Wijaya menatap lawan bicaranya.
“Hmm, bagus kalau begitu. Kuharap kau tidak ragu-ragu lagi dengan niatku dan supaya kau tidak bertindak yang kurang rasional lagi terhadap anakmu,” kata Pak Heru menyindir Pak Wijaya.
“Nah, sekarang setelah ada gentlemen agreement diantara kita, tadi kau bilang kalau aku tak mungkin melakukan itu. Bolehkah aku tahu apa alasanmu yang mendasari itu? Ini sekedar wacana diskusi diantara kita saja.”
“Pertama, kau tahu persis hal itu akan merusak hubungan kita karena aku tentu tak akan menyerahkan putriku begitu saja.
Maafkan aku dalam hal ini, tapi ia adalah putriku, kata Pak Wijaya tegas.
“Kedua, kau juga tahu, anakku itu suka bertindak semaunya sendiri. Seandainya aku menyetujui pun juga tak ada gunanya. Ketiga dan yang terpenting, kau adalah pria berkeluarga yang juga punya anak dan kau adalah orang yang bermartabat tinggi. Tentu kau tak akan sampai melakukan hal serendah itu ke teman baikmu.”
“Hahahaha. Hebat. Kau betul-betul hebat. Sungguh kau tahu persis apa yang ada dalam pikiranku. Tak heran kalau kau begitu sukses dalam hidupmu,” kata Pak Heru memuji lawan bicaranya.
Memang ia juga mengakui, meski Pak Wijaya lebih membutuhkan dirinya dibanding sebaliknya, bagaimana pun ia juga berkepentingan menjaga hubungan baik dengannya. Mencari rekan KKN yang saling menguntungkan sekaligus cerdik, ulet, dan penuh akal seperti Pak Wijaya tidaklah gampang. Sebaliknya, bermusuhan dengan orang seperti ini adalah hal terakhir yang ingin dilakukannya.
Dari pengalamannya selama ini, Pak Wijaya selalu berhasil mendapat jalan untuk mencapai tujuannya meski awalnya susah payah. Sebagai rekan KKN ia betul-betul menguntungkan, namun sebagai musuh orang ini amatlah berbahaya. Juga hatinya amat senang ketika Pak Wijaya memuji moralitas dirinya. Demikianlah sifat orang munafik. Disinggung sedikit saja mengenai perbuatan jeleknya, maka ia akan protes dan marah besar. Sebaliknya semakin dipuji kemunafikannya, akan semakin berbunga-bungalah dirinya.
“Dan keempat,” kata Pak Wijaya lagi,” Kini aku semakin yakin lagi denganmu karena seandainya kau mempunyai pikiran negatif terhadap putriku, tentu kau tak akan membicarakannya seterbuka ini dengan ayahnya.”
“Hahahaha. Hebat! Sungguh hebat sekali analisamu! Aku betul-betul kagum terhadapmu!” kata Pak Heru manggut-manggut memuji lawan bicaranya.
“Terima kasih atas kebaikan Pak Heru,” kata Pak Wijaya lagi.
Dalam hati Pak Heru membatin {hahahaha, sungguh kau adalah orang yang pinter keblinger. Makan tuh analisamu. Justru aku sengaja membicarakan secara terbuka supaya kau tak mencurigaiku. Secerdik-cerdiknya Wijaya, rupanya kau masih kalah cerdik denganku. Dan, OH, masih ada satu alasan lagi, alasan kelima. Aku tak perlu membicarakan apa-apa denganmu lagi karena selama ini diam-diam aku telah berhasil menikmati anak gadismu yang cantik itu. Inilah alasan yang sebenarnya. Hahahaha. Tentu kau tak menyangka kalau anak gadismu yang kelihatannya alim itu rupanya bersedia kutiduri dan kunikmati dengan sukarela. Muwahahahaha}.
“Aku percaya dengan semua niat baikmu. Tetapi, ada satu hal yang kukuatirkan,” kata Pak Wijaya memecah lamunan Pak Heru.
“Apakah itu?”
“Saat ini anakku itu suka bertindak semaunya dan seenaknya. Omongan ayahnya suka tak digubrisnya. Yang aku khawatirkan adalah kalau dia sendiri yang mendekatimu, sungguh aku tak tahu apa yang akan kaulakukan. Akankah kau memberi sedikit muka ke temanmu yang malang ini?”
Wajah Pak Heru seketika berubah.
“Huahahahaaaa. Ada-ada aja kau ini. Memang kau pikir, orang tua jelek dan berperut buncit seperti aku gini punya kesempatan untuk menarik hati anakmu? Bahkan ngelirik pun kurasa ia tak sudi,” kata Pak Heru sambil menutupi keterkejutannya.
Ia merasa tersindir dan tak ingin membuat lawan bicaranya curiga. Bagaimana pun ia harus terus menjaga hubungan baik dengan orang ini. (Omong-omong, mengenai perut buncit tadi, memang belakangan ini tubuhnya makin subur dan tambun saja terutama perutnya yang semakin membuncit. Padahal sebelumnya ia termasuk pria bertubuh tegap dan langsing menurut standard pria seusianya).
“Ah, anak jaman sekarang, kelakuannya sungguh tak terduga. Dan, omong-omong, heii, kau terlalu merendahkan diri. Justru menurutku seandainya kau ingin mengambil hatinya, kurasa hal itu tak terlalu sulit kau lakukan dan kurasa ia tak akan mampu menolaknya.”
“Kau jangan meremehkan dan merendahkan anakmu sendiri,” kata Pak Heru.
“Aku sama sekali tak merendahkannya. Namun sehebat-hebatnya dia, apabila orang yang dihadapinya jauh lebih hebat, bagaimana aku, ayahnya, tidak kuatir? Oleh karena itu, aku tetap memohon belas kasihanmu.”
“Hahahahaaa…. Kau betul-betul kocak sekali,” kata Pak Heru sambil tertawa. Namun dalam hati ia merasa bangga karena memang terbukti ia telah berhasil membuat A-mei bertekuk lutut kepadanya yang hitam jelek dan berperut buncit ini.
“Lagi-lagi terima kasih atas pujianmu. Namun aku masih tetap memohon belas kasihanmu demi anakku,” kata Pak Wijaya balik ke topik semula.
“Wah, hahahah, Kali ini rupanya aku yang tak bisa kemana-mana.”
“Hmm baiklah. Kuakui kalau putrimu itu memang putih, cakep, sexy, dan masih muda. Dan kuakui kalau ia adalah tipe cewek kegemaranku. Akan tetapi, yang namanya keinginan, hasrat bahkan nafsu berahi sebenarnya bisa dikendalikan.
Semua tergantung pikiran kita. Biarpun aku mengagumi kecantikan anakmu, tak berarti aku akan menyentuh atau mengganggu dirinya. Biar katakanlah, maaf, ia telanjang bulat di depanku sekalipun! Karena ia anakmu maka bisa dibilang ia adalah keponakanku. Masa aku mengganggu keponakan sendiri?” tanya Pak Heru beretorika. “Kau bisa pegang omonganku ini!” katanya tegas.
“Baik, baik. Aku percaya dengan kata-katamu. Ah, kau jangan terlalu serius begitu. Aku cuma bercanda kok. Aku juga tahu kau tak akan mengganggu anakku.”
“Baiklah kalo gitu, mari kita bicarakan hal-hal yang lain saja. Tak baik kita membicarakan ini, apalagi kalau sampai terdengar anakmu,” kata Pak Heru yang ingin cepat-cepat mengalihkan pembicaraan yang membuat kurang nyaman dirinya itu.
“Omong-omong, aku bangga punya seorang teman yang selain cerdik juga punya prinsip hidup seperti kau. Semua kesuksesanmu kau raih tanpa harus merendahkan martabatmu. Itulah beda seorang bernama Wijaya dibandingkan orang-orang lain, terutama mereka yang dengan gampang menjual anak gadisnya,” katanya merujuk ke para orang tua “anak-anak asuhnya” itu.
Dari percakapan ini kini terbukti kalau Pak Heru juga tak terlalu menghargai mereka (meskipun banyak diantara mereka yang sebelumnya masih perawan), karena ia terlalu gampang mendapatkannya. javcici.com Rupanya betul pikiran Pak Wijaya tadi, apabila terlalu mudah mendapatkan akan mudah pula untuk melupakan dan mencampakkan. Setelah itu mereka ngobrol lagi tak sampai 10 menit sebelum Pak Heru akhirnya pura-pura pamitan pulang namun sebenarnya menggunakan alasan cape, mengantuk, dll supaya sang tuan rumah menawarkannya untuk menginap. Sesuai harapannya, sang tuan rumah segera menawarkannya untuk menginap.
“Ah, tetapi aku takut kalau kau masih mencurigaiku punya niat tersembunyi.”
“Oh, come on, jangan sensi gitu donk Pak. Jangan bikin saya merasa tak enak hati.”
“OK, OK. Tetapi, terima kasih, sebaiknya saya pulang saja. Sekalipun kau tak keberatan, tetap aku merasa tak enak dengan anakmu. Apalagi belakangan ini sudah terlalu sering aku menginap disini.”
“Ah, biarkan saja dia punya dunianya sendiri. Sudahlah Pak Heru menginap aja disini. Besok pagi aku suruh Mbok Yem masakin makanan kesukaan Pak Heru.”
“Yah, kalau Pak Wijaya memaksa, apa boleh buat….,”
“Hahaha…ayolah, mari aku antar Pak Heru ke kamar,” kata Pak Wijaya sambil langsung berdiri dan membawa tamunya ke kamar tidur khusus tamu.
Demikianlah percakapan dua orang yang sama-sama terpandang dan sama-sama memiliki reputasi tak tercela itu disudahi. Sebuah percakapan artifisial dari dua orang dengan topeng masing-masing, yang isi percakapannya sungguh bertolak belakang dengan apa yang sesungguhnya ada di dalam hati. Lucunya, niat hati sesungguhnya yang tak diucapkan dari dua orang itu sungguh serasi, sejalan, selaras, dan harmonis. Dua orang yang sama-sama bertopeng malaikat, namun isi dalamnya amat busuk, jauh lebih busuk dibanding potret Dorian Gray.
Sesampai di kamar, Pak Heru buru-buru mandi dan berganti pakaian tidur. Setelah itu ia langsung menyelinap keluar ke ruang tengah yang telah gelap dan berjalan menuju kamar A-mei yang masih menyala terang…
Dokk..dokk..dokk. Diketuknya pintu kamar A-mei dengan perlahan supaya tak ketahuan orang. Tak lama kemudian terbukalah pintu kamar itu.
“Hi, A-mei,” sapa Pak Heru dengan tersenyum. Penisnya telah menegang.
“Eh, Oom Heru rupanya. Ada apa Oom malam-malam gini?” tanya A-mei yang hanya mengeluarkan kepalanya dengan datar.
“Ah, Oom pengin nanya sesuatu ke kamu sebentar,” jawab Pak Heru. Namun,
“Mau nanya apa sih Oom? Malam-malam gini?” kata A-mei yang kelihatan sekali kalau ia kurang senang dengan kedatangan Pak Heru.
Padahal pikiran Pak Heru telah melompat jauh memikirkan urusan seks. Sungguh jurang perbedaan yang besar sekali.
“Ehmm, anu, eh, Oom mau minta pendapat ke A-mei karena Oom mau ngasih hadiah ke anak cewek Oom yang kira-kira seumur A-mei,” kata Pak Heru mengarang-ngarang cerita. “Kira-kira hadiah apa yang……” belum selesai Pak Heru bicara, tiba-tiba…
Clingg! Terdengar bunyi sms masuk di handphone A-mei dari dalam kamar.
“Sebentar, Oom,” potong A-mei tiba-tiba langsung menutup pintu kamarnya di depan hidung Pak Heru.
Pak Heru, sebagai orang yang berkuasa, merasa dilecehkan oleh sikap gadis ini. Namun ia tak bisa berbuat apa-apa karena memang menurut aturan sungguh tak pantas kalau ia menyerobot masuk ke kamar seorang gadis apalagi malam-malam gini. Bisa-bisa ia dianggap melakukan percobaan perkosaan. Saat itu memang A-mei sama sekali tak ada pikiran untuk ngeseks apalagi dengan Pak Heru. Pikirannya saat itu lebih tercurah ke kencan dengan cowoknya besok. Memang terkadang sikap A-mei seperti ini. Bukan pertama kali Pak Heru menghadapi keadaan ini. Terhadap gadis ini ia tak bisa terlalu memaksanya. Karena ia bukan gadis simpanannya, bukan pacar gelapnya, juga bukan cewek bayaran yang prinsipnya ada uang ada service.
Sebaliknya, ia adalah anak pengusaha kaya yang kadang suka berbuat semaunya namun juga tak bisa dipaksa. Ia tak ingin sampai gadis ini jadi marah dan sakit hati lalu mengadu ke ayahnya. Ia tak ingin bermusuhan dengan ayah gadis ini. Tapi masalahnya kini, ia terlanjur mupeng dengan gadis ini. Tentu ia ingin menyalurkan kemupengannya itu saat ini juga. Ia adalah orang yang berkuasa.
Tak seharusnya seorang gadis muda menolak kehendaknya, biarpun ia anak pengusaha kaya sekalipun! Dua pilihan yang biasa dilakukannya saat gadis itu bad mood adalah dengan merayunya dengan harapan mood-nya berubah atau dengan sedikit memaksa (tapi nggak boleh terlalu keras). Biasanya cara-cara itu bisa membuat gadis ini takluk kepadanya. Oleh karena kini hatinya agak kesal dengan gadis itu karena sikap tak sopannya tadi, maka ia akan menggunakan pendekatan “show of force” kepadanya.
A-mei telah membuka pintu kamarnya kembali.
“Sorry, Oom. Baca sms dulu. Oom tadi nanya apa ya? A-mei lupa,” katanya dengan wajah polos tanpa merasa bersalah.
“Oom mau ngasih hadiah ke anak Oom. Tapi gini aja deh, biar lebih gampang…Papi A-mei sedang ada tender proyek Oom yang nilainya puluhan milyar. A-mei pengin hadiah apa dari Papi, KALO TENDERNYA MENANG?” tanya Pak Heru dengan penekanan intonasi yang jelas.
Perkataan Pak Heru ini kasarnya kurang lebih: Kau harus tahu diri! Papimu sedang ikut tender. Kalau pengin menang, kau harus menuruti kemauanku!
“Yuk Oom. Ngomongnya di dalam aja,” kata A-mei dengan ramah sambil membuka pintu lebar-lebar dan menarik tangan Pak Heru untuk masuk ke dalam kamarnya.
Sikap A-mei terlihat jelas berubah drastis. Bahkan wajahnya nampak berseri-seri.
{Hmmm. Akalku berhasil. Rupanya kau cukup tahu diri juga. Bagus}.
“Duduk Oom,” A-mei dengan ramah mempersilahkan Pak Heru duduk.
“Omong-omong, Oom tahu nggak siapa yang barusan ngirim sms?” tanya A-mei, yang berbeda dengan sikap dingin sebelumnya, kini justru ia yang memulai pembicaraan.
“Cowok kamu?” tanya Pak Heru.
“Salah Oom. Barusan Papi yang sms,” katanya dengan mata berbinar-binar.
“Oh ya? Kok malem-malem gini.”
“Nah itulah Papi, Oom, kadang suka aneh. Tapi Oom tahu, apa yang ditulis Papi tadi?”
“Apa?”
“Dia bilang kalo Oom Heru malam ini nginap disini. Jadi dia nyuruh A-mei besok pagi mesti pake pakaian yang sopan. Pake lima tanda seru lagi,” kata A-mei dengan pandangan jenaka.
“Nih Oom, liat sms-nya,” kata A-mei mendekatkan diri untuk menunjukkan isi sms itu ke Pak Heru.
“Memang maksudnya sopan itu seperti apa sih?” kata A-mei yang kini berdiri di depan Pak Heru.
“Kalo pakaianku sekarang ini termasuk sopan khan Oom?” kata A-mei dengan wajah polos menarik kaus tanktop putihnya itu ke bawah dengan kedua tangannya.
Glek! Pak Heru tertegun dan menahan ludahnya. Untuk sesaat ia tak bisa bicara. Karena ulah A-mei itu membuat bajunya semakin menempel di tubuhnya. Akibatnya kedua putingnya jadi tercetak jelas di kaus putih itu. Karena rupanya gadis ini tak memakai bra! Juga leher kausnya jadi turun ke bawah sehingga dada A-mei semakin banyak bagian yang terlihat. Ukuran payudaranya memang tak begitu besar, namun sanggup mengangkat “meteran” Pak Heru langsung, toiingg!, melonjak ke posisi max. Wajah gadis ini begitu alim. Namun kelakuannya…sungguh amit-amit!
“Gimana Oom?” tanya A-mei lagi dengan polos.
“Ya, sopan kok itu….sopan. Kamu kelihatan cantik dan sexy dengan baju ini,” jawabnya sambil matanya menatap ke dada gadis itu.
“A-mei pengin pijit nggak? Mau Oom pijitin bentar?” Pak Heru yang telah cukup mafhum menghadapi gadis ini. Biasanya cara ini selalu berakhir dengan “happy ending”.
“Ah, kebetulan Oom. A-mei juga lagi pengin dipijit-pijit. Punggung ya Oom, ” kata A-mei sambil tidur telungkup di ranjang.
Segera Pak Heru duduk di sebelah gadis itu dan memijit-mijit punggungnya. Sementara A-mei memejamkan matanya menikmati pijitan di punggungnya. Setelah membuat nyaman gadis itu, tangannya mulai menyusup masuk ke balik baju A-mei. Dirasakannya betapa halus kulit punggung putih gadis mulus ini. Membuat ia semakin jauh menyusup ke dalam baju putih gadis itu sampai seluruh punggung gadis itu telah habis diraba-rabainya.
“Bajunya diangkat dikit ya, biar lebih kerasa pijitannya,” katanya sambil menaikkan baju tanktop A-mei ke atas.
Mulutnya berkata “dikit” tapi kenyataannya baju itu diangkatnya sampai mentok ke atas. Bahkan bagian depannya juga ikut ditariknya ke atas. Dan A-mei pun bereaksi positif. Sambil terus memejamkan mata ia sedikit menaikkan tubuhnya sehingga bajunya berhasil diangkat sampai ke lehernya. Sehingga dada gadis itu sebenarnya telah telanjang hanya saja ia masih telungkup. Pak Heru kini memijit-mijit dan meraba-raba seluruh bagian punggung yang putih mulus bening ini. Sambil ia mengintip gundukan payudara gadis itu yang sedikit terlihat dari samping.
“Sekarang tangan deh Oom,” kata A-mei sambil terus memejamkan mata.
“Tapi sebentar, tangan kayaknya lebih enak dipijit kalo aku balik badan deh,” tambahnya, yang langsung membuat Pak Heru menahan napas.
A-mei membuka matanya. Ia membalikkan badannya sampai telentang. Namun sebelum itu ia meraih bantal di dekatnya dan memiringkan tubuhnya dengan memunggungi Pak Heru sambil ditempelkannya bantal itu di dadanya. Pada saat telentang bantal itu telah berada di atas tubuhnya menutup dadanya. Sehingga Pak Heru tak sempat melihat payudara telanjangnya. filmbokepjepang.com Sepeertinya ia sengaja mempermainkan Pak Heru, nggak ngerti kalau bandot ini telah begitu mupeng terhadap dirinya. Kini Pak Heru mulai memijit dan meraba-raba tangannya. “Sekarang kaki ya,” kata Pak Heru sambil berpindah memijit-mijit kaki gadis itu, mulai dari bawah lalu semakin merayap naik. Kini ia memijit-mijit bagian paha A-mei yang tak tertutup oleh celana pendeknya, cukup atas raihannya karena celana A-mei itu super pendek.
“Abis kaki pundak ya Oom, nanti aku duduk kalo pijit pundak. Tapi nanti, setelah selesai kedua kaki.” Saat itu terjadi “kemunduran” bagi Pak Heru. Karena saat ia memijit kakinya, A-mei menurunkan kembali kaus putihnya di bawah bantal. Sehingga kaus itu kini menutup tubuhnya kembali.
Wajah Pak Heru nampak kecewa. Ia berpikir, jangan-jangan cewek yang sudah kadung membikin mupeng dirinya ini cuma pengin pijit aja. Abis ini aku disuruh keluar. Rugi dong. Hmm, rupanya mesti dilakukan show of force lagi, pikirnya. Sambil memijit kini ia kembali menyinggung tentang tender proyek itu untuk mengingatkan gadis ini supaya bersikap
“tahu diri”. Pada saat itu handphone A-mei berbunyi. Segera ia bangkit menuju meja kecil tempat handphonenya berada.
“Ah, Papi!” serunya dengan muka jutek. “Ada apa lagi sih.”
Sementara Pak Heru memperhatikan dengan gembira. {Hmm, bagus. Kini giliran terhadap papinya ia bersikap jutek}.
“Belum! Mana bisa tidur? Digangguin telpon Papi ini,” kata A-mei dengan cemberut. “Mengganggu ketenangan orang aja.”
“Sms tadi yang mana sih? Kapan Papi kirim sms. Nggak ada! Nyangkut kali sms-nya.”
“Idih. Papi! Ngomongin itu aja mulu. Iya, iya aku udah tahu. Udah ah, aku mau tidur dulu,” dan dipencetnya handphone itu dan dimatikannya.
“Malam-malam telpon cuma ngasih tahu tentang baju lagi. Huh! Sebel. Tapi….nggak tahu dia kalo saat ini Oom ada disini. Hihihihii.” Membuat bandot ganas yang mendengar itu jadi tersenyum-senyum gembira. {Hehehe. Lihat ulah anakmu ini. Hahaha}.
“Ayo Oom terusin pijitnya lagi ya,” kata Pak Heru sambil memegang pundak dan menggiring gadis itu kembali ke arah ranjang.
“Ayo kamu duduk disini. Kali ini Oom pijitin pundak kamu,” kata bandot tengik ini sambil memegang-megang pundak mulus A-mei.
Tak ingin kehilangan momentum ia terus memijit sambil meneruskan ceritanya tentang proyek yang akan datang itu. Dan, tak sampai dua menit kemudian, tiba-tiba A-mei berkata,
“Sebentar Oom….. Sudah ah, aku nggak perlu malu lagi sama Oom. Bajuku aku lepas aja deh. Supaya lebih kerasa pijitannya,” kata A-mei yang saat itu duduk membelakangi pak Heru dengan cuek meloloskan kaus putih itu dari tubuhnya.
Dilemparkannya kaus itu ke lantai. Jantung Pak Heru berdetak makin kencang melihat gadis ini kini telah melepas bajunya. Kulit punggungnya yang bening mulus betul-betul menggoda iman. Juga rambutnya yang terurai bebas nampak indah menempel di punggung putih gadis itu. Namun itu semua belum seberapa dibanding bayangan keindahan bagian depannya.
{Ah, dikasih yang kayak gini, gimana bisa nolaknya? Jadi, maafkan daku beribu maaf deh. Dengan amat terpaksa kulanggar janjiku tadi. Habis, kagak bisa nahan sih. Apalagi, aku memang penggemar tipe cewek-cewek seperti anakmu ini. Hahahaha. Tapi jangan kuatir, aku tak akan menyakitinya. Sebaliknya, aku akan memberikannya kepuasan tiada tara sampai anakmu ini bakal merem melek. Hahahahaha}.
“Betul sekali. A-mei nggak perlu malu-malu buka baju, karena A-mei punya tubuh yang amat indah dan sexy,” kata Pak Heru merasakan betapa mulus dan beningnya A-mei ini. Tentu, Pak Heru adalah orang munafik yang ingin untung sendiri dan tak mau rugi. Ia bisa melakukan semaunya ke anak gadis orang. Sebaliknya, ia mendidik amat konservatif terhadap putrinya. Termasuk juga melarangnya memakai pakaian ketat dan terbuka yang menampilkan ke-sexy-an tubuhnya.
Sebaliknya, ia menyuruh putrinya memakai pakaian yang begitu tertutup dan berlapis-lapis. Kini bandot munafik itu duduk di samping A-mei supaya bisa melihat payudaranya putihnya. Keduanya nampak simetri dan segar menggairahkan. Apalagi putingnya berwarna pink dan cukup menonjol ke depan di tengah-tengah gundukan daging putih. Kini ia tak sungkan-sungkan lagi mendelik menatap dada gadis itu lekat-lekat. Apalagi A-mei bukannya berusaha menutupi dadanya malah ia memejamkan matanya.
{Hehehe, inilah anak gadismu yang berusaha kau lindungi mati-matian tadi}, batinnya sambil menatap lekat-lekat payudara A-mei. {Kini terbukti upayamu itu gagal total. Sebentar lagi anakmu yang alim ini bakal kulumat dan kugarap habis-habisan}.
“Oom lanjutin dengan body-to-body massage ya,” kata Pak Heru.
A-mei tak mengiyakan namun juga tak menolak secara eksplisit. Memang gadis ini masih suka bersikap jaim. Namun justru itu yang membuatnya suka. Alim-alim nakal. Polos-polos menggairahkan. Apalagi bagi dirinya, tak menolak artinya mau.
“Mending bajunya dibuka semuanya ya,” katanya sambil membuka retsleting celana A-mei, ditariknya ke bawah sampai lolos dari tubuhnya.
Kini celana dalam sexy warna pink itu yang jadi sasarannya. Namun tangan A-mei langsung memegang celana dalamnya, membuat Pak Heru akhirnya tak memaksanya. Ia melepas seluruh bajunya sendiri sampai hanya tersisa celana dalamnya. Namun akhirnya celana dalamnya itu juga dilepasnya. Kini seluruh tubuh sawo matang pejabat bandot itu telanjang bulat di depan gadis putih bening berwajah oriental ini. Sementara matanya menatap ke tubuh mulus telanjang A-mei lekat-lekat.
“Sebaiknya A-mei yang di atas aja soalnya badan Oom lebih besar dan berat. Takutnya nanti kamu kesakitan kalau lama-lama. Sini kamu tidur di atas Oom,” kata Pak Heru yang telah berbaring dengan penis hitamnya yang disunat itu menegang keras.
Ia mengatur tubuh A-mei supaya tidur telungkup menempel di atas tubuhnya. Ahhh! A-mei berseru kaget ketika merasakan batang Pak Heru yang mengeras itu terasa begitu tebal menekan pangkal pahanya. javcici.com Sementara Pak Heru juga merasakan betapa mulusnya tubuh gadis itu menempel di tubuhnya sendiri. Juga ia menyadari betapa putih bening gadis ini yang amat kontras banget saat menempel di kulit tubuhnya yang coklat sawo matang. Membuat hatinya menggelora. Inilah yang disukainya. Apalagi dirasakan payudara mungil gadis ini menempel di dadanya.
“Sekarang, ayo, kamu gerak-gerakin tubuh kamu, digesek-gesek dengan tubuh Oom,” kata Pak Heru sambil tangannya meraba-raba punggung halus A-mei dan mendorong-dorong tubuh putih gadis berambut panjang ini.
Oooh, desis Pak Heru nikmat saat A-mei menuruti kata Pak Heru dan mulai menggesek-gesekkan tubuhnya. Apalagi kena dada gadis ini. Memang ini adalah akal-akalan Pak Heru saja yang ingin dipijit-pijit oleh gadis putih mulus ini. Namun tentu bukan pijit biasa karena gadis itu memijiti tubuhnya dengan payudaranya. Pak Heru dibuat merem melek menikmati gesekan payudara putih gadis oriental ini beradu dengan tubuhnya yang coklat sawo matang. Apalagi kedua puting A-mei ini, meski bagian areolanya dan juga payudaranya secara keseluruhan tak begitu besar, cukup menonjol keluar.
Sehingga kedua putingnya yang “tajam” itu menggelitik tubuh tambunnya. Rambut panjang gadis ini juga ikut menerpa tubuhnya dan menggelitiknya. Kini tak jelas siapa yang memijit siapa. Yang pasti pijit “setrikaan” ala A-mei itu terus berkelanjutan. Karena ia sendiri juga ikut merasa enak saat payudara dan putingnya menyentuh-nyentuh tubuh Pak Heru. Membuatnya semakin giat menggesek-gesekkan tubuh putih mulusnya bergerak maju mundur di atas tubuh sawo matang Pak Heru. Membuat Pak Heru merem melek merasakan nikmatnya sensasi saat tubuhnya bergesek-gesek dengan tubuh gadis cakep anak pengusaha kaya yang baru berumur 19 tahun ini. Ditambah lagi, gadis chinese belia ini adalah putri temannya sendiri.
Gerakan maju mundur A-mei ini secara otomatis juga ikut menggesek-gesek bagian bawah tubuhnya. Pahanya sendiri bergesek-gesek dengan paha gadis putih mulus ini. Mr. P nya menggesek-gesek Ms. V gadis ini yang masih tertutup celana dalam. Pak Heru kini tak mau tinggal diam terus. Kedua tangannya meraba-raba sekujur tubuh A-mei. Ia membelai kepala, rambut, leher, serta punggung dan pinggang A-mei. Juga tak ketinggalan pantat membulat gadis ini yang dengan rakus diremas-remas. Sementara A-mei melakukan pijit susu kepadanya, ia juga terus merangsang gadis itu dengan meraba-rabai dan memijit-mijit seluruh bagian tubuh gadis itu. Kini mereka mengubah posisi.
Kali ini mereka saling menggesek-gesekkan tubuh mereka dalam keadaan duduk. Namun kurang lebih intinya sama, yaitu dada Pak Heru menggesek-gesek payudara A-mei, atau payudara A-mei menggesek-gesek dada Pak Heru. (Anyway, mau dibolak-balik seperti apa toh juga hasilnya sama). Dalam posisi duduk itu Pak Heru mulai mengecup sedikit bibir A-mei. Melihat reaksi gadis itu yang tak melawan, langsung dilumatnya bibir gadis itu yang sama sekali tak melawan, hanya memejamkan mata saja. Beberapa saat kemudian ia mulai berani membalasnya. Kini mereka berdua saling menempelkan tubuh dan saling berpagutan antara bibir ketemu bibir.
Pak Heru membalikkan tubuh A-mei hingga telentang. Kini giliran ia menindih gadis yang menggemaskan hatinya itu. Diciuminya lehernya yang putih halus itu dengan penuh nafsu. Sementara A-mei mengeluarkan rintihan-rintihan dan gerakan-gerakan tubuh pertanda kalau ia juga menikmatinya. Dikecupi dan disedot-sedotnya kedua sisi leher A-mei dengan ganas sampai-sampai terdapat bekas-bekas cupang merah di sana sini. Setelah itu kembali ia melumat bibir A-mei dan dinikmati kehangatannya dengan buas sampai-sampai A-mei kesulitan bernapas. Setelah itu ciumannya turun ke bawah menuju ke dada A-mei. Dicium-ciumnya sepasang payudaranya itu bergantian. Lidahnya dijulur-julurkan bagai ular beludah menyentuh-nyentuh kedua puting gadis itu. Sampai-samapi membuat puting A-mei jadi semakin kaku mengeras.
Dalam hati ia tersenyum gembira melihat reaksi fisik puting gadis ini. Apalagi ia mafhum kalau inilah titik kelemahan gadis ini. Dan sentuhan-sentuhan berkala seperti ini rupanya memang menaikkan gairah seksual A-mei. Membuat bandot itu semakin ganas menjilati kedua puting yang fresh cute pinky itu bergantian kiri kanan. Karena memang ia juga penggemar puting cute milik gadis berwajah cute ini. Setelah menjilat-jilat dan menyentuh-nyentuh, kini ia mengulum puting itu. Keduanya dikulum dan dihisap-hisap secara bergantian.
OOOHHHH…..OOOHHHH….OOOOHHHHH. A-mei tak dapat menahan diri lagi untuk tak mendesah-desah saat merasakan kehangatan di ujung payudaranya saat berada di dalam emutan mulut Pak Heru. Membuat Pak Heru tambah bersemangat mengenyot-ngenyotnya, menikmati seluruh bagian puting mungil gadis ini. Kini diemut-emutnya seluruh bagian dada putih itu dengan rakus. Sambil sesekali kedua putingnya yang kaku dan mengeras itu terus dijilati. Sambil sesekali ujung lidahnya bergerak melingkari kedua puting gadis itu. Lalu kembali dikenyot-kenyotnya. Disentuh-sentuhnya. Lalu diemut-emut. Digerak-gerakkan dengan lidahnya. Lalu diseruput dan dikenyot-kenyot lagi.
Begitu dilakukan berulang-ulang. Membuat A-mei jadi mengerang-ngerang dan tubuhnya menggelinjang tak keruan. Semakin lama semakin liar gerakannya. Kalau tadi ia masih bersikap malu-malu dan jaim, kini ia sudah tak peduli dengan hal-hal lainnya selain merem melek merasakan rangsangan-rangsangan nikmat di payudaranya. Juga, ia tak peduli lagi dengan keadaan fisik dan status pria yang sedang menikmati dirinya saat ini. Seandainya ada orang yang melihat mereka bedua saat itu, tentu bakal merasa heran, takjub, mungkin iri, dan yang pasti aneh. Memang perbedaan keduanya begitu besar dan nyata. Pria itu jelas orang Jawa asli berkulit sawo matang agak gelap. Ceweknya keturunan Chinese berkulit putih bening. Pria itu berusia setengah baya. Ceweknya belum genap 20 tahun.
Wajah sang pria termasuk jelek, sementara ceweknya sungguh menarik. Tubuh pria itu nampak kedodoran dengan timbunan lemak disana-sini, terutama perutnya yang membuncit. Cewek itu begitu langsing dan terawat tubuhnya, sama sekali tak terlihat adanya timbunan lemak yang tak sedap dipandang. Pria itu bertampang mesum, sementara cewek itu begitu alim dan polos. Menurut kalkulasi normal, tentu cewek seperti ini kecil kemungkinan bisa (atau mau) dekat-dekat pria bandot setengah baya seperti itu. Namun kenyataannya kini cewek ini malah tidur telentang telanjang ditindih oleh pria setengah baya itu yang begitu bernapsu mengenyot-ngenyot payudara gadis muda ini. Semua itu terjadi secara sukarela, mau sama mau, tanpa kesan adanya unsur paksaan sedikitpun. Inikah tanda kalau jaman telah berubah, dimana aturan-aturan lama sudah tak berlaku lagi, dan logika-logika lama semuanya jadi terbalik?
Pak Heru turun ke bawah meraba-raba paha A-mei yang begitu putih dan mulus terawat. Tangannya terus menari-nari dan merangsek naik makin ke atas dan ke bagian dalam paha gadis itu. Melihat reaksi gadis itu yang begitu menikmati aksinya, Pak Heru langsung membuka paha A-mei lebar-lebar. Kini ia bisa melihat lipatan liang yang membekas di celana dalam tipis A-mei. Bahkan ia melihat pula ada perubahan warna di tengahnya. Artinya gadis ini telah mulai basah. Segera ia menggunakan bibirnya untuk semakin merangsang gadis itu. Lidahnya mulai menjilat-jilat pangkal paha gadis ini terutama bagian dalamnya.
Ia tahu bagian-bagian yang sensitif dari seorang wanita. Dengan menggunakan pengalamannya yang segudang, kini ia siap memuaskan gadis ini. Sementara ia menjilati pahanya, tangan Pak Heru kembali beraksi di atas dengan merengkuh buah dada A-mei dan meraba-raba serta meremas-remasnya. Kedua jari-jari tangannya kembali memainkan putingnya. Membuat A-mei mendesah-desah semakin keras. Pak Heru melihat celana dalam gadis itu jadi semakin basah. Ia melihat adanya cairan yang keluar dari liang vagina gadis ini dan semakin merembes membasahi celana dalamnya. Kini ia jadi semakin berani. Tanpa permisi lagi ia mulai merangsang vagina gadis itu dengan mulutnya. Dijilat-jilatnya celana dalam gadis itu dan mulutnya mengeluarkan suara yang menyedot-nyedot persis di lubang vagina A-mei.
Ooohhhhhhh…….oooohhhhhhhhhh……..ooohhhhhhhhhh…… keluh A-mei dengan panjang. Membuat vaginanya semakin kuyup. Dan Pak Heru pun semakin asyik menjilat-jilatnya. Bahkan lidahnya ditekan-tekannya di liang vagina A-mei yang kini nampak jelas bagian tengahnya mencekung ke dalam. Pak Heru tentu senang melihat gadis ini telah begitu terangsangnya gara-gara perbuatannya.
“Dibuka aja ya punyamu ini,” katanya sekedar ngomong namun tanpa menunggu jawaban A-mei segera kedua tangannya memelorotkan celana dalam tipis A-mei.
Dan terbukalah penutup tubuh terakhir A-mei. Nampak bulu-bulu vaginanya yang tak terlalu lebat dan tertata rapi itu. Membuat Pak Heru makin mupeng, menyaksikan bulu-bulu A-mei yang begitu cute dan lutchu itu. Segera tangannya meraba-rabanya dan mengelus-elus bulunya untuk beberapa saat. Dalam hati ia tertawa geli saat mengingat ia berkata ke ayah gadis ini tadi kalau ia tak akan mengganggu seujung “rambut” gadis ini. {Maafkan aku, kawan. Hehehe}.
Setelah itu ia membentangkan kedua kaki A-mei lebar-lebar. Sehingga kini vaginanya terpampang begitu jelas di hadapannya, termasuk lipatan-lipatan dan liangnya. Begitu mulus, segar, merah, dan menggairahkan. Hehehehe. Dijilatinya lipatan vagina A-mei itu dengan lidahnya yang begitu mahir. Tanpa kesulitan ia menemukan G-spot gadis ini dan menjilatinya sampai agak lama. Aaaahhhhh…..aahhhhhhhhhh……aaaaaahhhhhhhhhhhh. A-mei tak dapat menahan diri. Ia berteriak-teriak dengan keras dibarengi dengan keluarnya cairan dari dalam gua cintanya itu. Pak Heru melanjutkan aksinya yang dengan lihai terus merangsang bagian-bagian super sensitif A-mei itu.
“Oooohhh…Ooom….oooohhhh………..”
“Aaahhh….aaahhhhhh…….”
A-mei jadi tak terkendali lagi.
Namun Pak Heru tak berhenti sampai situ. Karena setelah itu ia membuka lipatan vagina A-mei dengan jari-jarinya. Nampak tonjolan sebesar biji kacang. Itulah klitoris gadis ini. Dan….dijilat-jilatnya bagian super sensitif gadis ini. Sementara kedua tangannya sibuk meremas-remas payudara dan memilin-milin puting A-mei.
Membuat tubuh A-mei kali ini bergetar-getar dan menggelinjang-gelinjang. Kedua kakinya yang tadinya terbuka lebar, kini keduanya menjepit kepala Pak Heru dengan kuat. Ia juga mendesah-desah tak keruan. Merasakan nikmat yang tak terkira. Sementara Pak Heru merasakan semakin banyak cairan yang keluar.
“Ooohhhhh……..aaaahhhhhhh…..Ooomm Heru…..aaaahhhhhh…….aaahhhhhh….aku sudah nggak tahan lagi…..” ceracaunya tak karuan sambil matanya merem melek dan tubuhnya terus menggelepar-gelepar. Bahkan kini bagian selangkangannya ikut digerak-gerakkannya.
Membuat Pak Heru makin bersemangat melahapnya. Akibatnya gerakan tubuh A-mei semakin liar, demikian pula dengan desahan-desahannya.
Aaahhhhhhh…..aaaaahhhhhhhh…….aaaaaahhhhhhhhhhhhh…..aaaahhhhhhhhhh.
Akhirnya, tanpa penetrasi pun, A-mei mengalami orgasme. Ia terus mendesah-desah dan berteriak-teriak. Bahkan ia juga meracau tak karuan saat orgasme dengan kata-kata yang tak jelas yang tak dimengertinya. Setelah membuat gadis ini orgasme, Pak Heru kembali menciumi wajah dan lehernya. Sementara A-mei membiarkan saja dirinya dijadikan “boneka” oleh pria Jawa seumuran ayahnya itu. Begitu pula saat Pak Heru mendekatkan penisnya ke dadanya dan menjepitnya di tengah-tengah kedua gunung kembarnya yang mungil dan lalu menggesek-gesekkannya naik turun. Ia sama sekali tak melawan. Sementara Pak Heru menggunakan bukit kembar A-mei untuk mengonani penisnya yang hitam dan berurat itu.
Sebelum dapet vaginanya, harus mainin pake susunya dulu, pikir Pak Heru. Penis hitam yang berurat itu kepalanya tepat berada di tengah-tengah payudara A-mei. Dan perbedaan kontrasnya begitu luar biasa. Bagaikan dua keping roti sandwich putih yang menjepit sosis gosong. Apalagi, penis Pak Heru ini lebih hitam dibanding kulit tubuhnya yang lain. Sebaliknya, payudara A-mei ini lebih putih dibanding bagian tubuh lainnya. Membuat nampak aneh saja penis hitam berurat dengan kepalanya yang disunat membesar milik pria setengah baya bisa dijepit dan diesek-esek di tengah-tengah bukit kembar putih gadis belia ini.
Setelah puas memakai payudara gadis itu, kini tiba saatnya untuk menikmati menu utama. Ia menjepitkan penisnya di pangkal paha A-mei. Membuat A-mei merasakan ada benda keras hangat diantara kedua pahanya. Lalu dibukanya kembali kedua kaki A-mei. Dilihatnya liang vagina yang nampak begitu sempit dari gadis itu. Didekatkannya penisnya sampai persis di depan liang vagina itu. Dan, tanpa permisi atau apa, Pak Heru segera mendorong penisnya itu kuat-kuat untuk menembus liang kenikmatan putri temannya itu.
Ughh! Liang vagina A-mei memang amat sempit. Meski telah sering dipenetrasi, namun tetap sempit karena selain usianya masih belia juga gadis ini rajin menjaga tubuh termasuk otot-otot di sekitar bagian pribadinya itu. Namun, sesempit-sempitnya akhirnya tak juga sanggup menahan dorongan kuat penis Pak Heru yang perkasa. Dan….bleesshh! Akhirnya masuklah kepala penisnya ke dalam liang vagina gadis itu. Dan….emmhhhhh! Didorongnya lagi ke depan sampai seluruh sisa penisnya amblas masuk ke dalam gadis itu. Lalu……
“Uuuhhhh….uhhhhhh……uhhhhhhh………..uuuuhhhh…….” A-mei mendesah-desah merasakan rasa nikmat yang tak terkirakan saat penis Pak Heru maju mundur mengocok-ngocok di dalam vaginanya. Seluruh tubuhnya jadi berguncang-guncang karena kocokan penis Pak Heru di dalam vaginanya. Bahkan payudaranya yang tak terlalu besar itu turut terguncang-guncang dan berputar-putar juga.
Sementara Pak Heru terus menyodok-nyodok dan mengobrak-abrik vagina sempit gadis belia ini dengan penisnya yang perkasa.
“Emmhh….emmhhh…..eeemhh…..eemmhh….eemmhh…eeemmhhh….eemmhhh.”
Pak Heru terus menyodok-nyodok penisnya di dalam vagina A-mei, menyetubuhi gadis itu dengan hati dan semangat yang begitu menggelora. Karena, saat itu, ia telah berhasil menaklukkan cewek “freelance” yang super super super high class, yang levelnya jauh melebihi gadis-gadis super high class lainnya yang pernah diganyangnya. Bahkan bisa jadi cewek yang sedang dinikmatinya sekarang adalah cewek dengan “bayaran termahal” di seluruh dunia! Mengapa ia beranggapan demikian? Karena awalnya tadi gadis ini sama sekali nggak mood bahkan responnya begitu asem terhadap dirinya. Namun setelah ia “mengingatkan” gadis ini supaya sedikit tahu diri dengan menyinggung tender proyek ayahnya, akhirnya gadis ini menyerah. Saat peringatan pertama, gadis itu langsung menyilakannya masuk ke dalam kamar. Peringatan kedua, membuat gadis ini rela melepas bajunya, membuatnya telanjang dada di depannya. Dan sekarang???
{Hehehehe… gadis ini betul-betul bertekuk lutut kepadanya! Inilah nikmatnya orang yang berkuasa}, batin Pak Heru sambil terus menyetubuhi dan menggedor-gedor liang tubuh A-mei. {Saking berkuasanya aku, bahkan anak cewek satu-satunya pengusaha chinese kaya yang muda cakep dan sexy seperti ini pun akhirnya bertekuk lutut kepadaku}, batinnya dengan rasa puas, sambil terus dengan aksinya menggenjot tubuh gadis ini. {Demi sebuah proyek puluhan milyar rupiah, akhirnya gadis ini mau menjual dirinya.
Oleh karena itu, kini ia adalah gadis dengan bayaran termahal untuk tarif short time. A-mei, anak gadis Pak Wijaya pengusaha sukses itu, rupanya kini menjadi cewek bayaran juga. Namun, hanya AKU yang sanggup membayarnya. Huahahahahaa……}, batinnya lagi sambil penisnya terus menyodok-sodok vagina gadis belia yang usianya kurang dari setengah umurnya ini, yang membuat gadis itu mendesah-desah dan menjerit-jerit lupa segalanya.
“Emmhh….emmhhh…..eeemhh…..eemmhh….eemmhh…eeemmhhh….eemmhhh.”
A-mei terus mendesah-desah sambil mengulum telunjuknya dan memejamkan matanya.
Pak Heru kini menekuk kedua kaki A-mei dan menempelkannya di tubuhnya, sehingga tubuh gadis itu agak menggulung ke atas. Vaginanya yang terekspos itu dibentangkannya dengan ibu jari dan telunjuknya. Penisnya diarahkan ke liang vagina yang kini menganga itu. Dan, shleebbb, dimasukkan penisnya sampai masuk seluruhnya ke dalam tubuh gadis itu. Dengan sedikit memajukan tubuhnya kini kedua tangannya bisa memegang kedua pundak gadis itu. Setelah itu disetubuhinya A-mei dengan lebih ganas dibanding sebelumnya.
“Ahhhh…aaaahhhh….aaaahhhhhh…..aaaahhhhhh……aaaahhhhhh…ahhhh….aaahhhhh”
Tak ayal lagi, gadis putih berwajah polos itu kembali mendesah-desah sementara tubuhnya yang langsing ikut tergerak-gerak maju mundur seiring dengan sodokan penis Pak Heru. photomemek.com Sementara sodokan Pak Heru tak berhenti, bahkan berlangsung makin kuat di dalam tubuh gadis itu. Pak Heru menatap wajah polos yang sedang mendesah-desah itu dengan mata menyala-nyala dengan hati puas. {Inilah nasib kaum yang ditaklukkan. Biarpun kau dari kalangan keluarga pengusaha kaya tapi tetap saja aku lebih berkuasa, lebih kuat, dan lebih hebat! Terbukti dengan keadaanmu sekarang.
Aku bisa membolak-balik dirimu, menggojlok dan menikmatinya sepuas hati, sementara kau sama sekali tak bisa melawan. Hehehehee.. Sementara, Papimu yang “hebat” itu, hahahaha, bahkan ia tak bisa berbuat apa-apa untuk mencegahku menggasakmu, menikmati dirimu sekarang ini}, batinnya sambil terus menggenjot A-mei dan menikmati keperetan vaginanya yang menjepit penisnya.
{Tentu, menaklukkan cewek kalangan atas sepertimu jauh lebih nikmat rasanya. Apalagi pada dasarnya aku paling suka menikmati cewek chinese yang putih mulus dan cakep sepertimu}, batin bandot ini sambil menatap dengan puas reaksi wajah gadis yang sedang disetubuhinya itu, yang saat ini memang tak berdaya dan tak bisa berbuat apa-apa selain ditindih dan disetubuhi, selain mendesah-desah dan menikmati tusukan bertubi-tubi senjata Pak Heru yang menembus dan mengoyak-ngoyak kehormatan dan harga dirinya.
Setelah puas menyetubuhi dalam posisi tadi, Pak Heru ingin menyetubuhi gadis elit yang kini telah menjadi budak nafsu syahwatnya itu dengan posisi yang berbeda. Untuk itu gadis ini dibuatnya menungging. Lalu vaginanya ditembusnya dalam posisi doggy style. Dipompanya vagina A-mei dalam posisi itu, membuat tubuh gadis itu jadi terdorong-dorong ke depan. Sementara payudaranya, karena pengaruh gravitasi, jadi nampak semakin bulat dan berguncang-guncang kesana kemari. A-mei pun jadi berteriak-teriak dan mendesah-desah makin keras.
Apalagi dirasakannya batang penis Pak Heru begitu besar menembus dirinya. Dengan jantannya penis perkasa itu mengocok-ngocok dirinya, merangsang dinding vaginanya yang sensitif untuk membuatnya mengeluarkan cairan vagina semakin banyak. Membuat penisnya di dalam jadi semakin licin. Sementara payudara A-mei yang nampak bergoyang-goyang dari bayangan cermin, mengundang kedua tangan Pak Heru untuk menepuk-nepuk dan meremas-remasnya. Sambil penisnya terus mengocok dan mengobok-obok vagina A-mei.
“Aaahhhhhhh…..aaahhhhhhhh…..aaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhh…….”
Lama-lama akhirnya A-mei tak tahan juga oleh kejantanan Pak Heru itu. Sehingga akhirnya ia mengalami orgasme lagi yang kedua. Mengetahui A-mei telah mendapatkan orgasme lagi, akhirnya Pak Heru pun juga tak ingin berlama-lama lagi. Dan akhirnya, crott, crottt, croootttss, ia menumpahkan seluruh spermanya di dalam vagina A-mei, sambil berkata dalam hati, {Hahahaha, inilah anak gadismu yang kaubangga-banggakan itu, Wijaya}, batinnya mentertawakan temannya saat menumpahkan spermanya di dalam vagina A-mei. Wajahnya nampak puas sekali. Dan sengaja ia terus menyetubuhi A-mei, mengocok-ngocok penisnya untuk menguras habis seluruh isinya di dalam vagina gadis itu. Hanya setelah penisnya mengendur saja, baru akhirnya ia mencabutnya mengeluarkan dari dalam tubuh A-mei.
“Gimana, A-mei, rasanya? Enak khan. Puas? Hehehehe,” kata Pak Heru beberapa saat kemudian sambil mengelus-ngelus rambut gadis itu.
A-mei yang tubuhnya menempel di atas tubuh Pak Heru tak menjawab namun mukanya memerah.
“Hahahahaaaa” Pak Heru tertawa puas sambil tangan yang satu terus membelai-belai rambut A-mei sementara tangannya yang lain meraba-raba seluruh punggung mulus A-mei yang rasanya begitu licin. Sementara dada A-mei menempel di dada Pak Heru.
“Omong2, kamu tahu nggak sih kalo kamu ini sexy banget,” kata Pak Heru cengengesan sambil terus membelai tubuh A-mei.
“Ah, bisa aja Oom ini,” kata A-mei tersipu.
Semua cewek pasti suka dibilang sexy oleh pasangannya, tak peduli ia jelek atau cakep, setelah selesai hubungan seksual, apalagi kalau ceweknya mendapat orgasme.
“Lho iya bener. Bahkan kamu ini cewek paling sexy yang pernah Oom temuin.”
“Iih, Oom genit deh,” kata A-mei dengan manja.
“Nanti aku bilangin Papi lho kalo Oom genit,” kata A-mei sambil menatap wajah Pak Heru.
“Kamu ini memang nakal ya!” kata Pak Heru geli melihat wajah A-mei yang begitu cantik jadi berseri-seri saat mengatakan itu. “Tapi juga menggairahkan.”
“Aku laporin ke Papi besok. “Papi, Papi, kata Oom Heru aku sexy dan menggairahkan.””
“Hah! Kurang ajar! Kapan dia bilang gitu ke kamu?” suara A-mei yang menirukan suara papinya.
“Kemarin Pi. Abis kita selesai make love. Xixixixixi….,” kata A-mei sambil tertawa geli.
“Ah. Kamu ini….” Pak Heru namun ia juga ikut tertawa mendengarnya.
Dalam hati ia berkata, {inilah polah anak gadismu yang sebenarnya, Wijaya. Hahahaha. Bahkan demi menyenangkan dan memuaskan hatiku ia rela melakukan apa saja, termasuk menyerahkan tubuhnya dan mengejekmu setelahnya. Hahahahaaa. Anak gadismu ini kini telah betul-betul berada dalam kekuasaanku}.
Kemudian A-mei bangkit dari tidurnya. Rambutnya yang panjang nampak agak tak teratur menempel di kulit tubuhnya yang putih. Payudaranya nampak begitu sexy menggairahkan.
“Rambutku jadi kusut semua nih, gara-gara Oom, “kata A-mei dengan cemberut sambil memegang-megang rambutnya.
“Kamu betul-betul cantik dan menggairahkan sekali, A-mei,” kata Pak Heru memandang wajah cantik dan tubuh mulus gadis itu.
“Dan, dadamu ini, iiiih, bikin Oom napsu lagi sama kamu,” kata Pak Heru sembari kedua tangannya langsung mendekap payudara A-mei.
“Aaahhh,” jerit A-mei kaget berusaha melepaskan tubuhnya dari kedua tangan Pak Heru.
Namun Pak Heru tak mau melepaskan payudara gadis putih itu malah kini kedua ibu jarinya menempel di kedua puting merah segar itu dan digerak-gerakkannya.”
“Aaah…ohhhh….Enak Oom…..Emmhhhh,” lenguh A-mei lirih saat jari-jari Pak Heru memainkan payudaranya lagi. Matanya kini tertutup dan ia mendesah-desah perlahan sama sekali tak melawan….
Sampai akhirnya….terjadilah satu ronde lagi yang ditutup dengan oral performance A-mei. Dengan patuh dan penuh perhatian gadis itu menyepong-nyepong penis hitam Pak Heru dengan begitu dalam. Sampai akhirnya penis itu memuntahkan seluruh isinya ke wajah gadis itu, membuat wajah polos A-mei kena ciprat dan jadi lengket-lengket oleh peju Pak Heru. Sementara itu di leher dan dada gadis itu banyak bekas-bekas merah akibat kecupan-kecupan ganas Pak Heru.
{Hahahahaa. Rasain kau. Hitung-hitung ini untuk membalas kenakalanmu tadi yang berani membanting pintu di depanku. Juga atas sikap ayahmu yang membuatku tak bisa cuci mata ngeliatin kamu. Suatu usaha yang tak ada guna, karena kau sendiri malah rela menyerahkan segalanya kepadaku. Kini, lihatlah, vagina anak gadismu satu-satunya ini kubuat bolong dan wajah manisnya aku “facial” dengan pejuku. HUAHAHAHAHA………}. Sikap gadis itu tadi yang dingin dan jutek serta sikap ayahnya yang kurang simpatik tadi, kini dibalasnya dengan membuat wajah cakep gadis ini belepotan oleh pejunya. Kini hati Pak Heru betul-betul puas!
“Gimana semalam, enak tidurnya?” tanya Pak Wijaya ke Pak Heru saat mereka bertiga makan pagi.
“Ah, luar biasa!! Sungguh nikmat sekali. Bahkan lebih enak dibanding rumah sendiri.”
“Ah, benarkah? Kenapa bisa begitu?”
“Mungkin karena ranjangnya yang begitu hangat dan empuk jadi badanku serasa dipijit-pijit. Lalu selimutnya juga bikin tubuh hangat,” kata Pak Heru sambil tersenyum-senyum dan melirik ke arah A-mei.
Wajah A-mei agak tersipu merah saat mendengar itu. Seketika ia menundukkan kepalanya. Saat itu sikapnya begitu alim. Pakaian yang dikenakannya juga tebal dan tertutup dengan kerah menutupi lehernya. Rupanya ia berusaha menutupi bekas-bekas merah akibat perbuatan Pak Heru. Malam kemarin sehabis cuci muka untuk membersihkan sisa-sisa sperma yang menempel di wajahnya, ia nampak begitu kuatir melihat bekas-bekas merah di tubuhnya. Memang aksi Pak Heru barusan cukup buas. Apalagi dengan kulit tubuhnya yang putih, membuat bekas-bekas merah seperti itu semakin mudah terlihat. Padahal besok ia bakal pergi dengan cowoknya, dan bisa jadi mereka akan make love.
Lalu bagaimana ia menjelaskan semua ini kepada cowoknya. Untungnya pagi tadi sebelum mandi, dilihatnya bekas-bekas merah di tubuhnya telah hilang semua. Sehingga ia merasa lega. Namun saat keluar barusan ia tetap mengenakan baju serba tertutup. Mungkin ia, somehow, takut perbuatannya kemarin ketahuan Papinya. Wajahnya saat itu begitu manis dengan rambut lurusnya yang terurai dengan bebas. Orang yang melihatnya saat itu tentu tak akan pernah membayangkan bahkan dalam mimpi paling liar sekalipun kalau cewek seperti ini telah sering bermain seks dengan pria apalagi dengan Pak Heru!!! Namun, justru karena inilah yang membuat Pak Heru merasa bangga.
Yang pasti, penampilan A-mei saat itu merupakan sebuah topeng yang begitu manis dan sangat meyakinkan. Tak lama kemudian gadis ini segera meninggalkan mereka karena ia mau siap-siap diri sebelum dijemput Vincent, cowoknya. Sementara Pak Heru yang kemarin memperoleh kepuasan tiada tara dari diri gadis itu merasa amat bangga diri. Ia tahu A-mei bukan cewek sembarangan. Namun di hadapannya, cewek elit ini jadi bispak juga dengannya. Semalam ia berhasil menikmati dirinya habis-habisan sebelum hari ini pergi dengan cowoknya. Ibaratnya, ia mengambil dulu sari madunya. Sementara bahkan cowoknya sendiri cuma mendapat jatah bekas sisa dirinya. {Biar tahu rasa kau, hehehe. Biarpun cowoknya sekalipun, kau harus menunggu giliran. Setelah AKU selesai dan puas, baru kau boleh menikmati sisanya}. Selain hal itu, Pak Heru juga puas karena diam-diam semalam berhasil menelikung Pak Wijaya dari belakang dengan menyikat anak gadisnya.
Sementara itu, sepeninggal A-mei, kedua pria itu membicarakan hal-hal ringan, mulai dari sepakbola, urusan politik, dan lain-lain.
Beberapa saat kemudian,
“Papi aku pergi dulu ya. Yuk Oom, jalan dulu,” kata A-mei sambil buru-buru berlari keluar karena cowoknya telah menunggu di depan. Ia tak menunggu jawaban keduanya.
“Yah, begitulah Pak, anak jaman sekarang,” keluh Pak Wijaya setelah A-mei meninggalkannya.
“Begitu ada jadwal kosong sedikit, langsung pergi pacaran aja terus. Nanti pulang baru malam hari. Kalau anak-anak Pak Heru sendiri gimana?”
“Dua anakku itu sifatnya berbeda. Kalau yang besar, kurang lebih sama seperti anakmu malah lebih parah. Sukanya keluyuran, jarang di rumah, dan suka pulang larut malam. Tapi kalau yang kecil nggak suka keluyuran. Ia keluar kalau ada kuliah atau les, tentunya. Kadang pergi sama teman-temannya ceweknya memang tapi teman-teman yang itu-itu saja yang sudah kita kenal baik dan mereka semua alim-alim. Yang pasti dia nggak pernah pulang malam. Sebelum makan malam ia pasti sudah balik rumah. Dan, saat ini ia masih belum punya cowok. Nanti kalau sudah tingkat akhir baru mulai cari atau kita carikan,” kata Pak Heru.
“Ah, kalau anak cowok sih suka keluyuran atau agak nakal dikit juga nggak masalah Pak. Tapi Pak Heru sungguh beruntung. Punya anak cewek yang betah di rumah dan nggak suka keluyuran.”
Pak Heru tersenyum lebar mendengarnya karena merasa bangga. Dalam hati ia berkata, {yah memang betul sekali kata-katamu. Anakku alim. Dalam berpakaian ia tak seterbuka anakmu. Namun yang paling penting, anakku masih perawan. Beda dengan anakmu yang sudah bolak-balik aku “permak” abis-abisan. Hehehehe}.
“Wah, Pak Heru kelihatannya gembira sekali hari ini,” tiba-tiba Pak Wijaya memecah lamunannya.
“Ah, ya betul. Karena abis ini aku bakal menikmati masakan Mbok Yem yang nikmat itu. Bagaimana aku tidak boleh gembira? Apalagi semalam aku habis tidur dengan begitu enak sekali. Hehehehe…”
“Setelah selesai makan siang nanti, baru aku pamit pulang,” katanya lagi.
“Ah, kenapa buru-buru Pak? Nggak dilanjutin makan sore sekalian? Atau kalau Pak Heru mau, nanti malam kita bisa diterusin ke “tempat biasa”,” kata Pak Wijaya.
“Soalnya siang ini aku mesti pulang rumah. Harus jemput istri untuk dandan dan persiapan segala, karena sore dan petang nanti ada dua session photo dan wawancara. Yang satu mengenai penerapan ajaran agama untuk menepis godaan dalam kehidupan sehari-hari dan kedua, wawancara dengan majalah keluarga untuk contoh pria sukses dalam karier dan rumah tangga yang sanggup menahan godaan WIL. Jadi, untuk “yang itu”, di-arrange besok aja pak. Aku pengin nih di-sandwidch lagi oleh Felicia dan Evelyne duo cewek kembar yang cakep dan putih mulus itu. Hehehehe.”
“Oh, baik, baiklah kalau begitu.”
“Memang kita harus memberikan tauladan kepada masyarakat, Pak,” kata Pak Heru. “Kita boleh sekali-sekali bermain-main dengan wanita muda, hehehe, dan punya uang banyak, tapi tetap kita wajib memberikan contoh yang baik kepada orang banyak. Apa salahnya kalau kita bisa menikmati kekayaan, kekuasaan, dan perempuan sambil sekaligus dihormati orang banyak karena teladan yang kita berikan ke masyarakat? Salah besar kalau dua itu hal yang bertolak belakang. Kita bisa mendapatkan keduanya kok. Yang penting bagaimana kita dengan pintar memanfaatkan semua peluang sambil mengatur image positif diri kita kepada masyarakat.”
Dalam hati Pak Wijaya membatin dengan geram, {hmm rupanya kau adalah orang yang paling munafik diantara semua yang munafik! Baru malam kemarin kau janji tak akan menyentuh anakku, namun setelah itu kau mendatangi kamarnya dan meniduri anakku. Hari ini kau memasang muka alim memberi ceramah tentang kehidupan rumah tangga dan agama segala, supaya semua orang mengira kau adalah orang yang alim, jujur, bersih dan soleh. Lalu besok malam kau maen “sandwich” dengan dua anak kuliah. Dasar kau adalah seorang bajingan sejati. Sekarang pasti diam-diam kau mentertawakanku karena mengira berhasil menelikungku dari belakang dan meniduri anakku. Namun kau jangan berbangga diri. Semua itu bukan melulu karena prestasi dirimu. Kalau bukan karena aku yang mengatur semuanya, jangan harap kau bisa menikmati A-mei. Lagipula, gadis itu sebenarnya bukan anakku}.
Sementara pada saat yang sama Pak Heru membatin, {inilah nikmatnya orang yang berkuasa. Uang, kekuasaan, wanita, reputasi, penghormatan dari orang lain, semua itu bisa dengan mudah kuperoleh. Bahkan orang seperti Wijaya pun bisa menjadi kacungku yang setia untuk memberikan upeti uang dan menyediakan cewek-cewek cakep yang kusukai. Sekarang meskipun ia jelas tahu semua belangku namun ia tak akan berani membocorkan ke orang lain. Karena apa? Karena aku orang yang berkuasa! Bahkan saking berkuasanya AKU, bahkan AKU berhasil membuat putri kandungnya yang cantik itu bertekuk lutut di hadapanku.
Hmm, jangan dikira anakmu itu adalah cewek yang tak bisa dibeli hanya karena kau seorang pengusaha kaya. Kau salah besar! Kalau kau ingin tahu cewek yang tak bisa dibeli, anakkulah orangnya. Karena aku mengontrol ketat dirinya. Tak akan aku membiarkannya memakai pakaian seperti anakmu. Apalagi keluyuran dengan cowok atau tidur dengan pria sembarangan seperti anakmu. Selain itu, sejak kecil ia telah mendapat pendidikan moral dan agama yang kuat. Sehingga kini dengan sendirinya ia menjadi anak yang alim dan taat}.
Meskipun Pak Heru bersikap ramah, namun dalam hati ia mentertawakan Pak Wijaya, dan juga sebaliknya. Demikianlah hubungan dua pria sukses itu. Di balik topeng keramahan dan keakraban yang ditunjukkan, di dalamnya ternyata mereka saling menghujat, saling mencaci, dan saling mentertawakan.
Beberapa saat kemudian, saat mereka sedang bicara ngalor ngidul, tiba-tiba blackberry Pak Wijaya berbunyi.
“Ah serius amat, Pak Wijaya. Itu message dari simpanannya yang nomor berapa Pak, hahahaha,” canda Pak Heru melihat sikap Pak Wijaya yang begitu konsentrasi membalas message itu.
“Ah, Pak Heru bisa saja, “ kata Pak Wijaya sambil senyum-senyum namun tak menyangkal. Karena isi balasan message-nya yang dikirim adalah:
“Ah, ya boleh kita r’vouz. Km bisa jam brp? I’ll book the place.”
“Yah, namanya juga kita sama-sama laki-laki. Apalagi Pak Wijaya yang duda begini…”
“Ah, biarpun duda tapi saya masih kalah dengan Pak Heru yang statusnya bukan duda. Hahahaha…..”
“Hahahahaa……”
Pak Wijaya tertawa renyah, demikian pula dengan Pak Heru. Memang kalau urusan cewek, keduanya sungguh klop dan cocok sekali.
Sementara itu datang message baru di blackberry Pak Wijaya, sehingga ia kembali mengetik membalasnya.
“Shangrilla, 2.30 pm?”
“Sepertinya blackberry dan handphone jaman sekarang ini termasuk barang pribadi yang harus kita jaga betul, seperti paspor dan rekening bank kita, ya Pak,” komentar Pak Heru.
“Karena banyak sekali rahasia-rahasia bisnis maupun pribadi yang tersimpan didalamnya. Kalau sampai hilang atau jatuh ke tangan orang yang tak bertanggung jawab, wah bisa berabe kita,” tambahnya.
“Betul sekali Pak. Nanti sama seperti skandal-skandal artis yang muncul belakangan ini,” balas Pak Wijaya sambil memasukkan blackberry-nya di saku bajunya.
Pada saat itu ada message lagi yang masuk. Pak Wijaya mengambilnya dari kantungnya dan melihatnya sekilas.
“Wah, rupanya dugaan saya tadi nggak salah. Jadi rendezvouz dimana nanti Pak? Hahahaha.”
“Ah, Pak Heru sungguh tajam sekali instingnya untuk hal-hal beginian. Hahahaha.” tawa Pak Wijaya. Kepada sohibnya ini ia tak perlu menutup-nutupi hal-hal seperti ini.
“Kalau urusan begituan khan kita nomor satu di dunia. Hahahaha. Anyway, selamat menikmati deh Pak. Semoga “tahan lama”. Dan salam hangat saya buat dia. Kalo Pak Wijaya sudah bosan, boleh nanti dicobakan ke saya. Hahahahaaaa.”
“Hahahaha. Ah, Pak Heru bisa saja. Tapi omong-omong, masalah “tahan lama” itu tak perlu diragukan lagi Pak. Karena kita telah sama-sama terlatih. Huahahahaa….,” jawab Pak Wijaya sambil tertawa.
“Nah, ini masakannya sudah datang, ayo kita makan dulu, Pak,” kata Pak Wijaya begitu melihat Mbok Yem datang dari dapur sambil membawa sepiring besar ayam goreng yang dimasak ala tradisional.
Pak Wijaya memasukkan blackberry-nya ke saku bajunya lagi. Namun sebelumnya ia sempat melihat lagi isi pesan yang datang terakhir yang isinya cuma singkat saja,”ok, c u muachhh”. Selain itu juga terlihat nama pengirimnya yang juga singkat, yaitu Dina S. Siapa pun dia, dengan bertukar message seperti itu ke Pak Wijaya, tentu ia termasuk kumpulan orang-orang yang bertopeng juga. Namun yang menarik, nama itu mirip dengan inisial anak bungsu Pak Heru yang tadi dibangga-banggakan itu, Dina Setyorini.,,,,,,,,,,,,