Cerita Dewasa Oknum Ngentot Dengan Pacarku
Bagaimana saya bisa menolak tawaran itu?
Sepanjang perjalanan pulang Diva berkata bahwa ia belum pernah mengalami hari yang menyenangkan seperti yang baru ia alami malam itu, dan ia juga berkata, di rumah nanti giliran dirinya yang akan membuat diri saya tidak akan melupakan malam ini.
Saya begitu bergairah dan berhasrat untuk lekas-lekas sampai ke rumah Diva, ketika tanpa sadar saya mengendarai mobil melebihi batas maksimal kecepatan di jalan.
Tiba-tiba saya tersadar ketika di sebelah kanan sudah ada mobil Polantas yang berusaha menghentikan mobil saya. Saya meminggirkan mobil di tempat parkir sebuah toko dan menunggu Polantas tadi mendekati mobil kami.
Ia bertanya hendak ke mana kami sampai-sampai kami membawa mobil itu melebihi batas kecepatan. Rupanya alasan saya tidak masuk akal sehingga Polantas tadi meminta STNK dan SIM saya.
Setelah melihat surat-surat itu Polantas itu menjengukkan kepalanya ke dalam mobil kami dan lama sekali mengamati Diva yang duduk terdiam.
“Anda harus meninggalkan mobil Anda di sini dan ikut saya ke kantor”, perintah Polantas tadi. Akhirnya sepuluh menit kemudian kami sampai ke sebuah kantor polisi yang terpencil di pinggir kota.
Waktu itu sudah lewat pukul 11 malam, dan dalam kantor polisi itu tidak terdapat siapa pun kecuali seorang Sersan yang bertugas jaga dan Polantas yang membawa kami.
Ketika kami masuk, Sersan itu memandangi tubuh Diva dari bawah hingga ke atas, kelihatan sekali ia menyukai Diva. Kami dimasukkan ke dalam sel terpisah, saling berseberangan.
Sepuluh menit kemudian, Polantas yang berumur sekitar 40-an dan berbadan gemuk dan Sersan yang tinggi besar berbadan hitam, dan umurnya kira-kira 45 tahun kembali ke ruang tahanan.
Polantas tadi berkata, “Kalian seharusnya jangan mengemudi sampai melebihi batas kecepatan yang ada.
Tapi kita semua bener-benar kagum, soalnya dari semua yang kami tangkap baru kali ini kita dapat orang yang cantik seperti kamu.
” Sersan tadi menimpali, “Betul sekali, dia bener-bener kualitas nomer satu!” Saya sangat takut mendengar nada bicara mereka, begitu juga Diva yang terus-menerus ditatap oleh mereka berdua.
Mereka lalu membuka sel Diva dan masuk ke dalam. “Sekarang denger gadis manis, kalau kamu berkelakuan baik, kita akan lepasin kamu dan pacar kamu itu. Mengerti!” Sersan tadi langsung memegangi kedua tangan Diva sementara Polantas menarik kaos yang dikenakan Diva ke atas.
Dalam sekejap seluruh pakaian Diva berhasil dilucuti tanpa perlawanan berarti dari Diva yang terus dipegangi oleh Sersan.
“Wow, lihat dadanya.” Diva terus meronta-ronta tanpa hasil, sementara Sersan yang tampaknya sudah bosan dengan perlawanan Diva, melemparkan tubuh Diva hingga jatuh telentang ke atas ranjang besi yang ada di sel Diva. Dan dengan cepat diambilnya borgol dan diborgolnya tangan Diva ke rangka di atas kepala Diva.
Kemudian mereka dengan leluasa menggerayangi tubuh Diva. Mereka meremas-remas dan menarik buah dada Diva, kemudian memilin-milin puting susunya sehingga sekarang buah dada Diva mengeras dan puting susunya mengacung ke atas. Kadang mereka mengigit puting susu Diva, sedangkan Diva hanya bisa meronta dan menjerit tak berdaya.
Saya berdiri di dalam sel di seberang Diva tak berdaya untuk menolong Diva yang sedang dikerubuti oleh dua orang itu. Kedua polisi itu lalu melepaskan pakaian mereka dan terlihat jelas kedua batang kemaluan mereka sudah keras dan tegang dan siap untuk memperkosa Diva.
Polantas mempunyai batang kemaluan paling tidak sekitar 25 senti, dan Sersan mempunyai batang kemaluan yang lebih besar dan panjang. Diva menjerit-jerit minta agar mereka berhenti, tapi kedua polisi itu tetap mendekatinya.
“Lebih baik kamu tutup mulut kamu atau kita berdua bisa bikin ini lebih menyakitkan daripada yang kamu kira.” kata Polantas.
“Sekarang mendingan kamu siap-siap buat muasin kita dengan badan kamu yang bagus itu!”
“Dia pasti sempit sekali”, kata Sersan sambil memasukan jari-jarinya ke lubang kemaluan Diva.
Ia menggerakkan jarinya keluar masuk, membuat Diva menggelinjang kesakitan dan berusaha melepaskan diri.
“Betul kan, masih sempit sekali.”
Kemudian Polantas tadi naik ke atas ranjang di antara kedua kaki Diva. Kemudian mereka membuka kaki Diva lebar-lebar dan Polantas memasukkan batang kemaluannya ke dalam lubang senggama Diva.
Diva mengeluarkan jeritan yang keras sekali, ketika perlahan batang kemaluan Polantas membuka bibir kemaluan, dan masuk senti demi senti tanpa berhenti. Kadang ia menarik sedikit batang kemaluannya untuk kemudian didorongnya lebih dalam lagi ke lubang kemaluan Diva.
Sementara itu, Sersan naik dan mendekati wajah Diva, mengelus-elus wajah Diva dengan batang kemaluannya. Mulai dari dahi, pipi kemudian turun ke bibir. Diva menggeleng-gelengkan kepalanya agar tidak bersentuhan dengan batang kemaluan Sersan yang hitam.
“Ayo dong manis, buka mulut kamu”, kata Sersan sambil meletakkan batang kemaluannya di bibir Diva.
“Kamu belum pernah ngerasain punya polisi kan?” Diva tak bergeming.
“Buka!” bentak Sersan.
“Buka mulut kamu, brengsek!” Perlahan mulut Diva terbuka sedikit, dan Sersan langsung memasukkan batang kemaluannya ke dalam mulut Diva.
Mulut Diva terbuka hingga sekitar 6 senti agar semua batang kemaluan Sersan bisa masuk ke dalam mulutnya. Batang kemaluan Sersan mulai bergerak keluar masuk di mulut Diva.
Saya melihat tidak semua batang kemaluan Sersan dapat masuk ke mulut Diva, batang kemaluan Sersan terlalu panjang dan besar untuk bisa masuk seluruhnya dalam mulut Diva.
Ketika Sersan menarik batang kemaluannya terlihat ada cairan yang keluar dari batang kemaluannya. Julurin lidah kamu!”
Diva membuka mulutnya dan mengeluarkan lidahnya. Sersan kemudian memegang batang kemaluannya dan mengusapkan kepala batang kemaluannya ke lidah Diva, membuat cairan kental yang keluar tadi menempel ke lidah Diva.
“San, dia nggak mungkin bisa masukin punya Sersan ke mulutnya, biar saya coba. Gantian!” Mereka kemudian bertukar tempat, Sersan sekarang ada di antara kaki Diva dan Polantas berjongkok di dekat wajah Diva.
Sersan mulai mendorong batang kemaluannya masuk ke liang senggama Diva. Terlihat sekali dengan susah payah batang kemaluan Sersan yang besar itu membuka bibir kemaluan Diva yang masih sempit.
Polantas, mengacungkan batang kemaluannya ke mulut Diva. “Kamu mungkin nggak bisa masukin punya Sersan ke mulut kamu, tapi kamu musti ngerasain punya saya ini, seluruhnya.”
Dengan kasar ia mendorong batang kemaluannya masuk ke mulut Diva, sampai akhirnya batang kemaluan itu masuk seluruhnya hingga sekarang testis Polantas berada di wajah Diva. Ia kemudian menarik batang kemaluannya sebentar untuk kemudian didorongnya kembali masuk ke tenggorokan Diva. Setelah lima kali, keluar masuk, Polantas sudah tidak bisa lagi menahan orgasmenya.
“Saya keluuarrhh. Aaahhh!” Ia tidak menarik batang kemaluannya keluar dari mulut Diva, batang kemaluannya tampak bergetar berejakulasi di tenggorokan Diva, menyemprotkan sperma masuk ke tenggorokannya. Saya mendengar Diva berusaha menjerit, ketika sperma Sersan mengalir masuk ke perutnya.
Terlihat sekali Sersan yang sedang mencapai puncak kenikmatan tidak menyadari Diva meronta-ronta berusaha mencari udara.
“Iyya… yaah! Telleeen semuaa! Aaahhh… aahhh… nikhmaattt!”
Ketika selesai ia menarik keluar batang kemaluannya dan Diva langsung megap-megap menghirup udara, dan terbatuk-batuk mengeluarkan sperma yang lengket dan berwarna putih.
Diva berusaha meludahkan sperma yang masih ada di mulutnya. Polantas tertawa melihat Diva terbatuk-batuk, “Kenapa? Nggak suka rasanya? Tenang aja, besok pagi, kamu pasti sudah terbiasa sama itu!”
Sementara Sersan yang masih mengerjai kemaluan Diva sekarang malah memegang pinggul Diva dan membalik tubuh Diva. Diva dengan tubuh berkeringat dan sperma yang menempel di wajahnya tersadar apa yang akan dilakukan Sersan pada dirinya, ketika dirasanya batang kemaluan Sersan mulai menempel di lubang anusnya.
“Jangan Pak, jangan! Ampun Pak, ampun, jangan…”
“Aaahkk! Jangaaan!”
Diva menjerit-jerit ketika kepala batang kemaluan Sersan berhasil memaksa masuk ke liang anusnya. Wajah Diva pucat merasakan sakit yang amat sangat ketika batang kemaluan Sersan mendorong masuk ke liang anusnya yang kecil.
Sersan mendengus-dengus berusaha memasukkan batang kemaluannya ke dalam anus Diva. Perlahan, senti demi senti batang kemaluan itu tenggelam masuk ke anus Diva.
Diva terus menjerit-jerit minta ampun ketika perlahan batang kemaluan Sersan masuk seluruhnya ke anusnya. Akhirnya ketika seluruh batang kemaluan Sersan masuk, Diva hanya bisa merintih dan mengerang kesakitan merasakan benda besar yang sekarang masuk ke dalam anusnya.
Sersan beristirahat sejenak, sebelum mulai bergerak keluar masuk. Kembali Diva menjerit-jerit. Sersan terus bergerak tanpa belas kasihan.
Batang kemaluannya bergerak keluar masuk dengan cepat, membuat testisnya menampar-nampar pantat Diva. Sersan tidak peduli mendengar Diva berteriak kesakitan dan menjerit minta ampun ketika sodomi itu berlangsung. Saya melihat berulang kali batang kemaluan Sersan keluar masuk anus Diva tanpa henti.
Akhirnya Sersan mencapai orgasme ia menarik batang kemaluannya dan sperma menyemprot keluar menyembur ke punggung Diva, kemudian menyembur ke pantat Diva dan mengalir turun ke pahanya, dan terakhir Sersan kembali memasukkan batang kemaluannya ke anus Diva lagi dan menyemprotkan sisa-sisa spermanya ke dalam anus Diva.
Sersan kemudian melepaskan pegangannya dari pinggul Diva dan berdua dengan Polantas mereka keluar dari sel dan menguncinya. Saya masih dapat mendengar Sersan berkata pada Polantas, “Pantat paling hebat yang pernah ada. Dia bener-bener sempit!”
Dini hari, ketika Diva kelelahan menangis dan merintih, mereka berdua dengan langkah sempoyongan dan dengan botol bir di tangan masuk kembali ke dalam sel Diva.
Mereka menendang tubuh Diva agar terbangun dan mereka mulai memperkosanya lagi. Sekarang Polantas menyodomi Diva sementara Sersan berbaring di bawah Diva dan memasukkan batang kemaluannya ke dalam kemaluan Diva. Kemudian mereka berganti posisi.
Mereka juga menyiksa Diva dengan memasukkan botol bir ke dalam liang kemaluan dan anusnya sementara batang kemaluan mereka dimasukkan ke mulut Diva.
Mereka terus berganti posisi dan Diva terus menerus menjerit dan menjerit hingga akhirnya ia kelelahan dan tak sadarkan diri. Melihat itu polisi-polisi tersebut hanya tertawa terbahak-bahak meninggalkan tubuh Diva yang memar-memar dan belepotan sperma dan bir.
Keesokan paginya, Sersan masuk dan membuka sel kami.
“Kalian boleh pergi.”
Saya membantu Diva mengenakan pakaiannya. Tubuhnya lemah lunglai berbau bir dan sperma-sperma kering masih menempel di tubuhnya.
Kami pergi dari kantor polisi itu dan akhirnya sampai ke rumah Diva. Kemudian saya membersihkan tubuh Diva dan menidurkannya. Ketika saya tinggal, saya mendengar ia merintih, “Jangan Pak, ampun Pak, sakit… ampuunn… sakiiit…”.